Wednesday, November 30, 2011

The Snake

Aku adalah ular
dengan kepala seribu
mengatakan ini dan itu
kepada ini dan itu

Bahkan ini dan itu
yang berlawanan
yang berkubu

Aku adalah ular
dengan kepala seribu

Aku

Tuesday, November 29, 2011

Jacket

Aku biasa pakai jaket kemanapun pergi, apalagi kalau bersama Mio-ku. Aku punya beberapa jaket, ehmm, mungkin ada 7 jaket. Mestinya lebih, tapi sebagian sudah tidak muat. (Hehehe...badanku agak melar akhir-akhir ini.) Satu jaket hilang saat aku tinggal di tempat parkir (padahal itu termasuk jaket kesayangan dan jaket termahalku). Sebagian lagi sudah dilempar ke pemilik baru. Jaket menjadi pelindung hangat ketika jalan kemanapun.
Nah, kemarin, aku mengalami sesuatu peristiwa gara-gara jaket. Gara-gara jaket aku menyarangkan dua pukulan ke dua pria. Hehehe...dua pukulan tak sengaja. Ceritanya, usai parkir di depan Kantor Pegadaian Kedaton, aku mengunci gembok roda depan motor, lalu berdiri di depannya. Tangan kananku aku rentangkan spontan untuk melepas jaket.
"Plak!"
"Aduh!"
Wah. Aku langsung menoleh ke belakang. Seorang pria memegang ulu hatinya terkena sabetan tangan kananku.
"Aduh, maaf. Tidak sengaja. Sungguh, maaf."
"Tidak apa-apa." Sambil meringis dia berlalu.
Maka aku jadi hati-hati. Aku melepas jaket tidak lagi merentangkan tangan. Aku tekuk siku.
"Dug!"
"Uff!"
Aaa... Aku toleh ke belakang, seorang pria terbungkuk memegang perutnya. Persis terkena sikutku, agak keras, karena dia berjalan agak cepat.
"Ya, ampun. Maaf!" Spontan aku teriak. Pria yang pertama tertawa ngakak, dan aku salah tingkah habis.
"Aduh, maaf, maaf, maaf..." Sampai aku gak ngerti lagi harus ngomong apa.
Dua pria berseragam sama itu meyakinkan aku bahwa semua okey, dan mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sama sembari senyum-senyum nyengir. Mungkin tidak sakit, tapi mereka pasti membicarakan peristiwa itu dan, apa ya yang dikatakan oleh mereka tentang aku? Wah.

Monday, November 28, 2011

Growth in Community

Sabtu - Minggu lalu aku menemani belasan mahasiswa STIE Gentiaras dalam pelatihan dasar jurnalistik. Dari awal aku udah bilang, ini adalah pelatihan. Intinya bukan aku yang bicara tapi mereka yang berlatih menulis. Maka urusannya menulis, menulis, menulis, dan menulis. Tulisan pertama, yeach, amburadul. Tapi aku bilang itu modal awal yang luar biasa. Dalam waktu 10 menit bisa menghasilkan sebuah tulisan. Hebat itu. Lalu tulisan yang kedua, lumayan, bisa dibaca. Tulisan ketiga, cukup okey. Rangkuman kesalahan seperti ejaan, tanda baca, huruf kapital, penulisan singkatan, nama, pemisahan paragraf dll, aku ingatkan lagi-lagi-lagi.
Tulisan terakhir mereka semua adalah sebuah feature tentang apapun, yang harus mereka cari di sekitar kampus. Hasilnya menarik. Ada yang bercerita tentang kehidupan seorang satpam, kostan sebagai rumah kedua, jualan sekitar kampus, dll. Penekananku di bagian akhir adalah bagaimana mereka semua bisa berkembang dalam komunitas yang mereka sudah bentuk itu. Menulis, membagikan tulisan dalam pertemuan periodik untuk saling koreksi dan edit, sebar lewat media yang mereka punya. Wah, itu dapat menjadi ajang luar biasa untuk banyak hal. Secara personal maupun kelompok.

Thursday, November 24, 2011

Lazy Morning

Pagi ini begitu muram, buram. Juga dingin dan malas. Bahkan matahari saja enggan bangun, apalagi aku. Lagu-lagu sendu mengalun di otakku. "Kusanggup walau ku tak mau..." Ritual pagi kulakukan semua, tak ada yang terlewat. Tapi sulit mengembangkan semangat yang penuh. Masak sayur bening bayam (tidak cocok untuk hari yang dingin dan basah, tapi cuma bayam yang tersisa hijau di kulkas), lalu bikin sambel ikan kembung, menggoreng tempe dan tahu. Bernard minta bonus telur dadar untuk sarapan. Okey, semua kulakukan. Tapi, entah, ... rasanya tidak pengin kulakukan.
Saat mulai keluar pagar rumah, dengan Albert di boncengan, dia menyenandungkan lagu yang tak kedengaran syairnya. Aku tahu itu lagunya Sule. Dan biasana jika Albert yang nyanyi seperti itu pasti tangan dan badannya goyang ngikuti gerakan Sule juga. Tapi karena di motor, entah dia goyangin apa. Lalu tiba-tiba dia nyeletuk :
"Wow! Ww..wow..."
"Apa, Bert? Dingin?"
"Aku lagi membayangkan sesuatu yang enak, bu!"
Astaga! Dia ini kadang-kadang memang persis ibunya, kalau lagi lebay, ya minta ampun, lebay semuanya. Dan khayalannya, lebay juga. Jadi aku pengin mendengarkan juga.
"Ya?"
"Pagi kayak gini enaknya tiduran di dalam tenda, di halaman atau di mana gitu. Sambil makan apa gitu...enaknya."
Aaaa, aku setuju, Albert. Andai dia tidak harus ke sekolah dan aku harus ke kantor, pasti kami pergi ke tempat seperti itu...wow.

Wednesday, November 23, 2011

Dangerously Way


Ternyata lalulintas di Indonesia memang sangat mengerikan. Kesadaran-kesadaran memunculkan kenyataan ini. Awalnya aku tidak terlalu serius memikirkannya. Ya, ada kecelakaan ini. Kecelakaan itu. Satu meninggal, beberapa meninggal. Semua luka, parah dan ringan. Ada angka-angka. Juga aku masih belum serius memikirkan walau sering merasa marah dan sedih ketika di jalanan. Tidak serius juga ketika Nadet bilang gak berani naik motor lagi ketika pulang di Indonesia. Sekali-sekalinya naik motor malah membuahkan luka di kakinya. Belum serius juga ketika aku nyungsep bareng Bernard dengan luka panjang di kaki kiri dan tangan kiriku sampai berjalan terpincang-pincang. Masih biasa juga ketika Bang Tigor bicara tentang lalulintas Jakarta. Namun tiga hari terakhir ini aku memikirkan serius hal ini dan memutuskan dengan segala pertimbangan bahwa jalanan/lalulintas di Indonesia adalah cara yang membahayakan bagi semua makluk yang ada di jalur-jalurnya untuk melakukan perjalanan.
Tidak banyak lagi yang ingat apa makna rambu-rambu lalu lintas, bahkan yang paling sederhana seperti lampu merah, kuning, hijau. Apalagi rambu-rambu lain seperti S dicoret, tanda panah dicoret, dll.
Tidak banyak yang tahu cara berkendara yang benar seperti kapan mestinya mengerem, kapan gas, kapan lampu dinyalakan, lampu tanda belok dinyalakan dan sebagainya. Apalagi soal knalpot, asap, suara, warna lampu dll.
Tidak banyak yang ingat bahwa nyawa hanya satu, sehingga berani mati (konyol) menerjang jalan, belok semaunya, merokok sambil menyetir, kirim/buka sms dan teleponan sambil nyetir. Ampun.
Tidak banyak yang tahu bahwa ada fasilitas yang sudah tersedia untuk kenyamanan seperti trotoar untuk pejalan kaki, jembatan penyeberang untuk menyeberang jalan, dll.
Tidak banyak yang santun tahu bahwa jalan bukan hanya punyanya sendiri. Tapi ada pejalan kaki, pengendara sepeda ontel, becak, gerobak, ambulance, dll.
Parahnya, bahkan kebanyakan polisi lalulintas pun tidak merasa punya tanggungjawab untuk mengingatkan pelanggaran-pelanggaran seperti itu karena mereka pun melakukan. Para pemakai seragam lain juga sama saja, kebanyakan tidak mengerti point-point di atas. Malah seringkali itu ditambah dengan hal-hal menjijikkan lain seperti menganggap jalanan sebagai tempat sampah sehingga tisu, plastik, kertas bisa diterbangkan saja di situ. Atau meludah sambil mengendara. Atau...lain-lain. Coba saja lihat di jalan-jalan kota dan pinggiran kota di seluruh Indonesia! Lihatlah juga caramu sendiri berkendara.

Tuesday, November 22, 2011

Look the soccer!

Di menit ke 5, Indonesia menyarangkan satu gol manis lewat Gunawan. Usai itu Lampung hujan, dan aku yang sudah merasa menang, tidur bergelung dengan dengan Bernard. Lebih sejam kemudian, aku terbangun. Masih hujan, dan kehebohan terjadi antara Indonesia dan Malaysia dengan adu pinalti. Wah, pasti kalah nih! Aku membatin begitu walau skor masih sama 3 - 3. Melihat tendangan terakhir yang tidak masuk, wah, Malaysia sudah menang 3,5 tuh. Dan melihat power yang dimiliki si kapten, tamat sudah harapan untuk periode ini mendapatkan emas dari sepak bola.
Lihat itu. Indonesia punya potensi yang besar, lebih dari negara-negara lain di Asia Tenggara. Namun bukan hanya soal potensi maka kemenangan bisa diraih. Ada hal-hal lain yang harus digali :
1. Harga diri, kepercayaan diri (tidak sekedar narsis, naif, tidak tahu malu, PD walau berbuat salah)
2. Manajemen kepemimpinan (tidak sekedar ada presiden, protokoler, plus kepentingan mempertahankan citra) Berbagi peran, bukan hanya rebutan lahan.
3. Perhatian yang lebih pada kelompok paling ujung, paling bawah, paling tidak punya kekuatan.

Jadi, lihat bagaimana pertama Tim U-23 telah unggul karena memang potensi yang luar biasa di dalamnya. Salut, juga untuk Pak Rahmad! Tim yang asyik. Walau 3 - 4, tidak mendapat medali, aku menganggap tim ini sudah menang. Coba bisa dilihat juga oleh tim-tim penting lain yang ada di Indonesia. Tidak takut jatuh untuk meraih bola, biarpun pasti sakit, belepotan lumpur, benturan keras! Sportif! Luar biasa.

Monday, November 21, 2011

The Woman in the Sand

Kantorku sedang beku di suatu siang.

Seorang perempuan datang
dengan senyum mengembang

berlawanan dengan matanya yang sembab
kebanyakan minum? menangis?

jelas ada duka
jelas kesakitan
di dalam tubuhnya

aku hanya menatapnya
mencoba menangkap cerita
yang meluncur dari hatinya

"Kemarin tes darah di kantor
aku pasti diPHK,
karena darahku
sudah tercemar HIV.
Pacarku, dulu
kurang ajar menularkan padaku.
Bagaimana aku sekarang?"

Mulutnya terkunci dalam senyum mengembang
namun hati dan tubuhnya remuk dalam sakit.

Aku tidak bisa bersuara untuknya.
Seorang laki-laki sahabatnya
aku desak.
"Temani dia, dengarkan dia, dengan baik."

Anggukan kepalanya melegakanku,
tanpa melepaskan tanggungjawabku,
karena sudah tahu kisah yang menimpa,
perempuan muda itu.

Bantulah aku menjadi lebih lega lagi.
Teman-teman, please, tunjukkan ruang yang nyaman,
yang bisa kutawarkan pada perempuan muda itu.

Wednesday, November 16, 2011

What's next?

Setiap bulan, aku mengalami siklus ini. Siklus bulanan, katakanlah begitu. Atau tepatnya salah satu siklus bulanan, karena aku rupanya punya siklus-siklus lain yang terus berputar. Siklus yang ini aku dapatkan sejak 2005, sudah cukup matang untuk dinikmati hingga kini. Di salah satu fasenya, ada rasa lega luar biasa kalau mampu kulewati.
Hehehe, gak jelas ya? Begini, ini tentang pekerjaanku di majalah. Sebagai pemimpin redaksi (yang sekaligus kuli angkut, pencari data, penulis, editor, distributor, manajer dsb) aku harus melakukan editing semua naskah sebelum masuk ke bagian lay out. Pada tanggal 15 tiap bulannya, pekerjaannya ini harus kelar. Harus! Walau hujan badai atau apapun yang terjadi, harus selesai! Kadang, saat garis mati (deadline) ini muncul, naskah pun belum terkumpul. Aku harus bekerja sangat-sangat-sangat keras untuk mewujudkan minimal 25 naskah panjang pendek menjadi tulisan siap saji, siap ditata jadi majalah. Dan ini terjadi tiap bulan.
Fase lega itu adalah hari dinama semua naskah itu sudah selesai edit, selesai susun, selesai rapi, dalam folder, plus foto-foto yang menyertai. Kelegaan yang tak terbayangkan oleh orang yang di luar pekerjaan ini. Seperti apa ya rasanya? Dulu aku pernah mengandaikannya seperti selesainya satu bundel benang kusut yang dirapikan. Sulit dikatakan dengan kalimat. Nanti aku cari padanan lain deh.
Tapi ya itu tadi, karena ini adalah siklus, maka fase berikutnya sudah menunggu. Saat lega ini hanya berlangsung beberapa menit, paling lama beberapa jam. Kalau pun dipaksakan tidak akan lebih dari berhari-hari.

Tuesday, November 15, 2011

Free for Hugs

Seseorang yang membaca postingku yang terakhir bertanya :
"Mbak, sampeyan sungguh bisa menawarkan pelukan kepada semua orang?"
"Apa maksudnya?"
"Tuh, di kiriman itu, dikatakan ingin menawarkan pelukan."
"O. Bisa. Kenapa? Bukan hanya menawarkan, tapi sungguh-sungguh memeluk."
"Ah, yang benar? Kalau orang itu tidak dikenal juga mau?"
"Tentu saja. Kenapa tidak?"
"Tidak pas."
"Tidak pas dengan apa, siapa?"
"Entahlah."
Aku kira dia ini memang mau memprotes. Tapi aku tidak mempunyai masalah apa-apa tentang hal ini. Pelukanku gratis untuk siapa saja.

Saturday, November 12, 2011

Mama...

Tadi pagi, baru saja, dalam perjalanan dari sekolah Albert ke kantor, aku jalan pelan santai dengan Mio-ku, setengah melamun. Tak sadar aku mengikuti bebek biru yang berjalan pelan hanya beberapa centi di depanku. Isengku yang kambuh membuatku hanya mengikuti saja, dia ini belok kemana kuikuti. Aku kaget ketika lewat kaca spion motor itu, wajah yang luar biasa sedih tergambar. Apa yang dia alami? Sejurus kemudian wajah itu memerah, menahan sesuatu yang kemudian keluar dengan derai air matanya. Aduh, menangis sambil naik motor. Semakin pelan jalannya, aku masih mengikuti. Jelas kelihatan guncangan badannya bukan karena motor tapi karena tangisan. Bibirnya membuka menutup dengan satu kata yang aku yakini diucapkan oleh perempuan itu.
"Mamaa..."
Usapan tangan kirinya menutup sekilas. Tapi kemudian satu kata itu terulang-ulang diungkap oleh bibirnya dalam isak yang ritmis, khas orang yang menangis.
"Mama, mama, mama..."
Aku tidak berani menyetopnya, untuk menanyakan apa yang terjadi atau apakah bisa menawarkan sebuah pelukan. Atau sekedar mengingatkan bahaya menangis sambil berkendara.
Beberapa pikiran terlintas, mungkin ibunya sedang sakit, atau baru saja meninggal, atau dia diusir oleh ibunya karena suatu hal, atau, ...apa ya?

Friday, November 11, 2011

Growing


Di hujan pertama di Lampung, aku menaburkan benih sawi di beberapa tempat di samping dan belakang rumah. Aku bariskan berlarik-larik. Albert dan Bernard hanya mengikuti di belakangku dengan heran. Tidak membantu, tidak bertanya. Mas Hendro hanya senyum-senyum. Dia pasti menyangka,"Ah, istriku akhirnya bertobat juga. Menyadari bahwa alam harus dilestarikan dengan tangan-tangannya. Bukan hanya dengan mulutnya yang hanya rajin berkomentar berteori. Serta menyantap menikmati saja." Hehehehe...aku hanya menduga-duga...
Hari ini benih-benih itu sudah menumbuhkan 2-4 lembar daun mini hijau segar. Batangnya yang ringkih sebagian ambruk, terkena hujan semalam, tapi aku yakin mereka hidup. Beberapa minggu lagi pasti mereka siap untuk diambil, menambah mi rebus yang kubuat malam-malam penghangat perut. Nanti sore pulang kerja aku akan mengisi lagi beberapa pot yang sudah disiapkan tanahnya. Aku kira kalau siang ini hujan lagi, pasti moodku juga akan berhamburan jatuh di badan. Hehehe...aku hanya menduga-duga...

"RINDU"

Monday, November 07, 2011

Important News

Semalam, pulang dari rapat (rapat begituan ajah, tidak penting, seperti biasanya rapat-rapat itulah), aku sibuk dengan hal tetek bengek rumah. Manasin sayur, ngoprak-oprak Albert supaya bangkit lagi dari kasur karena rupanya dia belum makan, n membereskan apa yang perlu dibereskan. Sampai lupa untuk menyapa kekasihku yang penting di rumah. Bernard! Hehehe, dia sudah beres dengan buku-bukunya, sudah makan, sudah santai...gak banyak bergerak. Jadi gak kelihatan. Hehehe. (Dia ini pasti marah-marah kalau membaca tulisan ini beberapa tahun lagi. Keep smile, Bernard!)
Dia mengendap-ngendap di belakangku, menarik-narik badanku supaya kupingku terjangkau.
"Ayo ikut aku, bu. Ada hal penting yang harus kukatakan."
Wow, hal penting! Menahan wajahku tetap pada posisi serius aku ikuti tarikan tangannya ke pojok kamar. Dia tutupi kupingku kanan kiri dengan tangannya. Bibirnya yang basah menempel di kupingku, agak geli, tapi tentu saja kutahan. Ini kan berita penting jadi aku harus serius.
"Ya, ada apa?"
"Ssst, aku sudah bisa berjalan menapak lagi."
"Oooo...?"
"Sudah bisa jalan biasa lagi."
"Sudah tidak sakit?"
"Masih dikit. Tapi jalanku tidak pincang lagi."
"Oke. Besok pagi pasti sudah tidak sakit lagi."
"Iya harus. Kalau tidak kan tidak bisa pakai sepatu ke sekolah." Masih sambil bisik-bisik.
"Satu sepatu satu sandal."
"Wah, masak satu pakai sepatu satu pakai sandal?" Dia melihat kakinya, lalu meninggalkan aku di pojok kamar pengin senyum. Muka bapake heran melihat apa yang terjadi, cepet-cepet kutempeli bibirku di telinganya.
"Ssst...ada berita penting... Bernard sudah bisa berjalan tidak pincang. Hehehe..."

Mulanya adalah hari Sabtu, bapake dan Albert mengganti keramik kamar mandi berdua. Mereka hebat bisa jadi satu tim untuk membongkar dan memasang keramik-keramik itu. Namun ada satu hal yang tidak bisa mereka lakukan, yaitu memotong keramik. Segala cara dibuat, tapi hasilnya keramik jadi puing-puing. Nah, salah satu pecahan keramik itulah yang mengenai kaki Bernard sehingga dia terpincang-pincang. Anak berani dia, jadi hanya nangis sebentar itupun setelah aku datang dengan wajah kuatir (soalnya darahnya berceceran buanyak sekali). Saat aku biasa saja, dia tenang. Pun saat aku kasih obat, dia hanya bilang geli, karena luka kecil itu di telapak kaki, bagian sensitif dan geli jika dipegang. Begitulah.

Friday, November 04, 2011

Overwhelmed

Aku sungguh kewalahan. Ini masa yang sungguh-sungguh repot. Aku tak boleh mengeluh, bukan? Maka aku ambil salah satu topengku untuk menutupi wajah asliku yang sedang lusuh, pucat, lelah.
Bedak tebal, alis menghitam, lipstik merah, rambut sasak ditarik, perhiasan dan kostum kupakai lengkap. Ah, aku bisa tersenyum di baliknya. Dan tetap berjalan, berlari dari satu jam ke jam berikutnya.
Topeng dan kostum lengkap yang tidak cantik. Akan cepat kulepas. Tentu saja.

Wednesday, November 02, 2011

Leakage


Sudah kutahan, berusaha kutahan. Ini usaha yang sangat besar dengan melibatkan seluruh tubuh dan pertahanan yang kupunya. Berharap tidak ada kebocoran yang muncul di mana pun, kapanpun. Minimal tidak terlihat bocor oleh siapapun, apapun, bagaimanapun.
Aduh, masalahnya aku adalah perempuan dengan perasaan sebagai raja diraja penguasa. Seberapa kuat kata dibentakkan supaya aku tidak memelihara perasaan, aku kesulitan serentak sepihak. Karena raja harus kuhormati, begitulah perasaan bagi jiwa dan tubuh ringkihku. Aku kesulitan mengatasi hal ini.
Namun aku akan terus berusaha. Jangan kuatir. Aku pun tak ingin ada kebocoran dari lubang-lubang (luka-luka?) hatiku. Kau bisa lihat kepalaku dari jendela, tapi bukan wajahku.