Wednesday, June 17, 2009

Malam Menyata

Pernah malam mewujud menjadi gumpalan benda padat yang bisa dipegang, disentuh, dicium, diraba, dipeluk. Tentu saja aku memanfaatkan kesempatan itu untuk memenuhi keegoisan yang sudah mengaumkan hasrat. Aku menikamnya hingga tidak lagi berjalan, dan memaksanya berbaring telanjang. Angin masuk lewat pori-porinya hingga badannya membengkak. Aku memakainya menjadi tilam mimpi dan menindih memaksanya tetap diam. Jangan berlalu.

Tapi tidak berdaya.

Malam punya kekuatannya sendiri yang justru pada maya. Tidak bisa dipaksa kekal karena seberkas cahaya pun membuatnya mencair dan kemudian menyublim lenyap tak lagi bisa dipegang, disentuh, dicium, diraba, dipeluk. Justru karena tidak nyata, maka aku menyebutnya malam. Justru karena kemayaannya maka malam dapat memelihara dunia.

Semoga tetap menjadi malam, yang maya.

Malam menyata, cukup.

Friday, June 12, 2009

Jatuh Cinta Lagi Pada Letto


Sampai nanti sampai mati

kalau kau pernah takut mati, sama
kalau kau pernah patah hati, aku juga iya
dan seringkali sial datang dan pergi
tanpa permisi kepadamu
suasana hati tak perduli

kalau kau kejar mimpimu, kau slalu
kalau kau ingin berhenti ingat dimulai lagi
tetap semangat dan teguhkan hati di setiap hari
sampai nanti sampai mati

kadang memang cinta yang terbagi
kadang memang
seringkali mimpi tak terpenuhi
seringkali

tetap semangat dan teguhkan hati di setiap hari
sampai nanti
tetap melangkah dan keraskan hati di setiap hari
sampai nanti sampai mati

sampai mati

Tuesday, June 09, 2009

Brown and Browny

Tanggal 8 Juni 2001, delapan tahun yang lalu aku melahirkan Albert. Pengalaman pertama yang excited bagi ibu muda seperti aku. Dia lahir dalam suasana sangat sibuk karena aku sedang dalam proyek pembuatan buku. Di puncak klimaks kesibukan. Aku ingat dengan perut membuncit masih memelototi komputer 6 - 7 jam tiap hari. Mengkoreksi setumpuk naskah, pontang-panting pinjem printer berwarna dan menggarap foto-foto. Untungnya aku 'ngebo', tidak pake ngidam, mabuk, muntah dll. Pokoke tak terasa susah. Cuma mungkin kurang gizi, kebanyakan pikiran, dalam masa kehamilan itu dua kali aku pingsan, hah memalukan pokoknya. Perut sangat besar dan digotong entah siapa dan berapa orang.
Saat proses melahirkan sangat mendebarkan, menyeramkan. Dan laammmaaaa...lebih dari yang dijadwalkan. Selain umur janin sudah lebih dari waktunya (sudah diancam Dr. Idris kalau seminggu lagi gak keluar akan dioperasi) juga saat melahirkannya, bayinya nyantol, hehehe...tidak mau keluar. Aku kurang tenaga, kurang energi.
"Ngantuk, suster. Aku mau tidur." Gitu aku bilang beberapa di sela-sela proses melahirkan. Rasanya capek, ngantuk, malas, hanya ingin tidur. Hasilnya aku digebukin eh ditamparin dicubitin para suster, dibikinin teh dan diinfus. Diteriakin beramai-ramai gak boleh tidur. "Kalau kamu tidur tadi pasti gak bangun lagi," gitu kata suster Irma. "Kamu ini pasti gak pernah kerja pas hamil." Tentu saja aku protes, la kemarin aja aku masih ngantor. "Maksudnya bergerak, tidak kerja duduk saja." Ooo, ya memang.
Albert adalah bayi paling cantik sedunia. Kulitnya bersih putih, berat 3,35 kg dan panjang 49 cim. Kepalanya panjang akibat aku berhenti mengejan, tapi pulih setelah 24 jam tanpa diangkat. Aku tertawa berlinangan air mata saat badannya yang mungil ditaruh diatas dadaku sembari dipotong tali pusarnya. Segala sakit hilang blas.
Nah, bayi cantik itu sekarang sudah 8 tahun.
"Aku 9 tahun, ibu. Tidak mungkin sebesar aku masih 8 tahun. Teman-temanku saja yang kecil sudah 9 tahun." Sepanjang hari kami berdebat soal itu sampai akhirnya aku menyerah. Ya sudah, selamat ulang tahun ke 9. Tapi buktikan kalau memang sudah sebesar itu. Gak papa umur 9 tahun berlaku untuk 2 tahun.
Brown dan Browny? Ohya, hampir lupa. Mereka berdua adalah kado ultah untuk Albert. Sepasang burung merpati. Anakku ini memang...entahlah, yang diminta selalu yang aneh-aneh. Tahun lalu minta ayam,"Gak usah dirayain, bu. Uangnya untuk beli ayam saja, dipelihara." Tahun ini dia minta sepasang merpati yang bisa di'klepek'. Sesorean aku dan dia keliling Bandarlampung mencari merpati. Dapat di pojok Pasar Bawah dengan harga 85 ribu sepasang, berwarna coklat, kehitaman. Dia beri nama Brown dan Browny.

Thursday, June 04, 2009

Panggung Pertunjukan

Aku ingat dari kecil aku suka melihat pertunjukan. Di lapangan dekat rumah Kediri, setiap ada ludruk atau ketoprak pasti aku akan merengek minta nonton. Apalagi kalau yang main Wijayakusuma, Siswobudoyo, Kartolo dll. Harus minimal satu atau dua kali nonton. Tidak bisa tiap hari, karena harus belajar, jatah duit terbatas, gak ada yang bisa menemani dan berbagai alasan dari bapak ibu. Maka bapak dan ibu akan memilihkan kira-kira hari apa bisa menonton bersama. Judul yang mana yang akan main seperti Jaka Tarub, Anglingdarma, Sam Pek - Ing Tay, Lutung Kasarung, Tuyul dan Mbak Yul eh bukan ya...
Nah intinya aku akan terpesona berat memandang panggung pertunjukan. Aku suka yang terang gemerlap bercahaya. Jadi ingat kalau bapak ibu sering cerita kalau aku suka melihat pelaminan kalau diajak kondangan pernikahan. Ada fotoku usia 2 atau 3 tahun digendong bapak yang membuktikan cerita itu. Dalam gendongan bapak, dengan mata sembabku habis nangis karena kata ibu sebenarnya mereka malu mengantar aku dekat pelaminan yang didatangi ratusan tamu apalagi tamu terhormat, namun berbinar melihat yang gemerlap. Karena aku maksa nangis gak berhenti-henti maka bapak menggendong aku untuk maju dekat pelaminan melihat janur, bunga, lampu dll, dan seorang teman bapak mengabadikan peristiwa itu.
Hingga remaja saat aku yang introvert pendiam, pun bisa terpana berjam-jam melihat panggung gemerlap. Ludruk dan ketoprak sudah semakin jarang, tapi ada panggung-panggung lain. Semakin banyak jenisnya dengan bertambahnya usia dan pengalamanku.
Saat ini pun aku masih suka melihat panggung pertunjukan. Tempat yang lampunya kelap-kelip kadang menyala kadang gelap dengan frekwensi dan jeda yang tidak tentu. Dengan benda-benda penghias di situ dan juga orang-orang yang bergerak kesana kemari dengan irama dan suara yang sudah ditata. Sesekali terwakili pada film-film, drama, teater, konser dsb.

Ada satu panggung yang sekarang ini sedang aku lihat. Panggung kelabu tak ketahuan warnanya karena cahaya sedang diredupkan. Beberapa benda mati kaku gagu di beberapa sudut. Dan tokoh yang di tengah panggung adalah...diriku sendiri. Hilir mudik memenuhi panggung dengan segala suara. Dan satu-satunya penonton adalah...diriku sendiri. Duduk terpaku diam menahan kecewa karena sangat buruknya pertunjukan.