Dari dulu aku sudah biasa 'cupet' kalau nyebut yang namanya uang. Bapak ibuku menyediakan semua kebutuhanku, tidak kurang dan tidak lebih. Pas. Aku termasuk tukang boros dalam urusan buku dan makanan. Dua hal itu sering membuat aku kelabakan. Tapi aku terlatih sejak SMA karena saat itu aku sudah mulai kost. Waktu SMA, tempat kostku sangat murah karena kebaikan induk semang yang sudah dianggap keluarga. Nah, waktu kuliah di Malang, rasanya soal uang nih aku jatuh bangun, bahkan sampai kerja.
Jatah uangku tiap bulan untuk makan, transportasi dan buku hanya 40 ribu rupiah tiap bulan. Itu sangat mepet. Cukup untuk makan dua kali supaya aku masih bisa fotokopi dan naik angkot kalau perlu ke suatu tempat. Kalau ternyata perlu fotokopi lebih banyak atau harus beli buku atau bahan praktikum, terpaksa deh jatah makan hanya satu kali sehari, ditambah roti murmer atau cemilan lain yang terjangkau pas perut ndak tertahan. Juga aku terlatih untuk jalan kaki ke mana-mana sampai radius berkilo-kilo meter.
Agak longgar sedikit saat berkat bulikku yang guru SMP menawari aku memberikan les tambahan untuk beberapa murid. Wuaa...kaya raya cing. Tiap bulan untuk satu anak dengan 2 kali seminggu nemani belajar aku mendapat 35 ribu rupiah. Plus bonus yang kadang mereka bawa seperti ayam bakar, bolu coklat, sayur matang dan sebagainya titipan mama mereka. Pernah sampai 3 atau 4 orang kuterima. Juga karena aku mendapatkan subsidi belajar dari kampus beberapa semester. 200 ribu per semester atau berapa aku lupa, dengan berbagai syarat termasuk mengikuti upacara bendera pada hari-hari tertentu. Hehehe...
Nah saat usai kuliah juga pilihan pekerjaan di VCI dan Malang Post membuatku katam soal keuangan yang cupet. Tapi cukup walau mesti akrobat mengatur jam makan, hunting makanan murah dan banyak, serta rajin jalan kaki.
Setelah menikah, soal ini pun masih berlangsung. Tidak pernah kekurangan, tidak sangat berlebihan, tapi semua tercukupi. Tiga lembaga inilah yang membantuku : bank, koperasi dan pegadaian.
Bank memang sudah menjadi sarana untuk mengelola keuangan sejak aku masih mahasiswa karena ibuku mulai mengirimkan jatahku ke bank sejak semester ke 4 atau 5. Lalu gaji suamiku juga masuk langsung ke bank. Maka, bank membantu menyimpan uang walau untuk beberapa saat. Rekening bank masih harus dimiliki manusia jaman now. Ini penting bagiku untuk melakukan transaksi cepat, menerima atau mengirim uang. Pembelian tiket, barang, hotel, dan segala hal masih membutuhkan nomor rekening.
Koperasi kukenal saat aku mulai bekerja di Keuskupan Tanjungkarang. Ruang kerjaku berdekatan dengan ruang pak Mukani, bendahara kopdit Mekar Sai, maka aku pun di'cekoki' segala hal tentang koperasi sejak aku masuk kerja. Dan beliau berhasil menyakinkan aku untuk menggunakan kopdit sebagai bagian yang penting dalam mengelola keuangan keluarga. Koperasi bermanfaat banget untuk menabung dan meminjam dengan keuntungan bunga, Sisa Hasil Usaha (SHU), dan juga produk-produk koperasi yang lain. Untuk investasi jangka panjang di koperasi juga lebih menguntungkan dengan catatan koperasi itu memang sehat.
Pegadaian mulai kukenal saat mengalami krisis hebat pertama kalinya dalam keluarga. Tak ada uang, tak bisa lagi pinjam di koperasi. Jadinya beberapa perhiasan yang kupunya pun pindah tempat. Awalnya begitu. Tapi sekarang aku datang ke pegadaian tidak hanya untuk menggadaikan barang, tapi juga untuk ikut 'arisan' logam mulia. Walau sering kali logam mulia yang kumiliki jarang berada di tanganku dalam waktu lama (karena digadaikan kembali. hihihi.) hal ini bisa menjadi cara untuk menabung juga.
Detailnya kutambahkan nanti-nanti ya. Tapi minimal ketiga lembaga ini sudah membantuku sejauh ini supaya aku cukup nyaman menjalani hidup dan membayangkan masa depan. Inti dari ketiganya itu sih jelas : MENABUNG.
No comments:
Post a Comment