Monday, March 09, 2020

International Women's Day ala Forum PUSPA Provinsi Lampung: Pojok Curhat

Minggu 8 Maret 2020, Forum Partisipasi Masyarakat untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PUSPA) Provinsi Lampung memberikan warna pada car free day di sekitaran bunderan Tugu Gajah Bandarlampung. Mulai pukul 06.00 tenda warna putih berdiri pada salah satu sudut dengan menggelar pojok curhat bagi masyarakat yang ada di sekitar situ.

Pojok curhat ini melayani konseling terkait kesehatan reproduksi, ibu menyusui, masalah parenting maupun kekerasan dalam rumah tangga. Beberapa penggiat lembaga masyarakat yang mumpuni memberikan pelayanan dengan penuh atensi. Dan menariknya, yang ikut konseling mendapatkan souvenir dari Forum Puspa Provinsi Lampung.

Tidak hanya mereka yang ingin konseling yang boleh merapat. Datang untuk beramah tamah saja juga boleh. Mereka ikut memberikan dukungannya dengan berfoto menggunakan pernak pernik yang sudah disediakan untuk ikut menyuarakan kesetaraan perempuan dan laki-laki yang hidup damai tanpa kekerasan.

Pun ada senam three ends, yaitu gerakan Puspa yang sejalan dengan visi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Intinya akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan orang khususnya perempuan dan anak, dan akhiri kesenjangan ekonomi.





Thursday, March 05, 2020

Mengembalikan Hak Orang Lain

Satu hari terlewati dengan begitu 'gamang' karena meninggalnya Made, tetangga sebelah rumah di usianya yang masih sangat muda, meninggalkan istri yang baru dinikahi kurang dari 2 tahun dan seorang anak yang baru berusia sekitar 1 tahun. Begitu mendadak kabar ini yaitu pada Selasa 3 Maret 2020 (03032020, angka yang luar biasa), membuat banyak orang kaget dan spontan melantunkan doa-doa. Karena rumahnya persis sebelah rumahku, kesibukan pun terjadi di rumahku sehingga sepanjang malam rumahku terang benderang open house digunakan oleh para pelayat khususnya teman-teman almarhum yang butuh kamar mandi, cas hp atau sekadar minum.

Pagi tadi aku bangun dengan perasaan yang masih rumpang, menyiapkan sarapan sambil terus melantunkan doa-doa. Sebuah pikiran tiba-tiba menyengatku, yang kemudian menjadi obrolan dengan mas Hen saat sarapan. Agak susah memulai obrolan tadi, juga agak susah untuk menuliskan di sini, tapi aku pengin menulis ini supaya aku menjadi lebih berhati-hati dan aku tak mau lupa dengan pikiran ini karena mungkin saja suatu ketika pikiran ini bisa lebih berkembang dan berguna bagi diriku.

Aku mengawali obrolan dengan mas Hen seperti ini: "Hmmm, aku berpikiran tentang mengapa seseorang tiba-tiba bisa berada di bawah, mengeluarkan uang begitu banyak secara mendadak, plus korban tubuh, pikiran, waktu, perasaan dan lain-lain. Aku sedari subuh berpikir mungkin itulah cara kita mengembalikan hak-hak orang lain yang mungkin kita rampas secara sengaja atau tidak sengaja." Mas Hen bengong sebentar. Seperti biasa kalau aku menjelaskan sesuatu tanganku ikut berseliweran. "Misal kayak kita dulu kehilangan duit puluhan juta karena usaha bakso gagal total. Mungkin saja memang itu sebenarnya hak orang lain yang telah kita ambil. Dan untuk... hmmm katakanlah memurnikan diri kita maka hak itu harus kita kembalikan dengan cara begitu."

"Jadi inget bacaan soal hak. Berikan kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar, dan berikan pada Allah yang menjadi hak Allah." Ih, kalem banget mas Hen nanggapi.

"Iya, hak kaisar atau hak negara mudah banget ngitungnya. Ada pajak yang jelas kita bayar, juga tarikan ini itu. Lha kalau hak Allah? Itu di Matius 25 tentang penghakiman terakhir. Berat itu. Piye jal?"

"Nah ya itu."

Dalam bacaan tentang penghakiman terakhir itu dikatakan Sang Raja datang menjadi orang-orang lapar, tak punya baju, sakit, terasing, tahanan dan sebagainya. Memberikan makan, pakaian, lawatan pada orang-orang macam mereka itulah pemberian kita pada Sang Raja. Kalau tidak kita lakukan, Sang Raja tidak akan mengenal kita karena memang itulah hak yang harus diambilNya.

Nah, masalahnya kadang kita secara sengaja atau tidak sengaja merampas hak orang-orang seperti itu dengan tindakan kita, perkataan kita atau kelalaian kita. Misal kita merampas hak orang miskin mendapatkan beasiswa karena kita bisa memiliki aksesnya dan merekayasa segala caranya. Kita merampas hak orang lain menikmati udara bersish karena kita merokok di sebelahnya. Kita merampas hak orang untuk mendapatkan keuntungan karena kita terus menerus mengembangkan usaha kita sehingga tak ada celah orang lain untuk terlibat di situ. Kita mengambil hak orang lain untuk makan karena kita lalai berbagi. Dan seterusnya dan seterusnya. 

Iyaaa, ada banyak alasan untuk menyangkal hal itu karena memang kita sudah melakukan segala upaya kita sendiri dan memang hak kitalah untuk mendapatkan kemajuan-kemajuan dalam segala bidang. Namun, apa yang biasa kita sebut sebagai ujian, atau cobaan dan sebagainya itu kan memang terjadi juga dalam hidup kita. Dan saat hal itu terjadi, sepertinya kita habis bis bis sehabis habisnya. 

Aku sih sementara akan menggunakan pikiran ini untuk lebih hati-hati dengan demikian :
1. Aku akan ikut memudahkan orang lain, setiap orang, untuk memudahkan mereka mendapatkan hak mereka.
2. Aku tidak akan dengan sengaja merampas/mengambil hak orang lain sehingga suatu ketika jangan ditagihkan padaku. 
3. Sebisa mungkin juga tindakan yang tidak sengaja harus dikurangi, dihilangkan. Ini kan soal latihan meningkatkan kesadaran diri toh. Benar-benar sadar saat melakukan segala sesuatu sehingga tak ada yang tak sengaja.
4. Sebisa mungkin aku mesti mengembalikan hak orang lain sebelum ditagih. Mungkin malah sebelum disadari oleh siapapun. 
5. Pokoke kudu terus berbagi dan iklas menerima 'ujian/cobaan' sebagai salah satu cara mengembalikan hak orang lain.

Bagaimana Indonesia Mendeteksi dan Mengatasi Virus Corona?

Di antara sedikit grup WA yang kuikuti, salah satu yang kupertahankan untuk tetap kuikuti adalah grup K3. Grup ini isinya tidak banyak, berisi orang-orang kenthir kemproh yang dulu pernah pada satu masa mengalami kebersamaan di Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknologi Pertanian Univ Brawijaya Malang pada tahun 91, 92 dan 93. Saat itu kegiatan-kegiatan sosial sering kami buat selingkup Malang, Pasuruan hingga Banyuwangi, salah satunya dengan ngintil Mgr. Pandoyo almarhum.

Walau isinya orang-orang kenthir dan kemproh, justru inilah satu-satunya grup yang paling bermutu di seluruh dunia. Hihihi... Sejak Januari 2020, obrolan di grup ini pasti berpulangnya ke virus Corona karena ada teman yang tinggal di Singapore yang selalu update perkembangan kasus Corona ini di negaranya, yang kemudian ditimpali teman-teman lain yang berada di banyak kota di Indonesia maupun luar Indonesia.

Gara-gara grup WA itulah pikiranku menjadi sangat serius dan sangat tidak serius, bercampur greget dengan cara Indonesia menanggapi maraknya virus ini terlebih ketika kami melihat korban sudah sedemikian banyak berjatuhan di berbagai negara. Termasuk membandingkan cara pemerintah negara-negara merespon kasus ini. Nah, tentu saja yang paling heboh dan memprihatinkan ya tentang negara kita ini. Aku akan pasang point-point pikiranku tentang hal itu:

1. Hingga Februari saat di berbagai negara tetangga, juga negara yang terkoneksi oleh perbatasan maupun oleh penerbangan, sudah mencatat banyak korban Corona, pemerintah Indonesia masih menyangkal adanya virus itu di Indonesia. Malah, pada Februari itu Jokowi memberikan arahan tentang virus Corona dalam kaitannya dengan perekonomian. Tidak jelas blas bagaimana arahan yang langsung mengenai penanggulangan dan penanganan virus ini.

2. Aku tak tahu persis yang dilakukan oleh pemerintah hingga dengan yakin menyebut tak ada virus ini di Indonesia, bagaimana cara deteksinya, menunggu laporan ada pasien atau bagamana, aku ndak tahu. Tapi ketika ada kabar 2 orang terinfeksi, atau sebelumnya ada penelusuran orang yang terdampak, hal itu terjadi karena ada orang yang baru datang dari Indonesia rupanya terdeteksi kena virus itu saat pulang ke negaranya. Dari deteksi negara lain itulah baru kemudian umeg riweh mencari yang ada di Indonesia.

3. Wakil presiden juga mengeluarkan statemen yang tidak pas pula menurutku. Bicara tentang doa, lalu tentang sertifikat lalu entah... Para tokoh yang diwawancarai wartawan juga ngawur ngomong tanpa tahu persisnya gimana... termasuk tokoh2 yang tak ada kompetensinya.

4. Media sosial dan media umum sudah ndak keru-keruan menulis segala hal yang terkait Corona sehingga susah melihat mana yang betul mana yang hoax. Lalu dengan cepat hal2 itu tersebar lewat berbagai media.

5. Greget banget dengan orang Indonesia, saudara-saudaraku ini. Di tengah segala kekuatiran itu ya masih saja bertindak menjijikan tak tertolong. Meludah sesuka hati dari motor atau mobil di jalanan, membuang sampah di mana-mana tak peduli wajah tanah yang rusak oleh satu lembar sampah itu, main peluk cium salaman di mana saja sambil ngomong muncrat-muncrat,... hadehhh....

Nah, sekarang sudah jelas Indonesia tidak kebal pada virus ini. Gerakannya mesti mulai dari personal, sadar melindungi diri sendiri dengan baik. Juga sosial, tidak ego malah nantang-nantang nyebarin virus walau belum terdeteksi dengan batuk bersin meludah sembarang. Juga mesti diimbangi kerja para jusnalis untuk mengarahkan masyarakat pada cara yang tepat, tidak panik tapi tetap waspada. Lalu yang tak kalah penting, ini juga tentang kebijakan. Hoiiii.... Jokowi, gerakkan sumberdaya Indonesia untuk mengawasi dan mengatasi Corona. Soal ekonomi dan pariwisata tetep diperhatikan, tapi yang diangkat mesti keselamatan jiwa setiap manusia, semua manusia Indonesia.