Thursday, April 20, 2017

Eropa, Aku Datang 2 : Urusan Visa Schengen

(Sebelumnya.)

Aku mendapatkan surat resmi undangan untuk menghadiri 50 tahun Popularum Progressio bertepatan dengan Rabu Abu, 1 Maret. Menerima surat itu, baru yakin kalau aku memang diundang untuk acara itu. Tapiiii.... satu bulan persiapan untuk Eropa! Hah. Yang benar saja. Huft.

Undangan itu kudiamkan satu hari, dan kemudian membuat otakku berputar. Hari itu hari Kamis. Aku segera membalas surat undangan itu dengan :
1. Terimakasih karena telah diundang.
2. Aku membutuhkan visa untuk hadir.
3. Visa bisa didapatkan dengan tiket PP, dokumen ini itu bla bla bla. Termasuk undangan yang menjamin hidupku di negeri itu.

Surat balasanku dibalas dengan cepat dari peserta, intinya mereka akan segera mengirim surat resmi untuk kepentingan visa, juga memintaku menghubungi Vatican Tour Agency untuk mendapatkan tiket pesawat Indonesia - Italy PP dengan beberapa detail yang dibutuhkan.

Ok. Hmmm... aku setiap kali mesti menarik nafas panjang untuk membuat santai diri sendiri. Bagiku ini peristiwa gembira, jadi prosesnya harus kulalui dengan gembira. Seluruhnya harus jadi kegembiraan.

Jadi kemudian, aku buka ini untuk cek syarat pengurusan visa Italy. Lalu aku mengirimkan detail paspor dan lain-lain yang dibutuhkan untuk memesan tiket. Kulakukan itu sambil kontak Rm. Indro dan Nadet. Dua orang ini muncul dalam pikiranku sejak awal aku dapat undangan. Maka, merekalah penolong utamaku untuk perjalanan ini. Rm. Indro menyediakan diri jadi guide selama di Roma (di luar jam kuliahnya) dan Nadet n pasangannya mengundangku ke Swiss untuk mengunjunginya. Usai tanggal-tanggal menjadi lebih fix, aku mengirimkan ke Vatican Agency Tour, yang akan membantuku mengurus perjalanan. Ini surat ke mereka : "Aku akan berangkat dan pulang dari dan ke Tanjungkarang pada 1 April dan kembali sampai Lampung 13 April." Kusertakan copy paspor dan keterangan ini itu yang diperlukan.

Besoknya tiket PP : Tanjungkarang - Jakarta - Doha - Roma, sudah ada di tanganku, memakai Garuda dan Qatar. Nah, ini berarti ndak bisa main-main lagi. Aku bergegas melengkapi dokumen-dokumen dan membuat janji ke kedutaan Italy via online. Cek di web itu ya. Semua sudah lengkap informasinya. Aku dimudahkan karena mendapat undangan resmi dari Vatican dengan jaminan tanggungan transportasi, akomodasi dan lain-lain. Pun begitu aku lengkapi dengan asuransi perjalanan, karena aku memang membutuhkannya.

Agak konyol ketika aku hanya berpikir tentang kantor kedutaan Italy di Jakarta dan datang ke sana pada harinya, padahal pengurusan visa itu tidak langsung ke kedutaan tapi lewat VFS Global, di Kuningan City Mall! Dalam surat appoinment sudah tertera jelas, tapi aku ndak memperhatikannya. Oalah. Untung aku berangkat pagi sehingga kekacauan ini bisa diatasi. Dan hebatnya, visa bisa jadi dalam 5 hari! Hal yang tak kusangka. Bisa secepat itu. Paspor dengan visa kuterima sekitar 4 hari kemudian lewat kurir langsung ke rumah.

Saat visa kuterima, Rm. Indro dan Nadet segera membantuku untuk transport lokal dan hotel di luar tanggungan panitia. Dan untuk segala macam urusan itu, cuma ada waktu tak lebih dari 10 hari. Sepanjang itu pula waktuku untuk menyiapkan diri dan segala sesuatuku! Padahal ada banyak pekerjaan lainnnn... Tolongggg... Hufttt... (Kisah selanjutnya.)

Tuesday, April 18, 2017

Eropa, Aku Datang 1 : Hmmm...

Sampai beberapa judul ke depan, aku akan menyematkan segala pengalaman yang berkaitan dengan kepergianku ke 4 negara di belahan dunia sana yang kusebut sebagai Eropa : Italy, Vatican, Swiss dan Jerman. Perjalananku itu kulakukan tanggal 1 - 13 April 2017, pada saat Pra Paskah, hingga pas Kamis Putih. Mungkin tidak bisa kuselesaikan dengan cepat, karena aku masih riweh dengan segala hal internalku sendiri. Tubuh yang masih harus dipanasi, beberapa pekerjaan yang mesti dikejar, rencana-rencana perjalanan berikutnya dan juga endapan-endapan dalam hati dan otak yang perlu diurai dengan pelan-pelan.

Aku akan menuliskannya per tahap nantinya. Sebisa mungkin dengan detail-detailnya. Yang perlu kucatat di bagian awal ini dimulai pada 2 Pebruari 2017saat aku menerima surat dari Kardinal Turkson, yang awalnya kucurigai sebagai olokan dari siapa gitu. Susah dipercaya. Surat itu memintaku untuk menyimpan tanggal 3 dan 4 April karena mereka mengundangku untuk peringatan 50 tahun Popularum Progressio di Vatican.

Aku telpon mas Hendro sambil menjerit-jerit, haaa... ini surat benar ndak sih? "Aku akan tunggu surat resminya sebelum aku menyiapkan ini itu." Putusku.

Saat itu aku sedang menyiapkan diri untuk pergi ke Filiphina acara JPW Meeting. Jadi surat itu aku abaikan dengan penuh harap. Tentu saja setelah mengirimkannya dengan hati-hati ke Rm. Indro yang sedang sekolah di Roma (dia akan membantu banyak) dan juga ke Nadet di Swiss (yang spontan kepikir untuk dikunjungi jika memang aku jadi pergi). Dua nama ini otomatis muncul saat aku terima surat itu, tapi setelah berandai-andai dengan mereka berdua, aku berusaha melupakannya. Aku menikmati beberapa pekerjaan, juga kepergian ke Manila dan Batangas, dan berusaha melupakan surat itu walau aku sangat berharap bisa pergi sesuai undangan itu.

Sampai sebulan kemudian tak juga ada kabar lanjutan dari surat itu. Hmmm.... (Klik sini untuk sambunganya.)

Thursday, April 06, 2017

BANGSAT

Kalau sebuah relasi hanya dinilai sebagai hubungan bangsat, maka semua sudah berakhir. Titik.