Tuesday, December 20, 2011

End of Year

Menjelang akhir tahun, aku menutup edisi tahun 2011 dengan beberapa ingatan dan kenangan. Tahun 2011 ini menawarkan buanyak hal luar biasa bagiku. Aku akan membawanya pada perjalanan akhir tahunku ini, sembari mempersiapkan tahun 2012 yang akan segera datang. Evaluasi untuk diriku harus lebih kencang kulakukan. Jika mengingat awal tahun 2011 aku punya misi di tahun ini untuk SERIUS, aku harus benar-benar serius melakukan evaluasi akhir tahun ini.
Teman, silakan kirimi aku hasil penilaianmu tentang aku selama perjumpaan tahun 2011 ini. Juga kalau ada usulan, masukan, kritikan, uneg-uneg. Apa saja komentar silakan beri padaku. Itu akan bermanfaat bagiku. Aku menunggunya sebagai bagian dari bumbu yang akan kumasukkan pada racikanku awal tahun nanti. Aku membungkukkan badan padamu dengan ucapan tulus hati : Terimakasih!

Monday, December 19, 2011

Almost

Melayang di antara awan. Kadang tidak jelas, ada di mana berada. Aku menirukan bahasa Albert yang mengatakan,"Aku ingin terbang. Tanpa mengepakkan sayap. Sambil tiduran. Entah di mana, tidak usah dipikir."
Albert, anakku, kau bisa melakukannya? Hingga terwujud mimpimu itu? Ajari ibumu ini. Ibu yang semakin hari tidak semakin peka pada tanda-tanda yang kau suarakan.
Kemarin aku mengatakan padanya.
"Orang hidup itu ada maksudnya. Kalau masih hidup, berarti maksudnya masih ada. Seperti Abah yang masih hidup hingga kini, pasti ada maksud."
"Seperti untuk mengajar ngaji anak-anak. Begitu kan, bu?" Selanya.
"Iya. Untuk mengajar ngaji mereka. Juga untuk mengajar kita. Mengaji itu kan untuk dekat dengan Tuhan. Juga mengajar kita untuk dekat pada Tuhan."
"Hmmm...." Dia diam di sebelahku.
"Ingat siapa itu yang Sun Go Kong, yang tangannya besar, bisa menggapai saja. Kalau mau tinggal dipindah saja orang dari satu tempat ke tempat lain."
"Budharulai."
"Ah, masak? Yang tangannya besar itu. Raja Langit atau Kaisar Langit itu, lo."
"Iya."
"Tuhan hampir seperti itu. Tapi Dia tidak memakai tangan-tangan besar seperti itu, tapi bisa mengunakan Abah atau kita sebagai tanganNya untuk memindahkan apa saja. Untuk maksudNya."
"Ya. Hampir seperti itu. Makanya Abah masih hidup ya."
"Itu juga mengapa kita masih hidup. Tuhan butuh tangan, sesekali kita adalah tanganNya. Bagus kalau kita sering menjadi tanganNya."
Albert diam-diam saja. Sedang aku mengunyah-ngunyah sendiri kata-kata itu. Kata-kata itu untuk aku, bukan untuk dia. Aku belum memahaminya juga.

Monday, December 12, 2011

Favourite Place


Aku punya banyak tempat kesukaan. Jadi sebenarnya menceritakan satu tempat ini juga tidak terlalu istimewa. Tapi, berhubung kemarin sore baru kudatangi, aku ingin menceritakannya. Tempat itu adalah lapangan SPMA. Lapangan ini letaknya di luar atau samping perumahan tempat aku tinggal. Jadi aku harus keluar perumahan untuk menjangkaunya. Biasanya aku datangi bersama anak-anak plus bapaknya. Lapangan cukup luas, dengan dua gawang untuk bermain bola. Di sekelilingnya adalah tanah kosong. Sisi barat ada lahan singkong punya warga. Sisi barat adalah tanah kosong punya SPMA. Sebelah timur adalah gedung punya SPMA yang sekarang menjadi balai latihan milik Propinsi Lampung. Sebelah selatan adalah tanah kosong punya SPMA. Biasanya tiap sore tempat ini dipakai oleh anak-anak, dan remaja untuk beberapa kepentingan. Main bola di lapangan. Latihan motor atau mobil di jalanan sekitarnya. Ini jalan-jalan untuk kepentingan balai latihan. Cukup bagus, halus, aspal. Cukup sepi jadi aman untuk berlatih. Nah, jika ke sini aku selalu sempatin untuk berlari seputar dua putar. Lalu jalan kaki kesana kemari. Atau sekedar kejar-kejaran dengan anak-anak dengan bawa bola.
Satu hal yang cukup asyik namun cuma satu kali kulakukan adalah lempar buah palem. Di sekitar situ tumbuh pohon-pohon palem cukup banyak. Jika sedang berbuah, aduh, warnanya kayaknya segar sekali. Tapi karena tak bisa dimakan, cuma dipandangi. Eh, ternyata ketika buah itu warnanya sudah merah, mereka gampang sekali rontok. Lempar dengan satu buah yang satu jatuh, berhamburanlah buah-buah itu. Asyik banget apalagi buahnya memang sangat banyak. Nuansanya seperti main petasan. Lempar lalu, brukkksss, belasan buah rontok. Begitu lihat bisa seperti itu, semangatlah jiwa anak-anak. Ambil, raup yang banyak, lempar! Sampai gundul semua jatuh yang warna merah. Yang tidak kusadar, ternyata getah buah-buah ini membuat kulitku gatal. Semuanya, di tangan, kaki, leher, kepala, perut, punggung. Aduh. Menyebar ke seluruh tubuh. Ini terasa setelah sekitar 1 jam bermain lempar buah ini. Aku cari kran air, cuci, wouuuwww, malah gatalnya tambah nylekit sakit. Ampun! Setelah itu, tak kusentuh lagi buah ini. Cukup sudah.
Langsung pulang,mandi, gosok dengan minyak tawon, dan bertobat. Moga tidak lupa, karena setiap kali lihat buah palem, selalu ingin meraupnya kembali. Harus menahan diri. Hehehe...

Friday, December 09, 2011

Joseph Adi Wardoyo, SJ


Tanggal 8 Desember 2011, hari Kamis, pukul 17.30, ada bendera kuning tertancap di hatiku. Kabar meninggalnya simbah Adi mengiris hatiku. Kemarin, aku baru saja gegap gempita menceritakan gerakan aktif tanpa kekerasan di Lampung. Itu energi yang aku dapat darimu, Simbah. Masih tidak tetap hatiku, tapi aku terbantu dengan ingatan semangat yang kau tularkan mulai dari 1996 dulu itu. Kau harus pergi, memang harus pergi. Tapi sekaligus berpikir rumit, bagaimana kami? Bisakah kami mengambil energi dari kematianmu? Cukup dewasakah kami menyebarkan nilai aktif tanpa kekerasan padahal hati kami pun masih keras?
Aku masih akan menancapkan bendera kuning ini, dan menyebarkannya di lorong-lorong hatiku. Namun jangan kuatir, Mbah, pasti akan aku cabuti semua jika semua sudah lewat. Doakan dan berkati kami dari surga.

Thursday, December 08, 2011

Conspiracy (9)

 (Kisah sebelumnya)
Aku memandang Heart dan Brain bergantian. Mereka masih bersitegang dengan anggapan bahwa masing-masing paling benar. Aku tidak bisa menentukan mana yang paling benar, karena harusnya keduanya memang benar. Jika salah satu dari mereka aku anggap benar, aku pun tidak bisa menyalahkan yang lain.
"Kalian akan terus bertengkar?"
Aku bertanya lirih.
Jelas suara mereka lebih keras dari suaraku. Tapi mereka kemudian diam. Memandangku.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku seperti sedang mengibaskan rasa sakit.
"Aku akan mengerjakan kembali hal ini dengan rapi, Putri. Dengan syarat..."
Brain, yang berani dan kuat mengeluarkan suara.
"Apa?"
"Heart tidak ikut campur. Dia harus diam, tidak nyinyir bersuara maupun tidak bergerak, sedikitpun."
Heart langsung berang dengan mata melotot.
"Kamu! Lihat, Putri! Dengan enak dia bisa mengatakan hal itu seolah aku tidak punya posisi apa-apa di sini. Seolah dia yang paling penting dan bisa mengatasi ini."
"Terserah pada Putri. Tapi saya tidak bisa bekerja dengan bentuk tak jelas seperti yang dilakukan Heart."
"Kali ini kau meremehkanku? Huh, tidak ingat saat-saat kau sandarkan kepala di dadaku!"
Aku lebih menggelengkan lagi kepalaku. Kupejamkan mata.
"Kalian akan menyiksaku dengan pertengkaran kalian?" *
(Bersambung)

Wednesday, December 07, 2011

Active non Violence

Bagaimana memaknai aktif tanpa kekerasan? Menolak kekerasan, sudah pasti. Tidak sebagai korban, pelaku maupun saksi mata kekerasan. Tapi aktif, tidak pasif. Bagaimana? Aku sudah memulainya sejak tahun 1996, tapi hingga sekarang aku masih sering menjadi pelaku. Menjadi korban. Paling sering menjadi saksi mata kekerasan, yang pasif.
Maafkan aku.

Tuesday, December 06, 2011

Scare

Semalam aku merasakan ketakutan. Tidak banyak hal yang bisa membuatku takut, tapi bisa banyak hal juga membuatku ketakutan.
1. Ketakutan pertama adalah pada kemampuanku mendidik anak-anak. Mungkin bukan takut, tapi kuatir. Tapi dua hal ini menjadi hal yang mirip ketika terjadi. Rupanya memang besar sekali konsekwensi ketika anak-anak sudah hadir dan menjadi tanggung jawab.
2. Ketakutan pada perpisahan. Ini tidak mungkin dihindari untuk banyak situasi, dengan banyak orang, makluk, benda. Membayangkannya saja bisa menurunkan air mata apalagi jika benar-benar terjadi. Aku sudah mengalami banyak perpisahan, tapi tak pernah menjadi biasa karena itu.
3. Ketakutan tidak bisa mengendalikan diri. Aku berusaha keras melakukannya, namun sering sekali kemudian terjadi lepas kendali. Aku takut ini terjadi setiap kali karena aku sudah mengalami akibat dari hal ini, setiap kali. Huh.
4. Ketakutan remeh temeh. Aku hitung-hitung dulu ya.
Aku sering bilang aku takut gelap. Tapi ada saat-saat benar-benar gelap tak ada lampu juga menjadi nyaman.
Aku bilang aku takut ulat. Tapi berapa kali pernah juga aku bisa melewati gerombolan ulat bulu di hutan Semeru, atau tempat lain.
Aku bilang aku takut sendiri. Tapi ternyata, beberapa kali aku memilih sendirian, menyepi. Tidak mendengarkan apa-apa, tidak bersuara apa-apa.
Aku bilang aku takut berada di lalu lintas. Tapi setiap hari aku menyetir Mioku dengan nikmat. Juga membonceng nyaman siapa saja.
Aku bilang aku ketakutan. Tapi mungkin tidak ketakutan.

(Aku ingin mengolah ini. Aku ingin tidak gelisah atau panik. Aku ingin bijaksana pada semua situasi.)

Monday, December 05, 2011

Conspiracy (8)

(Kisah sebelumnya.)
"Jadi, apa yang kalian bisa kerjakan?"
Aku menantang masing-masing dari mereka. Heart gelisah di sudut mataku. Brain mendekat, mencoba memasang tubuhnya dengan angkuh. Dia mendehem sekali sebelum memulai kata-katanya.
"Kami sudah bekerja keras. Sudah beberapa putaran purnama kami mencoba melakukan beberapa strategi untuk menemukan kemauan Putri. Kami melakukannya dengan hati-hati supaya ini terjadi tanpa menyakiti Putri."
Aku menatap wajahnya yang serius.
"Jadi, apa hasil yang kalian dapat?"
Kembali Brain berdehem.
"Kami sudah menemukan titik terang. Bahkan kemudian kami sudah melangkah lebih jauh lagi untuk mendapatkan hasil yang optimal, seperti yang dimaui Putri. Putri tahu kalau kami sangat menyayangi Putri. Tidak ingin Putri terpuruk, celaka, dan mendapatkan malu. Kami tidak ingin Putri runtuh hancur oleh apapun juga."
"Lalu?"
Brain tidak mendehem tapi melirik ke arah Heart. Beberapa detik kemudian dia baru melanjutkan.
"Dia, tidak sabar. Melakukan tindakan gegabah yang merugikan semua. Kami sudah coba mengingatkan dia, tapi..."
"Tidak! Itu tidak betul!"
Heart berdiri dengan marah. Ingin membela diri dengan wajahnya yang merah padam.
"Diam, Heart! Memang kau mengacaukan rencana kita!"
"Tidak! Mereka yang berkianat dan mengacaukan semua, Lady. Mereka tidak mendengarkan kata-katamu, malah memberikan tafsiran sendiri terhadap keinginanmu."
"Kamu! Tidak ada pembicaraan yang pasti. Kita sudah sepakat, tapi kau! Apa yang kau kerjakan?!!"
"Aku hanya ingin menyelamatkan Putri dari pikiran logismu yang bodoh itu!"
"Kamu harus lebih mengendalikan diri, kalau tidak ingin Putri terjerumus dalam gerakmu yang ngawur melankolis itu!"
"Tapi kalian membuat tafsiran yang terlalu jauh dari kemauan Putri!"
"Kita tidak hanya mengikuti kemauan Putri! Heart, kau harus ikut terlibat juga untuk memberi keselamatan pada Putri. Keselamatannya lebih penting!"
Brain membelalak membentak terus bersuara.
Heart dengan wajah tak mau kalah tetap bersuara.

Kepalaku berdenyut-denyut mendengarkan debat kusir antara mereka. *
(Bersambung)

Friday, December 02, 2011

Conspiracy (7)

(Kisah sebelumnya. )
"Jadi, apa mau kalian?"
Hening. Mereka memandangku. Heart beringsut mendekat. Namun, Eyes dengan tamengnya menahannya sehingga jaraknya tidak lebih dekat padaku. Brain salah tingkah dengan wajah kekanakan, yang jarang sekali muncul dalam usia dewasaku ini.
Ketika aku berganti memandang mereka satu-persatu, mereka mengerjap-ngerjap, dalam hening.

Princes of Eyes. Badannya ramping indah. Sesekali dia bisa membulat untuk menggoda, namun seringkali dia adalah yang paling tanggap cepat ketika sesuatu terjadi. Dia mudah tertawa, semudah dia menangis. Dia sangat bebas leluasa bergerak kemanapun yang dia inginkan, terlebih jika melihat sesuatu yang indah, yang bening, yang bercahaya. Kemanapun dia pergi, dia membawa kantong-kantong air mata yang dia taburkan kemanapun dia suka. Maka, dimanapun dia berada, tanah-tanahnya akan basah, subur dan indah. Yang paling menyebalkan jika dia sudah merasa capek, hanya merasa, tidak betulan capek. Dia akan mengunci diri di kamarnya. Sekian lama.

Princes of Noses. Dia ini mudah sekali mengikuti Heart. Dia paling dekat dengan Heart. Dia punya tas paling besar di antara seluruh panglimaku. Dia menyimpan segala kenangan lewat radar yang mampu mencium, apapun yang dikatakan oleh Heart. Walau sesekali dia menolak, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tetap menaati Heart. Bahkan jika dia harus membongkar seluruh penyimpanannya hingga berhamburan. Lalu dengan teliti dia simpan lagi rapi, sehingga saat sesuatu muncul lagi, dia akan berjingkat mengenali. Ini bau yang pernah tercium! Itulah dia. Aku sangat terbantu olehnya, namun juga paling sering repot karenanya.

Princes of Mouths. Aku sering mengabaikan panglimaku yang ini. Maka dia paling sering tidak terkendali dari semuanya. Dia bisa mengeluarkan kata-kata paling manis yang tidak terbayangkan oleh siapa saja. Namun dia juga bisa mengeluarkan suara paling mengerikan yang pernah ada. Dia mengenakan mahkota indah yang ranum, yang cukup aku banggakan. Dan dia mempunyai titik-titik rasa yang sangat sensitif di sekitar mahkotanya itu. Aku lihat akhir-akhir ini dia cukup menahan diri, namun itu tidak bisa dilakukannya kalau dia bertemu hanya berdua dengan orang-orang yang sangat disukainya, atau justru yang sangat tidak disukainya. Yang aku suka, dia mampu menampilkan dirinya sesuai citra yang aku inginkan, maka dialah yang paling sering aku utus untuk pergi mewakili istanaku, kemana saja.

Princes of Ears. Dialah yang paling tenang diantara semua. Agak kasihan, akhir-akhir ini dia tidak terlalu sehat. Mungkin sudah semakin usur, sehingga seringkali dia hanya ingin berbaring saja, tidak melakukan apa-apa. Atau mungkin dia sudah semakin malas, karena yang didengarnya ya seperti itu-itu saja. Namun dia akan bangkit semangat kalau ada suara-suara tembang cinta. Cinta pada siapa saja. Dia akan cepat-cepat merangkul Eyes, dan juga Heart, untuk bersama-sama mendengarkan. Kemudian, ketika lagu itu berlalu, dia kembali tidak peduli, mendengarkan namun tidak mendengarkan.

Princes of Skins. Ini yang paling berbahaya dari semuanya. Pasukannya paling banyak dibanding semua. Bahkan berkali lipat. Tidak banyak gerakan yang dilakukannya, namun sekali dia bergerak, seluruh panglima lain akan terpengaruh olehnya. Kadang-kadang aku takut juga pada matanya yang galak dan keras itu. Apalagi jika dia sudah memekarkan seluruh bulu-bulunya. Aku tidak bisa tidak, mengkerut membayangkannya. Namun aku juga menyukainya, karena dari semuanya, hanya dia yang tahan terhadap luka.

Brain. Ah, Brain. Apa yang bisa kukatakan tentang dia. Dialah tumpuanku selama ini. Badannya yang tegap siap merangkulku, memelukku sehingga merasa tenang. Namun, dia ini juga yang paling berani mengacak-acak naluri maupun nuraniku. Membuatku tidak bisa tidur bermalam-malam. Tapi, untunglah ada dia.

Heart. Ah, Heart. Aku hidup karena ada dia. Maka aku paling sering mengundangnya datang untuk berbincang, sambil makan apapun camilan, dan juga menikmati cangkir-cangkir hangat maupun sejuk. Maka dibandingkan yang lain, tubuhnya paling tambun subur. Aku sering memintanya untuk menjauh, namun aku juga yang paling sering melanggarnya, kembali mengundangnya untuk datang, makan bersama, tidur bersama. *
(Bersambung)

Thursday, December 01, 2011

Conspiracy (6)

(Kisah sebelumnya.)
Istana menjadi dingin, beku dengan perkelahian antara Princes of Heart dengan para panglimaku yang lain. Brain yang aku harap bisa menjadi penengah, kali ini pura-pura sabar, ikut beku. Tidak ada tindakan apapun pada moment seperti ini. Seolah-olah dia membiarkan semua menjadi beku, membiarkan berlalu, berlaku begitu.
Hari ini memanggil mereka semua menghadap, tanpa pasukan. Masing-masing dirinya datang. Sikap kaku resmi menggelanyuti mereka semua. Kelihatan bahwa Heart berusaha menjauh. Matanya tertunduk pada kakinya sendiri, namun lihatlah kekerasan maksudnya. Aku tersenyum melihatnya. Sedikit geli karena kejanggalan posisi tubuhnya. Prince of Eyes, Noses, Mouths, Ears, dan Skins membawa tamengnya masing-masing. Mata mereka galak seolah ingin mengadili My Heart.
Brain mendehem berkali-kali. Aku melihatnya.
"Jadi, bagaimana perkembangannya?"
"Kami belum menemukan tanda-tanda, Putri."
"Tentu saja!"
Aku memberang dengan bentakan. Semua, kecuali Brain berjingkat kaget.
"Karena kalian sibuk dengan perkelahian kalian sendiri. Bahkan kalian bawa-bawa pasukan-pasukan kalian untuk ikut dalam persekongkolan ini!"
"Ampuni kami, Putri."
"Aku tarik mandatku!"
Mereka beringsut mendekatiku dengan sekali jingkatan kaget yang berikutnya.
"Aku yang akan melakukan sendiri pencarian ini. Aku yang akan mencari Dew. Sendiri!"
"Jangan!!!"
Mereka serempak dalam satu kata.
Brain mendekatiku dengan wajah, yang jelas dibuat kelihatan sabar.
"Putri, jangan lakukan itu."
"Kalian! Hanya! Mengawalku!! Aku! Akan mencarinya! Sendiri!"
Aku memberi tekanan pada tiap kataku.
"Jangan!!!"
Kembali mereka serempak menahanku. Kali ini dengan seluruh tubuh mereka, mencekal aku.* (Bersambung)

Wednesday, November 30, 2011

The Snake

Aku adalah ular
dengan kepala seribu
mengatakan ini dan itu
kepada ini dan itu

Bahkan ini dan itu
yang berlawanan
yang berkubu

Aku adalah ular
dengan kepala seribu

Aku

Tuesday, November 29, 2011

Jacket

Aku biasa pakai jaket kemanapun pergi, apalagi kalau bersama Mio-ku. Aku punya beberapa jaket, ehmm, mungkin ada 7 jaket. Mestinya lebih, tapi sebagian sudah tidak muat. (Hehehe...badanku agak melar akhir-akhir ini.) Satu jaket hilang saat aku tinggal di tempat parkir (padahal itu termasuk jaket kesayangan dan jaket termahalku). Sebagian lagi sudah dilempar ke pemilik baru. Jaket menjadi pelindung hangat ketika jalan kemanapun.
Nah, kemarin, aku mengalami sesuatu peristiwa gara-gara jaket. Gara-gara jaket aku menyarangkan dua pukulan ke dua pria. Hehehe...dua pukulan tak sengaja. Ceritanya, usai parkir di depan Kantor Pegadaian Kedaton, aku mengunci gembok roda depan motor, lalu berdiri di depannya. Tangan kananku aku rentangkan spontan untuk melepas jaket.
"Plak!"
"Aduh!"
Wah. Aku langsung menoleh ke belakang. Seorang pria memegang ulu hatinya terkena sabetan tangan kananku.
"Aduh, maaf. Tidak sengaja. Sungguh, maaf."
"Tidak apa-apa." Sambil meringis dia berlalu.
Maka aku jadi hati-hati. Aku melepas jaket tidak lagi merentangkan tangan. Aku tekuk siku.
"Dug!"
"Uff!"
Aaa... Aku toleh ke belakang, seorang pria terbungkuk memegang perutnya. Persis terkena sikutku, agak keras, karena dia berjalan agak cepat.
"Ya, ampun. Maaf!" Spontan aku teriak. Pria yang pertama tertawa ngakak, dan aku salah tingkah habis.
"Aduh, maaf, maaf, maaf..." Sampai aku gak ngerti lagi harus ngomong apa.
Dua pria berseragam sama itu meyakinkan aku bahwa semua okey, dan mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sama sembari senyum-senyum nyengir. Mungkin tidak sakit, tapi mereka pasti membicarakan peristiwa itu dan, apa ya yang dikatakan oleh mereka tentang aku? Wah.

Monday, November 28, 2011

Growth in Community

Sabtu - Minggu lalu aku menemani belasan mahasiswa STIE Gentiaras dalam pelatihan dasar jurnalistik. Dari awal aku udah bilang, ini adalah pelatihan. Intinya bukan aku yang bicara tapi mereka yang berlatih menulis. Maka urusannya menulis, menulis, menulis, dan menulis. Tulisan pertama, yeach, amburadul. Tapi aku bilang itu modal awal yang luar biasa. Dalam waktu 10 menit bisa menghasilkan sebuah tulisan. Hebat itu. Lalu tulisan yang kedua, lumayan, bisa dibaca. Tulisan ketiga, cukup okey. Rangkuman kesalahan seperti ejaan, tanda baca, huruf kapital, penulisan singkatan, nama, pemisahan paragraf dll, aku ingatkan lagi-lagi-lagi.
Tulisan terakhir mereka semua adalah sebuah feature tentang apapun, yang harus mereka cari di sekitar kampus. Hasilnya menarik. Ada yang bercerita tentang kehidupan seorang satpam, kostan sebagai rumah kedua, jualan sekitar kampus, dll. Penekananku di bagian akhir adalah bagaimana mereka semua bisa berkembang dalam komunitas yang mereka sudah bentuk itu. Menulis, membagikan tulisan dalam pertemuan periodik untuk saling koreksi dan edit, sebar lewat media yang mereka punya. Wah, itu dapat menjadi ajang luar biasa untuk banyak hal. Secara personal maupun kelompok.

Thursday, November 24, 2011

Lazy Morning

Pagi ini begitu muram, buram. Juga dingin dan malas. Bahkan matahari saja enggan bangun, apalagi aku. Lagu-lagu sendu mengalun di otakku. "Kusanggup walau ku tak mau..." Ritual pagi kulakukan semua, tak ada yang terlewat. Tapi sulit mengembangkan semangat yang penuh. Masak sayur bening bayam (tidak cocok untuk hari yang dingin dan basah, tapi cuma bayam yang tersisa hijau di kulkas), lalu bikin sambel ikan kembung, menggoreng tempe dan tahu. Bernard minta bonus telur dadar untuk sarapan. Okey, semua kulakukan. Tapi, entah, ... rasanya tidak pengin kulakukan.
Saat mulai keluar pagar rumah, dengan Albert di boncengan, dia menyenandungkan lagu yang tak kedengaran syairnya. Aku tahu itu lagunya Sule. Dan biasana jika Albert yang nyanyi seperti itu pasti tangan dan badannya goyang ngikuti gerakan Sule juga. Tapi karena di motor, entah dia goyangin apa. Lalu tiba-tiba dia nyeletuk :
"Wow! Ww..wow..."
"Apa, Bert? Dingin?"
"Aku lagi membayangkan sesuatu yang enak, bu!"
Astaga! Dia ini kadang-kadang memang persis ibunya, kalau lagi lebay, ya minta ampun, lebay semuanya. Dan khayalannya, lebay juga. Jadi aku pengin mendengarkan juga.
"Ya?"
"Pagi kayak gini enaknya tiduran di dalam tenda, di halaman atau di mana gitu. Sambil makan apa gitu...enaknya."
Aaaa, aku setuju, Albert. Andai dia tidak harus ke sekolah dan aku harus ke kantor, pasti kami pergi ke tempat seperti itu...wow.

Wednesday, November 23, 2011

Dangerously Way


Ternyata lalulintas di Indonesia memang sangat mengerikan. Kesadaran-kesadaran memunculkan kenyataan ini. Awalnya aku tidak terlalu serius memikirkannya. Ya, ada kecelakaan ini. Kecelakaan itu. Satu meninggal, beberapa meninggal. Semua luka, parah dan ringan. Ada angka-angka. Juga aku masih belum serius memikirkan walau sering merasa marah dan sedih ketika di jalanan. Tidak serius juga ketika Nadet bilang gak berani naik motor lagi ketika pulang di Indonesia. Sekali-sekalinya naik motor malah membuahkan luka di kakinya. Belum serius juga ketika aku nyungsep bareng Bernard dengan luka panjang di kaki kiri dan tangan kiriku sampai berjalan terpincang-pincang. Masih biasa juga ketika Bang Tigor bicara tentang lalulintas Jakarta. Namun tiga hari terakhir ini aku memikirkan serius hal ini dan memutuskan dengan segala pertimbangan bahwa jalanan/lalulintas di Indonesia adalah cara yang membahayakan bagi semua makluk yang ada di jalur-jalurnya untuk melakukan perjalanan.
Tidak banyak lagi yang ingat apa makna rambu-rambu lalu lintas, bahkan yang paling sederhana seperti lampu merah, kuning, hijau. Apalagi rambu-rambu lain seperti S dicoret, tanda panah dicoret, dll.
Tidak banyak yang tahu cara berkendara yang benar seperti kapan mestinya mengerem, kapan gas, kapan lampu dinyalakan, lampu tanda belok dinyalakan dan sebagainya. Apalagi soal knalpot, asap, suara, warna lampu dll.
Tidak banyak yang ingat bahwa nyawa hanya satu, sehingga berani mati (konyol) menerjang jalan, belok semaunya, merokok sambil menyetir, kirim/buka sms dan teleponan sambil nyetir. Ampun.
Tidak banyak yang tahu bahwa ada fasilitas yang sudah tersedia untuk kenyamanan seperti trotoar untuk pejalan kaki, jembatan penyeberang untuk menyeberang jalan, dll.
Tidak banyak yang santun tahu bahwa jalan bukan hanya punyanya sendiri. Tapi ada pejalan kaki, pengendara sepeda ontel, becak, gerobak, ambulance, dll.
Parahnya, bahkan kebanyakan polisi lalulintas pun tidak merasa punya tanggungjawab untuk mengingatkan pelanggaran-pelanggaran seperti itu karena mereka pun melakukan. Para pemakai seragam lain juga sama saja, kebanyakan tidak mengerti point-point di atas. Malah seringkali itu ditambah dengan hal-hal menjijikkan lain seperti menganggap jalanan sebagai tempat sampah sehingga tisu, plastik, kertas bisa diterbangkan saja di situ. Atau meludah sambil mengendara. Atau...lain-lain. Coba saja lihat di jalan-jalan kota dan pinggiran kota di seluruh Indonesia! Lihatlah juga caramu sendiri berkendara.

Tuesday, November 22, 2011

Look the soccer!

Di menit ke 5, Indonesia menyarangkan satu gol manis lewat Gunawan. Usai itu Lampung hujan, dan aku yang sudah merasa menang, tidur bergelung dengan dengan Bernard. Lebih sejam kemudian, aku terbangun. Masih hujan, dan kehebohan terjadi antara Indonesia dan Malaysia dengan adu pinalti. Wah, pasti kalah nih! Aku membatin begitu walau skor masih sama 3 - 3. Melihat tendangan terakhir yang tidak masuk, wah, Malaysia sudah menang 3,5 tuh. Dan melihat power yang dimiliki si kapten, tamat sudah harapan untuk periode ini mendapatkan emas dari sepak bola.
Lihat itu. Indonesia punya potensi yang besar, lebih dari negara-negara lain di Asia Tenggara. Namun bukan hanya soal potensi maka kemenangan bisa diraih. Ada hal-hal lain yang harus digali :
1. Harga diri, kepercayaan diri (tidak sekedar narsis, naif, tidak tahu malu, PD walau berbuat salah)
2. Manajemen kepemimpinan (tidak sekedar ada presiden, protokoler, plus kepentingan mempertahankan citra) Berbagi peran, bukan hanya rebutan lahan.
3. Perhatian yang lebih pada kelompok paling ujung, paling bawah, paling tidak punya kekuatan.

Jadi, lihat bagaimana pertama Tim U-23 telah unggul karena memang potensi yang luar biasa di dalamnya. Salut, juga untuk Pak Rahmad! Tim yang asyik. Walau 3 - 4, tidak mendapat medali, aku menganggap tim ini sudah menang. Coba bisa dilihat juga oleh tim-tim penting lain yang ada di Indonesia. Tidak takut jatuh untuk meraih bola, biarpun pasti sakit, belepotan lumpur, benturan keras! Sportif! Luar biasa.

Monday, November 21, 2011

The Woman in the Sand

Kantorku sedang beku di suatu siang.

Seorang perempuan datang
dengan senyum mengembang

berlawanan dengan matanya yang sembab
kebanyakan minum? menangis?

jelas ada duka
jelas kesakitan
di dalam tubuhnya

aku hanya menatapnya
mencoba menangkap cerita
yang meluncur dari hatinya

"Kemarin tes darah di kantor
aku pasti diPHK,
karena darahku
sudah tercemar HIV.
Pacarku, dulu
kurang ajar menularkan padaku.
Bagaimana aku sekarang?"

Mulutnya terkunci dalam senyum mengembang
namun hati dan tubuhnya remuk dalam sakit.

Aku tidak bisa bersuara untuknya.
Seorang laki-laki sahabatnya
aku desak.
"Temani dia, dengarkan dia, dengan baik."

Anggukan kepalanya melegakanku,
tanpa melepaskan tanggungjawabku,
karena sudah tahu kisah yang menimpa,
perempuan muda itu.

Bantulah aku menjadi lebih lega lagi.
Teman-teman, please, tunjukkan ruang yang nyaman,
yang bisa kutawarkan pada perempuan muda itu.

Wednesday, November 16, 2011

What's next?

Setiap bulan, aku mengalami siklus ini. Siklus bulanan, katakanlah begitu. Atau tepatnya salah satu siklus bulanan, karena aku rupanya punya siklus-siklus lain yang terus berputar. Siklus yang ini aku dapatkan sejak 2005, sudah cukup matang untuk dinikmati hingga kini. Di salah satu fasenya, ada rasa lega luar biasa kalau mampu kulewati.
Hehehe, gak jelas ya? Begini, ini tentang pekerjaanku di majalah. Sebagai pemimpin redaksi (yang sekaligus kuli angkut, pencari data, penulis, editor, distributor, manajer dsb) aku harus melakukan editing semua naskah sebelum masuk ke bagian lay out. Pada tanggal 15 tiap bulannya, pekerjaannya ini harus kelar. Harus! Walau hujan badai atau apapun yang terjadi, harus selesai! Kadang, saat garis mati (deadline) ini muncul, naskah pun belum terkumpul. Aku harus bekerja sangat-sangat-sangat keras untuk mewujudkan minimal 25 naskah panjang pendek menjadi tulisan siap saji, siap ditata jadi majalah. Dan ini terjadi tiap bulan.
Fase lega itu adalah hari dinama semua naskah itu sudah selesai edit, selesai susun, selesai rapi, dalam folder, plus foto-foto yang menyertai. Kelegaan yang tak terbayangkan oleh orang yang di luar pekerjaan ini. Seperti apa ya rasanya? Dulu aku pernah mengandaikannya seperti selesainya satu bundel benang kusut yang dirapikan. Sulit dikatakan dengan kalimat. Nanti aku cari padanan lain deh.
Tapi ya itu tadi, karena ini adalah siklus, maka fase berikutnya sudah menunggu. Saat lega ini hanya berlangsung beberapa menit, paling lama beberapa jam. Kalau pun dipaksakan tidak akan lebih dari berhari-hari.

Tuesday, November 15, 2011

Free for Hugs

Seseorang yang membaca postingku yang terakhir bertanya :
"Mbak, sampeyan sungguh bisa menawarkan pelukan kepada semua orang?"
"Apa maksudnya?"
"Tuh, di kiriman itu, dikatakan ingin menawarkan pelukan."
"O. Bisa. Kenapa? Bukan hanya menawarkan, tapi sungguh-sungguh memeluk."
"Ah, yang benar? Kalau orang itu tidak dikenal juga mau?"
"Tentu saja. Kenapa tidak?"
"Tidak pas."
"Tidak pas dengan apa, siapa?"
"Entahlah."
Aku kira dia ini memang mau memprotes. Tapi aku tidak mempunyai masalah apa-apa tentang hal ini. Pelukanku gratis untuk siapa saja.

Saturday, November 12, 2011

Mama...

Tadi pagi, baru saja, dalam perjalanan dari sekolah Albert ke kantor, aku jalan pelan santai dengan Mio-ku, setengah melamun. Tak sadar aku mengikuti bebek biru yang berjalan pelan hanya beberapa centi di depanku. Isengku yang kambuh membuatku hanya mengikuti saja, dia ini belok kemana kuikuti. Aku kaget ketika lewat kaca spion motor itu, wajah yang luar biasa sedih tergambar. Apa yang dia alami? Sejurus kemudian wajah itu memerah, menahan sesuatu yang kemudian keluar dengan derai air matanya. Aduh, menangis sambil naik motor. Semakin pelan jalannya, aku masih mengikuti. Jelas kelihatan guncangan badannya bukan karena motor tapi karena tangisan. Bibirnya membuka menutup dengan satu kata yang aku yakini diucapkan oleh perempuan itu.
"Mamaa..."
Usapan tangan kirinya menutup sekilas. Tapi kemudian satu kata itu terulang-ulang diungkap oleh bibirnya dalam isak yang ritmis, khas orang yang menangis.
"Mama, mama, mama..."
Aku tidak berani menyetopnya, untuk menanyakan apa yang terjadi atau apakah bisa menawarkan sebuah pelukan. Atau sekedar mengingatkan bahaya menangis sambil berkendara.
Beberapa pikiran terlintas, mungkin ibunya sedang sakit, atau baru saja meninggal, atau dia diusir oleh ibunya karena suatu hal, atau, ...apa ya?

Friday, November 11, 2011

Growing


Di hujan pertama di Lampung, aku menaburkan benih sawi di beberapa tempat di samping dan belakang rumah. Aku bariskan berlarik-larik. Albert dan Bernard hanya mengikuti di belakangku dengan heran. Tidak membantu, tidak bertanya. Mas Hendro hanya senyum-senyum. Dia pasti menyangka,"Ah, istriku akhirnya bertobat juga. Menyadari bahwa alam harus dilestarikan dengan tangan-tangannya. Bukan hanya dengan mulutnya yang hanya rajin berkomentar berteori. Serta menyantap menikmati saja." Hehehehe...aku hanya menduga-duga...
Hari ini benih-benih itu sudah menumbuhkan 2-4 lembar daun mini hijau segar. Batangnya yang ringkih sebagian ambruk, terkena hujan semalam, tapi aku yakin mereka hidup. Beberapa minggu lagi pasti mereka siap untuk diambil, menambah mi rebus yang kubuat malam-malam penghangat perut. Nanti sore pulang kerja aku akan mengisi lagi beberapa pot yang sudah disiapkan tanahnya. Aku kira kalau siang ini hujan lagi, pasti moodku juga akan berhamburan jatuh di badan. Hehehe...aku hanya menduga-duga...

"RINDU"

Monday, November 07, 2011

Important News

Semalam, pulang dari rapat (rapat begituan ajah, tidak penting, seperti biasanya rapat-rapat itulah), aku sibuk dengan hal tetek bengek rumah. Manasin sayur, ngoprak-oprak Albert supaya bangkit lagi dari kasur karena rupanya dia belum makan, n membereskan apa yang perlu dibereskan. Sampai lupa untuk menyapa kekasihku yang penting di rumah. Bernard! Hehehe, dia sudah beres dengan buku-bukunya, sudah makan, sudah santai...gak banyak bergerak. Jadi gak kelihatan. Hehehe. (Dia ini pasti marah-marah kalau membaca tulisan ini beberapa tahun lagi. Keep smile, Bernard!)
Dia mengendap-ngendap di belakangku, menarik-narik badanku supaya kupingku terjangkau.
"Ayo ikut aku, bu. Ada hal penting yang harus kukatakan."
Wow, hal penting! Menahan wajahku tetap pada posisi serius aku ikuti tarikan tangannya ke pojok kamar. Dia tutupi kupingku kanan kiri dengan tangannya. Bibirnya yang basah menempel di kupingku, agak geli, tapi tentu saja kutahan. Ini kan berita penting jadi aku harus serius.
"Ya, ada apa?"
"Ssst, aku sudah bisa berjalan menapak lagi."
"Oooo...?"
"Sudah bisa jalan biasa lagi."
"Sudah tidak sakit?"
"Masih dikit. Tapi jalanku tidak pincang lagi."
"Oke. Besok pagi pasti sudah tidak sakit lagi."
"Iya harus. Kalau tidak kan tidak bisa pakai sepatu ke sekolah." Masih sambil bisik-bisik.
"Satu sepatu satu sandal."
"Wah, masak satu pakai sepatu satu pakai sandal?" Dia melihat kakinya, lalu meninggalkan aku di pojok kamar pengin senyum. Muka bapake heran melihat apa yang terjadi, cepet-cepet kutempeli bibirku di telinganya.
"Ssst...ada berita penting... Bernard sudah bisa berjalan tidak pincang. Hehehe..."

Mulanya adalah hari Sabtu, bapake dan Albert mengganti keramik kamar mandi berdua. Mereka hebat bisa jadi satu tim untuk membongkar dan memasang keramik-keramik itu. Namun ada satu hal yang tidak bisa mereka lakukan, yaitu memotong keramik. Segala cara dibuat, tapi hasilnya keramik jadi puing-puing. Nah, salah satu pecahan keramik itulah yang mengenai kaki Bernard sehingga dia terpincang-pincang. Anak berani dia, jadi hanya nangis sebentar itupun setelah aku datang dengan wajah kuatir (soalnya darahnya berceceran buanyak sekali). Saat aku biasa saja, dia tenang. Pun saat aku kasih obat, dia hanya bilang geli, karena luka kecil itu di telapak kaki, bagian sensitif dan geli jika dipegang. Begitulah.

Friday, November 04, 2011

Overwhelmed

Aku sungguh kewalahan. Ini masa yang sungguh-sungguh repot. Aku tak boleh mengeluh, bukan? Maka aku ambil salah satu topengku untuk menutupi wajah asliku yang sedang lusuh, pucat, lelah.
Bedak tebal, alis menghitam, lipstik merah, rambut sasak ditarik, perhiasan dan kostum kupakai lengkap. Ah, aku bisa tersenyum di baliknya. Dan tetap berjalan, berlari dari satu jam ke jam berikutnya.
Topeng dan kostum lengkap yang tidak cantik. Akan cepat kulepas. Tentu saja.

Wednesday, November 02, 2011

Leakage


Sudah kutahan, berusaha kutahan. Ini usaha yang sangat besar dengan melibatkan seluruh tubuh dan pertahanan yang kupunya. Berharap tidak ada kebocoran yang muncul di mana pun, kapanpun. Minimal tidak terlihat bocor oleh siapapun, apapun, bagaimanapun.
Aduh, masalahnya aku adalah perempuan dengan perasaan sebagai raja diraja penguasa. Seberapa kuat kata dibentakkan supaya aku tidak memelihara perasaan, aku kesulitan serentak sepihak. Karena raja harus kuhormati, begitulah perasaan bagi jiwa dan tubuh ringkihku. Aku kesulitan mengatasi hal ini.
Namun aku akan terus berusaha. Jangan kuatir. Aku pun tak ingin ada kebocoran dari lubang-lubang (luka-luka?) hatiku. Kau bisa lihat kepalaku dari jendela, tapi bukan wajahku.

Friday, October 28, 2011

Bernard

Tanggal 26 Oktober lalu Bernard ulang tahun ke 8. Tapi dasar Bernard, selalu saja ada ide aneh dalam otaknya.
"Aku tidak mau ulang tahun hari ini. Ulang tahunku hari minggu nanti."
Jadi salam peluk ciumku ditolaknya. Juga dari bapak dan kakaknya. Tidak mau ada makanan khusus. Acara khusus. Nyanyian. Atau apapun.
"Ulang tahunku hari minggu."
Ya ampun, Bernard. (Aku ingat dua tahun lalu Albert tidak mau ulang tahun yang ke 8. Dia hanya mau ulang tahun ke 9. Padahal tahun itu dia 8 tahun!)
Tapi tetap aku membuatkan dia opor ayam dan mi panjang umur. Walau dia tidak mau memimpin doa bersama, dia tetap makan dengan lahap, sangat sangat banyak. Boleh, my son. Boleh saja, Minggu nanti ultahmu, hari untukmu, tapi aku mengingat khusus tanggal 26 Oktober, 8 tahun lalu, saat kau lahir dan diletakkan di dadaku dengan tangisan nyaring. I love u.

Monday, October 24, 2011

Short time at Bangkok

Kesempatan yang sangat mendadak tiba-tiba aku dapat. Aku harus pergi ke Bangkok, pertemuan untuk Asia Working Group untuk bidang buruh migran dan perantau. Hanya dalam waktu 7 hari menyiapkan segala hal. Untung Dining yang manis baik hati (thanks, Dining) menyiapkan hal-hal teknis menyangkut tiket dan lain-lain.
Tanggal 9 Okt aku berangkat dari Lampung, dengan Garuda jam 8.30, transit di Cengkareng. GA 686 berangkat dari situ jam 12.50. Tiba di Bangkok jam 16.00. Harusnya seseorang akan menjemputku di situ, tapi aku tak kutemukan sampai satu jam lebih. Aku sudah berpikir untuk naik taksi, atau angkutan lain setelah membongkar tasku untuk melihat alamat lokasi pertemuan. Tidak sengaja, aku melihat seseorang sedang sibuk melihat jadwal kedatangan pesawat di meeting point bandara. Aku lihat di map yang dia pegang ada tulisan kecil 'ICMC'. Jadi kutowel si bapak, yang ternyata Fr. Pairat setelah aku menyapanya dan memastikan dialah yang memang menjemputku. Aman. Dia masih harus menjemput dua orang lagi, jadi aku menemaninya beberapa saat.
Tempat pertemuan adalah Camillian Pastoral Care Center, berada di Latkrabang. Persis saat kami pertemuan, selama 3 hari, daerah itu tergenang air. Cukup nyengir, sekalinya ke Bangkok tidak bisa jalan-jalan karena banjir. Di banyak tempat lain di Thailand, banjir cukup parah.
Dua hari full untuk rapat. Pemetaan situasi perburuhan dan migrasi, lalu mencari beberapa alternatif yang bisa dilakukan dalam kerjasama antar negara. Sampai ada 7 point kesepakatan.
Hari terakhir aku memaksa untuk keluar. Panitia setempat agak kuatir tapi kemudian mereka memberiku peta, beberapa petunjuk untuk naik sky train, dan memastikan bahwa semua aman dan mudah bagiku. Mereka, peserta lain yang 14 orang itu, para bishop dan priest, sepertinya gak minat untuk kemana-mana. Satu orang dari India, Fr. Jose-lah yang kemudian berminat (aku kira setelah melihat kegigihanku untuk pergi sendirian, hehehe) untuk ikut jalan. Jadilah kami berdua pergi. Diantar oleh sopir penginapan ke stasiun Latkrabang. Niat awal ke Cathucak, tapi info yang salah, karena tuh tempat hanya buka Sabtu - Minggu. Jadi di stasiun Praya Thai, kami mengalihkan arah, ke Mahboonkrong. Ini seperti Mangga Duanya Jakarta, hehehe. Jadi apa yang bisa kami lihat? Yang pasti dapat gantungan kunci untuk oleh-oleh. Hehehe. Juga mengalami naik sky train, lihat Thailand dari alat transportasi ini, ...dan lumayan. Menyenangkan.
Tanggal 12 Okt sudah balik Jakarta. Dengan GA 687, terbang jam 14.10. Waktu Jakarta dan Bangkok tidak beda. Sampai di Cengkareng aku mesti buru-buru, kebut cari bus shuttle untuk menuju terminal 1b, tempat Lion untuk terbang ke Lampung.
Anggap saja ini adalah perjalanan survey. Aku ingin kesana lagi. Agak lama. Untuk menikmati tempat-tempat indah di sana.

Thursday, October 20, 2011

Daster

Daster adalah baju paling mengerikan namun paling nyaman bagi perempuan. Saat memakai daster, perempuan bisa lupa diri.
1. Karena bentuknya yang longgar, maka perempuan tidak merasakan gangguan saat makan sebanyak-banyaknya. Tidak akan merasa sesak bahkan ketika perut dan pinggul semakin melar.
2. Karena memberikan ruang persentuhan dengan udara yang semakin banyak, sehingga sensasi kulit terasa segar, bergairah. Udara membawa banyak hasrat. (Hehehe... Yuli, bahasamu! Pasti ada yang mbatin gitu dalam hati. Hehehe...) Tapi memang iya begitu.
3. Karena dapat dipadankan dengan apapun seenak hati. Bahkan tidak perlu mandi dulu, tidak perlu menata rambut, berdandan, pake wewangian dll. Pokoke gak harus pake aturan. Seperti kalau pake kebaya maka roknya harus gini-gitu, rambut harus diapain, dll.

Ada yang suka pake daster? Sekarang ini aku punya satu dikasih Yeni, yang punya buanyak gara-gara habis lahiran. Setiap habis cuci aku pake, cuci, pake lagi, cuci lagi, pake lagi.... Mengerikan!


Tuesday, October 18, 2011

Pemulihan Alam untuk Hari Pangan Sedunia

Hari pangan sedunia pada 16 Oktober tiap tahunnya. Tahun ini aku memperingatinya pada tanggal 17 Oktober dengan menemui sekelompok petani organik dari Metro, namanya kelompok Hadi Makmur. Mereka sudah 6 musim panen menanam padi secara alami tanpa bahan kimia buatan maupun beli. Pupuk dari fermentasi sampah dan jerami sisa panen. Air yang lebih irit 40 % dari sawah non organik, dan hasilnya : sawah sehat. Bagi tanah, bagi udara, dan bagi konsumen macam aku.
Selain kelompok ini sudah ada kelompok lain yang aku kunjungi sebulan lalu, yaitu kelompok Alam Lestari, di Bangunrejo. Semangat yang sama kutemui dari dua kelompok ini, yaitu ingin memulihkan alam seperti pada hakekatnya. Aku salut pada perjuangan mereka. Dan terimakasih, karena aku bisa mengkonsumsi beras organik yang terjangkau. Baru ini peranku dalam usaha mereka. Makan beras yang mereka olah dengan sentuhan jari-jari pada setiap butir benih hingga tiap butir beras tertampi. Terimakasih, petani organik!

Monday, October 10, 2011

Stop it!

Aku memerintahkan ini berkali-kali.
"Hentikan! Sekarang juga."
Kau mengatakan :
"Iya. Aku akan menghentikan lajunya. Tak akan ada lagi. Aku berjanji!"
Tapi setiap kali kemudian engkau usil mengulanginya. Lagi. Lagi. Tidak terasakah sakit itu sehingga kau tak pernah kapok?
"Hentikan! Sekarang juga."
Kau mengatakan :
"Iya. Aku hentikan."
Kali ini, bisakah tidak ada lain kali? Biar tidak ada remuk redam menghias piguramu yang sungguh cantik. Berjanjilah My Excellencies Princes of Heart. Hentikan!

Wednesday, October 05, 2011

Hot September

Septemberku memanas dengan banyaknya aktifitas yang kulalui. Segala macam perjumpaan di Lampung maupun luar Lampung. Sangat-sangat panas.
Yang prioritas dua perjalanan ke Lembang dan Muntilan, dua minggu berturut-turut, diselingi satu minggu di Lampung yang padat.
Lembang? Ya, selalu sejuk, walau capek karena rapat pleno Komisi Keadilan perdamaian dan Pastoral Migran Perantau cukup padat menguras energi yang sudah lungkrah karena hati tertambat di RS Harapan Kita, pada ibu.
Muntilan? Ya, Muntilan pembawa harapan. Disertai perjumpaan orang-orang di Realino, Scolastikat SCJ, Kulonprogo, house of Raminten dan always Malioboro. Semuanya jadi perjumpaan dan perjalanan menarik.
Septemberku yang panas, membuat tekanan darah tinggi dan vertigo.

Friday, September 23, 2011

Act Like The Children

Anak-anak mempunyai sifat yang tidak terduga. Mudah gembira, mudah tertarik pada apapun juga, tidak takut pada resiko, berani bergerak yang di luar biasa, berteman dengan siapa saja, tidak membawa dendam dalam pertemanan, dll. Segalanya enak. Bukannya tanpa masalah. Tapi tiada beban menanggung masalah. Orang dewasa pun hakekatnya tetap anak-anak. Menyenangkan kalau bisa tetap berbuat seperti anak-anak. Tertawa lepas, bergerak lepas...

Tuesday, September 13, 2011

PRESS RELEASE MASYARAKAT PEKAT RAYA Gubuk-gubuk untuk hidup yang dihancurkan

Masyarakat Pekat Raya, adalah rakyat tak bertanah yang menggarap tanah di register 45 Sungai Buaya, Kabupaten Mesuji. Awalnya, mereka menggarap lahan di sana atas jaminan dari LSM Patriot dan LSM Megoupak pada tahun 1999, yang menjualbelikan lahan register itu kepada para penggarap. Nilainya berkisar antara Rp500 ribu-Rp2 juta. Dan sejak 2008 harganya menjadi 4 juta-7 juta per hektar. Dalam hal ini petani menjadi korban penipuan. Selain Maryarakat Pekat, Kelompok lain yang hidup di register itu adalah Labuhan Indah dan Moro-moro.

Dari 43.100 hektar luas wilayah hutan Register 45, yang diberikan izin HTI kepada PT Sylva Inhutani, oleh Menteri Kehutanan, sebanyak 4.500 ha diantaranya kini masih dikuasai masyarakat petani penggarap yang berjumlah sekitar 2.000 keluarga. PT Sylva Inhutani adalah perusahaan yang didirikan oleh PT Inhutani dengan PT Bumi Waras dan mendapatkan hak kelola hutan HTI tersebut sejak 1997. Tetapi tidak mampu dan tidak mengelola sejumlah besar lahan sesuatu peruntukan. Ada lahan-lahan yang diterlantarkan atau ditanami tidak sesuai seperti yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 93/Kpts-II/1997SK kepada PT Sylva Inhutani.

Masyarakat Pekat Raya yang menjadi korban penipuan, telah mengalami beberapa kali penggusuran dengan perobohan rumah-rumah tempat mereka tinggal. Hari senin (20 Februari 2006) sekitar pukul 10.00. WIB 74 membongkar paksa rumah dan pondok warga. Perobohan dilakukan oleh puluhan Satpam PT Silva Inhutani yang dikawal petugas Dalmas, Brimob, Koramil Mesuji, Polisi Pamong Praja (Pol. PP), dan Polisi Kehutanan (Polhut). Pengusiran lain juga dilakukan pada 6 November 2006 yang telah merenggut korban jiwa. Seorang perambah tewas dan satu lagi dirawat akibat luka tembak dalam bentrokan.

Pada Februari 2008, penggusuran dilakukan oleh sekitar 300 Satpam, Polisi (Polres) Brimob dan TNI. Pada saat itu ada 150 an rumah dirobohkan. Dan penggusuran selanjutnya dilakukan sekitar 1.000 personil Tim Terpadu pada Februari 2011. Waktu itu, terjadi bentrok yang tidak terhindarkan antar warga dan tim terpadu. Ada 11 petani yang dikriminalisasi dan ditangkap dan ditahan di Polres. Banyak pengungsi waktu itu yang depresi dan diserang penyakit karena bernaung ditempat seadanya. Akibat penggusuran itu, dari 1.200 keluarga, kini 400 an keluarga yang masih bertahan.

Pasca penggusuran, melalui negosiasi Masyarakat Pekat dengan Menpdagri, DPD dan Pemerintah Provinsi, Petani PEKAT sepakat untuk di transmigrasikan ke Kalimantan Barat. Tetapi dalam rentang waktu dimana petani menunggu realisasi transmigrasi tersebut, pada 7 September 2011 sekitar 1.200 personil Tim Terpadu turun untuk merubuhkan rumah-rumah dengan menggunakan 5 eskavator, 2 grader dan 1 sopel dan water cannon.

Pada tengah hari 8 September 2011, semua rumah-rumah warga telah rata dengan tanah, mereka sekarang mengungsi di rumah-rumah ibadah dengan kegetiran yang dalam. Tetapi kemudian rumah-rumah ibadah (Mesjid) diduduki oleh Tim Terpadu dan semua warga dipaksa untuk keluar.

Tidak hanya itu, warga merasakan kepiluan mendalam karena pengeras suara mesjid, karpet, beduk diambil oleh Tim Terpadu. Demikian juga warga mengaku bahwa barang-barang mereka banyak yang telah dijarah oleh oknum-oknum Tim Terpadu.

Mereka harus keluar dan jika ada yang bermalam akan ditangkap atau dinaikkan paksa ke truk dan dilepas di luar area register. Mereka tidak tahu harus pergi kemana, dengan anak-anak mereka yang masih kecil. Akibat penggusuran ini kembali ratusan ibu-ibu mengalami depresi dan kegetiran yang mendalam setelah menyaksikan rumah-rumah mereka di robohkan oleh alat berat.

Menjelang malam, karena ketakutan mereka keluar dan sebagian besar mengungsi ke Moro-moro. Sedangkan 250 an orang mengungsi ke SP3, yakni desa terdekat dari Pekat. Tetapi sejak siang sampai jam 9 malam, tidak ada yang memberikan mereka makanan walau mereka sudah kelaparan.

Melalui press release ini, masyarakat Pekat Raya meminta agar DPR selaku penyampai aspirasi dan wakil rakyat:

1. Meminta Polda dan Gubernur untuk menghentikan relokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, karena akan menambah panjang derita petani di lokasi yang baru. Sebab ada pihak yang ingin merelokasi mereka ke Sungai Gajah.

2. Meminta DPR RI, dalam hal ini komisi III, untuk memberikan perlindungan hukum dengan menyatakan bahwa Masyarakat Pekat Raya adalah Pengungsi Internal yang nasibnya harus dijamin oleh Negara dan Lembaga-lembaga Kemanusiaan. Sebab ada 1.300 jiwa (anak-anak, manula, ibu-ibu, dan beberapa orang sakit) yang sedang terlantar tidak punya tempat tinggal.

3. Menghentikan kriminalisasi dan penangkapan atas orang-orang pekat yang dicap sebagai provokator.

4. Meminta Menteri Kehutanan untuk menghentikan penggusuran-penggusuran yang dilakukan oleh Perusahaan Sylva Inhutani sebab Negara harus lebih menghormati Hak Penggarap daripada Hak Pengelolaan Hutan Tanaman Industri. Sebab Hak Penggarap berkenaan dengan keberlanjutan penghidupan rakyat, tetapi HPHTI lebih berkenaan pada penumpukan modal Perusahaan.

***

Siaran pers ini dipersiapkan oleh:

YABIMA Indonesia dan AGRA Lampung

Tlp/Fax: 0725 42872

Monday, September 05, 2011

Flying on the sand

Aku bisa memakai sayap-sayap yang kupunya untuk terbang sesekali. Kali ini aku melayang di atas pasir-pasir hangat di pesisir Hanura. Sejenak lepas dari kebekuan kantor, Pahoman, Hajimena, jalan, Nuntius, JP, segala macam tim dan sebagainya. Kebekuan yang biasanya kunikmati dalam putaran-putaran baling-baling bambu tiada berhenti.
Kali ini, kembali aku memakai sayap-sayap yang kupunya untuk terbang. Melayang di atas pasir-pasir hangat pesisir Hanura. Sepuasnya.

Wednesday, August 24, 2011

Mateusz Tuniewicz

Dia orang Polandia yang menarik. Ceria, ramah. Dengan ringan bercerita dan bergerak, tentang apa saja. Termasuk tentang Bali yang rupanya menyimpan banyak kenangan. Tentang kerinduan pada anak-anaknya. Tentang kegelisahannya. Aku hanya sempat bercakap sebentar saat kegiatan di La Verna. Tentang kantor Fransiscan International di Bangkok yang digelutinya. Lalu aku titip salam untuk Sanjay, rekan sekantornya yang pernah berjumpa denganku di Kamboja.
Hanya selang 3 hari kemudian sebuah kabar menghentak.
"Tidak pasti, antara tanggal 11 atau 12 Agustus, Mateusz meninggal karena tenggelam di Bali. Diketahui dan mulai ditelusuri ketika istrinya menjemput di Bangkok dan dia tidak ada di penerbangan yang dijadwalkan."
Dia mestinya hanya transit sebentar menikmati Bali, tapi dia menjadikannya perhentian terakhir. Tidak ada yang bisa menahan duka seperti ini. Hanya pertemuan kilat, pun aku merasa kehilangan. Ikut dalam dukacita dan doa.
Dia telah dikremasi di Bali pada 20 Agustus 2011. Kenangannya akan jadi abadi.
Selamat jalan, Mateusz. Kau telah menyebarkan banyak inspirasi kepada banyak orang.

Tuesday, August 23, 2011

Sleep is Important

Waktu menjelang tidur, Bernard bertanya :
"Kenapa sih kita harus tidur?"
"Kalau tidak tidur badan kita akan kecapekan. Saat tidur, seluruh tubuh akan beristirahat mengumpulkan energi. Lagian, kalau tidak tidur Bernard tidak akan tambah besar, tidak tambah panjang, tidak akan gedhe. Segitu aja, kayak bayi. Mau?" Aku menjawab sambil menggaruk punggungnya.
"Oo, kalau gitu tidur itu penting ya, bu."
"Iya dong. Harus tidur, biar sehat."
"Tapi ibu malah selalu membangunkan aku walo masih tidur. Padahal kan penting." Menjawab gitu punggungnya yang menghadapku.
"Ya lain. Kalau tidak ibu bangunin, telat terus bangunnya. Itu soal lain dong, Nard."
"Hmmm, tetep aja, bu. Tidur itu kan penting. Jadi gak usah dibangunin kayak gitu." Huh, terpaksa ku cubit pantatnya.
"Mau cari alasan aja ya, biar gak bangun pagi-pagi ya. Sudah, tidur. Good night, Bernard."
"Good night, ibu. Selamat tidur. Mimpi indah. Bangun pagi-pagi." Hehehe, ritual ucapannya menjelang tidur gak berubah juga sejak bertahun-tahun, eh 2 - 3 tahun ini. Selalu itu yang diucapkan menjelang tidur. (Aku pernah memprotesnya tapi dia tidak berubah. "Kan betul biar mimpi indah. Kan betul besok harus bangun pagi-pagi.")
Usai itu, dia akan menutup mulutnya, karena kalau ada suara sedikit saja aku akan menghentikan garukan di punggungnya. Dan biasanya tidak lama, hanya 1 - 2 menit kemudian dia pasti akan terlelap. Dan aku bisa meninggalkannya dalam mimpi-mimpinya. Good night, Bernard.

Saturday, August 20, 2011

Desire

Kadang, yang sering, manusia macam aku punya hasrat yang tidak biasa. Orang lain bisa melihatnya pada mataku sehingga mereka akan dapat menyatakan,"Kau! Ada hasrat menganiaya dalam dirimu." Juga untuk hasrat-hasrat lain yang terbendung dalam tubuh. Lontaran mulutku pun mengikuti hasrat itu sehingga aku akan mengejek habis-habisan dengan bahasa yang kupunya. Kadang tanpa bahasa sama sekali, namun bisa kupuaskan hasratku untuk mengejek, atau menganiaya. Dengan wajah tanpa dosa. Itu aku.

Friday, August 12, 2011

Landscape

Dari jendela kamar A 15, aku melihat deretan kabut merebut hijau tua pagi ini. Bahkan matahari 30 derajat tidak mampu bersekutu dengan mataku. Tetap saja ingin kulahap pemandangan indah ini. Walau kaki-kaki malas melangkah mengikuti mata. Abadi menjadi pemandangan.

Saturday, August 06, 2011

The shine rain

Duduk sendiri di rumah panjang
menikmati hujan cahaya.
Aku mendapatkan percikannya.
Cukup bagiku.

Thursday, August 04, 2011

Amazing Guest

Pagi-pagi tadi, sekitar jam 7, aku keluar karena panggilan Tio.
"Ada tamu, mbak."
Aku keluar dan kaget karena tidak menyangka dekat pintu ruangku berdiri seorang berpakaian hitam mengucap salam.
"Siapa?" Aku tidak mengenalnya.
Tapi aku langsung menyukai wajahnya. Bapak setengah baya tapi juga sangat muda, tersenyum lebar mengaku sebagai ustadz, mengulurkan tangan dengan bersahabat.
Lalu bertanya banyak hal. (Tidak memberiku ruang untuk bertanya. Sayang sekali karena perjumpaan kami hanya 25 menit yang pendek.)
"Apa hambatan saat menulis?"
"Apa yang kau pegang sehingga bertahan?"
Aku menjawab dengan antusias segala rupa ke orang asing ini, dan dia memberikan kritikan tanpa kuminta.
"Kau tidak orisional."
Ha!
Aku memprotesnya.
Dan dia pamit dengan memberikan berkat di dahiku disertai doa. Aku berharap suatu saat bertemu dia lagi.
"Mungkin di Vietnam ya Rm. Halim. Terimakasih." Namanya Rm. Halim, yang ustadz, sekaligus dukun, sekaligus pengelana. Salam kenal.

Leisurely Trip

Perjalanan santai aku lakukan seminggu lalu. Dari tanggal 21 - 29 Juli. Ke Jawa Timur. Aku (lagi-lagi) malas menulis detailnya. Tapi aku punya beberapa clue yang bisa kutulis supaya aku ingat pada perjalanan ini walaupun sampai nanti.
1. Mabuk (tidak biasanya Yuli mabuk perjalanan. Tapi kali ini aku harus minum antimo dan memakai masker sepanjang perjalanan berangkat. Pulangnya tidak perlu lagi.)
2. Mak Nyai. (aku menjadi Mak Nyai yang aneh dalam pesta Anton - Nita.)
3. Malang (aku melewati kota ini seolah-olah aku tidak mengenalnya, padahal... aku berdebar-debar.)
4. Pure Mandara Giri Semeru Agung. (yang agung sakral sekaligus hingar-bingar)
5. Nisan di bawah Semeru (ada keheningan, keindahan...)
6. Kinibalu (mampir ke Kinibalu melepas rindu dalam diskusi bersama Indro, Domin, Rm. Wawan, ... Rupanya aku punya ikatan kuat dengan mereka. I love you all.)
7. Larut malam di pasar Gringging (dua kali dalam beberapa hari. seolah aku masih hanya anak Pak Sam, bukan apa-apa yang lain.)
8. Rumah (rumah, ibu, makan, ...)
9. Mbak Lis dengan rumah barunya. (aku berdoa bagi kalian berempat.)
10. Yeni, Windra, Nanda, dalam kereta Bima. (aku rindu pada rumahku yang sesungguhnya. hanya di rumahkulah aku bisa tidur nyenyak. di Lampung.)

Friday, July 15, 2011

All kind of transportation

Dua hari terakhir aku melakukan perjalanan Lampung - Semarang. Males cerita isi perjalanan atau acaranya, tapi aku ingin cerita alat transportasi yang aku pakai. Hampir semua jenis aku pakai.
1. Tanggal 12 Juli 2011 naik mobil travel dari Bandarlampung ke Bakauheni. Memakai mobil jenis APV yang cukup longgar dengan sopir yang terkantuk-kantuk mencoba menyumbat matanya dengan kacang atom supaya tetep melek. Tapi kecepatan cukup tinggi dipakainya sehingga aku yang ada di sampingnya mesti pura-pura tidur supaya tidak ketakutan. Pukul 22.15 dari kantor agen, sekitar 00.00 tiba di pelabuhan Bakauheni dalam hujan deras. Aku bayar Rp. 35.000,- per orang.
2. Kapal ferry menyeberang selat Sunda. Bayar berapa ya, kok aku lupa. Rp. 11.500,- mungkin. Tapi di atas karena pengin tidur di ruang dingin aku tambah Rp. 8.000,- untuk masuk di ruang VIP, n tidur beneran.
3. Pukul 03.30 tiba di Merak, jalan kaki untuk dapat bis jurusan Kalideres. Pilih AC ekonomi bayar Rp. 18.00,- yang kebut turun di Cikokol pada pukul 06.00.
4. Turun di pinggir jalan ganti naik taksi ke bandara Soekarno Hatta seharga Rp. 50.000,-/ Waktu yang sangat mepet.
5. Penerbangan jam 08.05 jurusan Semarang dengan Sriwijaya Air. Cepat check in, bayar airport Rp. 40.000,- Pesawat jurusan Semarang hanya 50 menit sudah sampai di Bandara Ahmad Yani.
6. Acara di jl. Imam Bonjol, cari taksi seharga Rp. 35.000,-
7. Malam selesai acara naik becak ke stasiun Tawang, seharga Rp. 15.000,-.
8. Dapat tiket kereta api Senja Utama ke Senen seharga Rp. 105.000,- berangkat pukul 20.00. Tiba di Stasiun Jatinegara pukul 03.10.
9. Mampir ke rumah seorang teman untuk tidur sebentar, mandi dan makan pagi. Lalu naik taksi ke Gambir.
10. Cari tiket bis Damri jurusan Lampung, dapat yang eksekutif Rp. 150.000,- berangkat pukul 08.00. Sampai di Lampung 17.00, tentu saja setelah 2 setengah jam di kapal ferry.
11. Lalu naik ojek sampai rumah kembali 14 Juli 2011, Rp. 10.000.
Nah, lengkap to? Beberapa jenis alat transportasi aku pakai untuk perjalanan ini.

Tuesday, July 12, 2011

Highest and Lowest Point

Aku punya satu titik yang aneh. Saat berada di dalam persinggungan rotasi, titik ini menjadi titik tertinggi sekaligus titik terendah dalam putaran hidupku. Agak sulit dianalisa bagaimana dua posisi ekstrim itu bisa menyatu dalam satu titik. Efek yang tak terduga pun sangat potensial untuk muncul karena situasi ini sungguh di luar kendaliku. Aku hanya bisa mengekang ujung-ujung permukaannya saja, selebihnya, kedalamannya, tidak terkendali. Aneh.

Wednesday, July 06, 2011

Shah Rukh Khan

Sebelum aku membuat catatan berikut, aku ingin mengawalinya dengan mengatakan bahwa orang inilah yang bisa membuatku melek sampai jam 01.00 dini hari. Membuatku tidak jadi beli buku kedua Toto Chan untuk membeli biografinya. Rela menonton wajahnya dalam pose berulang-ulang. Meneteskan air mata untuk aktingnya yang yahud di My Name is Khan. (Ini film bagus banget tentang keberagaman di dunia dari kaca mata seorang idiot, seorang Khan, seorang yang punya cinta. Dan ini film yang bagus banget dengan Khan yang diperankan oleh Khan. Menarik. Sekitar 3 jam, separonya aku tonton dengan berurai air mata. Duhai.)

Jadi apa yang ingin aku catat tentang dia? Bahwa aku jatuh cinta padanya namun tidak mencintainya. (Tak mungkin aku mengatakan bahwa aku mencintainya. Hahaha...tidak. Tapi aku memang jatuh cinta.) Hanya yang ada dia film India kutonton selama ini. Selebihnya tidak minat. Lalu apa? Ya tidak ada lagi. Beberapa kata tak penting saja. Bahwa dia salah satu dari seluruh kelekatan yang masih kupunyai di dunia ini. Hahaha...gak penting kan? Sudah kubilang.

Shah Rukh Khan. Dia adalah satu satu sarana yang membantu imajinasiku tentang cinta tetap hidup. Bagian kecil tentang cinta.

Aku lupa sejak kapan.

Tuesday, July 05, 2011

Missing Moment!

Sudah satu minggu tak kulihat anak-anakku secara fisik (mereka berlibur tempat tantenya di Jakarta). Ada rindu luar biasa pada keributan yang dibuat mereka, pada kemarahan yang ditimbulkan mereka, pada kegembiraan yang dicipta oleh mereka, pada keprihatinan karena tingkah mereka, karena apapun yang mereka lakukan kalau dekat denganku.
Aku tahu mereka bisa menikmati liburan mereka dengan dinamika yang mereka alami saat jauh dari aku ibunya. Pagi siang sore malam aku telepon, mereka selalu dalam keasyikan sebuah moment. Tapi aku di rumah, ya ampun. Sampai rasanya pengin nangis, dan sudah nangis dengan sms ke adikku : "Please, peluk mereka untuk aku." Rasanya sepi... Padahal ini bukan kali pertama mereka tidak bersamaku. Ada banyak kali, seminggu bahkan lebih aku pergi dari rumah, tidak bertemu mereka secara fisik. Aku yang pergi dan mereka di rumah.
Ternyata rasanya beda ya. Pantas saja saat aku pergi terlalu lama dan mereka yang ada di rumah, Bernard sering komentar,"Gak enak kalau gak ada ibu." Kini aku yang ada di rumah dan mereka yang pergi, aku merasakannya, gak enak kalau gak ada anak-anak. Kalau mereka di kejauhan sana? Aduh, bahkan saat aku telpon pun mereka tidak mau ngangkat karena sedang asyik dalam permainan, perjalanan, percakapan,... Aduh.

Monday, June 27, 2011

Cooking and Eating

Aku suka makan, makanya aku suka nonton Master Chef. Hmmm...gak ada hubungannya ya? Ada! Karena suka makan, pasti aku akan dekat-dekat dengan makanan. Tidak selalu makanan itu adalah masakan, karena ada makanan yang tidak harus dimasak. Dan juga tidak harus ada penyajian khusus, makanan bisa diambil begitu saja dan dimakan. Misalnya jambu biji samping rumahku. Tinggal petik saja bisa langsung masuk mulut.
Tapi sejujurnya, selain aku suka makan aku juga suka masak. Tepatnya eksperimen memasak (iya, karena gak semua masakanku kemudian jadi enak dimakan. hehehe...). Jadi semua bahan aku bisa bumbui dengan cara apapun. Akhir-akhir ini suka banget buat sayur bening, maka semua daun aku masak bening. Bayam, katuk, labu, kangkung, kemangi, sawi, wortel, kacang panjang, dll. Bergantian dibening. Membuatnya sangat gampang, tinggal keprek bawang merah putih, tambah gula dan garam, sudah jadi. Dan semua lauk bisa masuk. Mau ikan, ayam, daging, atau tempe tahu bakwan, bisa cocok dengan sayur bening. Karena sayur bening dengan rasa yang sederhana itu tidak akan bentrok dengan bumbu lauknya. Hehehe...kira-kira begitulah. (Tapi alasan utamanya sih karena cepat dibuat, 5 menit asal semua sudah dipotong dibersihkan dan air sudah mendidih, dapat dipastikan sudah dapat langsung disantap.)
Tapi ada hari-hari aku tidak mau memasak. Aku punya banyak alasan untuk tidak memasak pada satu hari itu. Gak usah tanya! Maka, ada menu-menu andalan dekat rumah yang murah meriah enak dan lahap disantap orang serumah :
1. Sarapan : bisa dipilih lontong sayur, nasi uduk, bubur, roti tawar, atau kue-kue yang dijajakan keliling.
2. Makan siang : silakah pilih pecel, dan soto ayam (dekat rumah warungnya). Kalau mau keluar gang, ada pilihan buanyak di warung padang, warung tegal atau di rumah Wawak! (hahahaha....yang terakhir disebut ni gak perlu bayar)
3. Makan malam : wah, gak bisa ditulis pilihannya. Banyak nian sepanjang jalan dari Hajimena hingga Tanjungkarang. Gak usah disebutlah.
Nah, ada yang tanya pagi ini aku masak apa? Aku masak lodeh tahu, tempe dan kentang yang aku campur cabe merah 2 biji. Goreng ayam. Dan ada krupuk.
Ada yang tanya nanti sore aku masak apa? Belum tahu. Mungkin tidak masak, karena sudah beberapa hari ini aku sangat ingin makan bebek. Dan aku belum bisa mengolah bebek yang enak. Jadi kayaknya mampir aja ya, beli di Rajabasa. Hmmm....

Friday, June 24, 2011

Starting Points

Setiap orang akan melakukan loncatan-loncatan dalam hidupnya. Seringkali loncatan itu dilakukan dengan sadar, namun tak jarang terjadi dengan tanpa sengaja, tidak disadari. Dan sangat mungkin itu terjadi pada waktu yang tidak diketahui.
Maka, PR terbesar dan dominan adalah siap sedia, selalu siap melakukan loncatan-loncatan. Memenuhi hidup dengan membuat ancang-ancang. Posisi seluruh tubuh sadar, merencanakan sebuah loncatan, sekaligus siap jika kesempatan tak terduga untuk meloncat.

Thursday, June 23, 2011

Enjoy The Pressure Time

Bagaimana jika suatu keranjang hari penuh dengan bulatan-bulatan tekanan? Pilihannya adalah tidak memperdulikannya, berlalu begitu saja dengan kalimat,"Emang gue pikirin?" Huff, senangnya kalau bisa seperti itu. Namun seringkali tubuh tidak sekuat yang terbayang. Tubuh mempunyai sinyal-sinyal tanda keterbatasan. Sakit kepala, diare, lemas, tak bisa menggerakkan beberapa bagian tubuh, dll adalah tanda yang nyata.
Aku sering bilang,"Nikmatilah." Huff, ini pun tidak mudah. Bagaimana bisa menelan bulatan-bulatan tekanan dengan nikmat seolah makan bakso urat Malang yang gurih dan sedap? Dan ketika sudah tercerna oleh lambung dia menggelembung menjadi bagian-bagian energi gerak kita. Aduh, aku ingin belajar seperti ini. Aku sedang cari caranya. Ya, dengan terus menerus mau menerima tekanan dalam hari-hariku. Dengan senyuman.

Thursday, June 16, 2011

Tree of Thinking

Pikiran tidak mungkin lurus-lurus saja. Seperti pohon, dia akan mempunyai cabang-cabang, ranting-ranting, dan juga akar-akar yang menjalar kemana-mana. Beberapa pohon punya standar kualitas yang ditentukan oleh keberadaan cabangnya. Misalnya pohon jati, semakin tinggi cabang baru muncul maka dia akan semakin dicari, karena batangnya akan lurus dengan tekstur yang teratur. Ranting-ranting kecil tak masalah tapi jangan bengkok.
Lalu, bagaimana kualitas pikiranku ini jika di pangkalnya pun sudah bercabang-cabang? Tak mungkin aku disamakan dengan pohon jati. Mungin sama dengan perdu yang bahkan cabang rantingnya tak terhitung menyentuh tanah, tidak tinggi menjulang. Aku tak bisa berhenti pada satu pikiran lalu lurus begitu saja terpikat pada hal itu. Aku meloncat dari satu pikiran ke pikiran lain, merangkai membentuk cabang ranting. Kadang selesai sampai ujungnya hingga rimbun dengan daun bunga dan buah. Tapi sering juga tak selesai, sehingga tak ada satu bunga buah pun di ranting itu. Hanya ranting saja, kering, lalu patah. Ah...

Wednesday, June 15, 2011

My Husband Birthday

Hei, selamat ulang tahun. Mengenalmu belasan tahun yang lalu membuatku sangat ge-er setengah mati. Aku adalah makluk ciptaan yang diberi banyak keberuntungan. Puncaknya adalah ketika aku mendapatkan dirimu sebagai pasangan hidup. Laki-laki yang naik begitu saja ke kebun teh, tak mengerti mengapa harus datang, tapi menawarkan pertemanan dan mengantar mengelilingi pucuk-pucuk teh di ketinggian Kertowono. Masih juga heran ketika berani mengucap janji sehidup semati di depan altar dan sampai sekarang masih heran juga melihatku setiap pagi. Seolah-olah aku adalah peri aneh yang menyusup mengganggu hidupnya hingga tidak bisa tenang nyaman mapan seperti kebanyakan suami. Hahaha, selamat ulang tahun. Mari berpesta hari ini.

Tuesday, June 14, 2011

Angry!

Apa salahnya marah? Boleh. Tentu saja boleh marah. Aku sering marah. Kenapa tidak? Pun akhir-akhir ini aku sangat sering marah. Karena anak-anak tak menurut, suami yang tak paham, teman yang berkhianat, yang kuanggap penting tidak dianggap sama orang lain, situasi yang tak berubah juga, dll.dll.dll. Aku punya banyak alasan untuk marah, dan sudah kulakukan.

Lalu apa? Setelah marah, selanjutnya apa? Apakah marah adalah tujuanku? Tidak. Marah adalah loncatan api emosi. Bisa tak terkendali, tapi itu bukan tujuan. Kalau tujuanku hanya marah, sudah tercapai saat itu, saat ini. Kan aku sudah marah.

Tapi bukan seperti itu. Bukan. Aku marah karena ada hal lain yang sedang kutuju, maka aku sedang belajar untuk tidak berhenti hanya pada marah. Marah adalah salah satu sarana untuk sampai pada tujuan sejatiku. Marah boleh, tapi bukan itu tujuanku. Marah hanya sarana bagi jiwaku yang masih butuh mengekspresikan emosi. Begitulah.

(Ini pemahaman yang terus menerus kucekokkan pada diriku sendiri. Come on, Yuli. Growth up!)

Monday, June 13, 2011

Holy Spirit in The Sea

Mengunjungi laut menjadi kesenangan luar biasa bagiku. Apalagi setelah sekian lama tidak mencium bau air asin seperti itu. Melihat anak-anak dan bapaknya asyik memancing di rakit terapung sekitar 50-an meter ke laut, tiduran saja sambil pegang tali senar pancing, kali-kali ada ikan nyangkut, melihat langit cerah, sesekali memasukkan tangan ke air, sesekali ambil foto kanan kiri, sering-sering membuka tas ambil cemilan,... ha sampai besok pagi pun aku betah. Hitam kelam terbakar juga tidak terasa. Itu yang kulakukan sepanjang hari minggu kemarin, tepat Pesta Pentakosta. Kami mengais Roh Kudus di tepian Mutun Beach. Dan Roh Kudus turun dalam rupa-rupa bentuk. Ikan, rumpon, pasir, anak-anak,...etc. Bertaburan hingga amis sekujur tubuh. (Hehehe...nyambung gak sih.)

Friday, June 10, 2011

Travelling into heart


Aku dulu berasal dari sebuah guci. Guci ajaib yang menyimpanku rapat, membuatku nyaman, tidak ingin kemana-mana. Guci itu aman bagiku walau mudah retak. Keretakan pertama kedua ketiga hingga kesekian ratus masih membuatku bertahan, tapi kemudian tiba-tiba aku sudah di luar. Aku berada di jalanan, menggelandang. Sesekali kuingat aku melewati banyak perjalanan. Ke banyak tempat. Bertemu banyak orang.
Baru saja, pagi ini, saat aku hanya duduk di kebekuan, aku teringat kembali pada guciku. Guci ajaib yang pernah menyimpanku. Aku melongok dan melihat bahwa guci itu utuh. Ajaib, tidak ada bekas retak dan patah di dalamnya. Maka, aku akan menata ranselku, untuk memulai perjalanan kembali. Kali ini, perjalanan ke dalam, bukan keluar. Perjalanan menjelajah guciku, dekat sini.

Wednesday, June 08, 2011

Sorry, I want it for myself!


Tak ada untukmu, tak ada untuk kalian, tak ada untuknya, tak ada untuk mereka! Aku menginginkan untukku sendiri! Jadi mau apa? Walau dirayu seperti apa tak akan kubagi untuk siapapun, terlebih dirimu!

(I want be egois. I want everything for myself. My body, my times, my smiles, my talents, my everything...)