Tuesday, January 19, 2021

Wisata Lampung Barat dan Pesisir Barat (2): Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Kebun Raya Liwa


Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak. Pagi-pagi 26 Desember 2020 kami sudah nyaris siap ketika sopir travel bilang sudah dekat dengan rumah. Weih, tepat waktu bener si sopir. Pas pukul 08.00 dia menjemput sesuai janjinya. Mobil itu sudah berisi satu penumpang seorang bapak duduk di posisi paling belakang. Kami berlima itulah penumpangnya, sehingga mobil cukup longgar dan nyaman. Mobil hanya berhenti 3 kali: isi bensin, makan siang di daerah Sumberjaya dan saat menurunkan si bapak tak terlalu jauh dari tempat makan. Setelah itu hanya kami berempat plus sopir yang ada dalam mobil.

Sampai di Homestay Piknik Liwa pukul 13.00. Dan hujaannnn.... Deras pula. Waduh. Si Komenk sudah menunggi di tempat penginapan dengan wajah sedikit cemas. Kalau tetap hujan alamat kami semua tak mungkin pergi ke destinasi yang sudah direncanakan karena tempat-tempat itu wisata alam terbuka. Pasti basah kuyup dan licin.

"Kami istirahat saja dulu. Nanti jam 14.00 kita lihat cuacanya lalu kita rencanakan enaknya bagaimana."

Itulah yang kami lakukan. Sampai jam 2 siang hujan masih lebat. Aku dan mas Hendro membuat kopi. Nah wajib ini. Liwa itu daerah kopi jadi kudu ngopi. Dan cangkirnya batok-batok kelapa yang keren. Wah.

Kami membawa cangkir kopi ke bawah bertemu Komenk dan Eka Fendi pemilik homestay di ruang tamu untuk atur rencana. Hujan masih turun deras. Diselingi obrolan segala macam mulai dari wisata Liwa, budaya dan seni, makanan-makanan menarik di Lambar dan seterusnya, aku juga menyerahkan beberapa bukuku untuk ditaruh di perpustakaan mini yang mereka punyai.

Jam 15 lewat hujan mereda. Kami pun sepakat untuk segera memulai perjalanan di seputaran Liwa. Yang pertama dikunjungi adalah  Kubu Perahu, yaitu kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Perjalanan sekitar 30 menit ke arah Krui, macet beberapa menit karena ada tanah longsor yang sedang dirapikan kembali dengan alat berat.


Sampai di gapura Kubu Perahu, Komenk menawari kami jika berminat untuk pesan makanan di salah satu warung sebelah loket untuk di makan dekat sungai. Pas banget memang aku mulai kerasa lapar karena siang hanya diisi roti dan telur rebus serta beberapa suap ngincip makanan-makanan cowok-cowokku. Jadi kami pesan di Dapur Sepapah, nasi liwet, ayam goreng, lalapan lengkap. Itu menu terakhir yang mereka miliki. 

Setelah membayar biaya masuk di loket kami mengitari lokasi Kubu Perahu, sekitar sungai lalu masuk sebentar ke hutan. Sayang sekali sudah sangat sore dan usai hujan sehingga kami tak mungkin melanjutkan perjalanan hingga ke air terjun. Kami jalan masuk menanjak sampai jalan semen habis lalu balik badan. Konon untuk sampai ke air terjun membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam lewat jalan setapak tersebut. Ada dua air terjun di situ, disebut sebagai Sepapah Kiri dan Sepapah Kanan. Mas Hendro langsung mencatat: itu destinasi untuk kali berikut.

Saat kami turun, langit semakin gelap karena sudah semakin sore dan mendung. Makanan dari Dapur Sepapah sudah siap santap di salah satu pondok dekat sungai. Setelah ke toilet sebentar, berempat langsung menyerbu makanan yang tersedia. Suerrr... enak banget. Serba pas. Pas lapar, pas hujan, pas anget, .... nasi liwet yang harum, ayam goreng yang gurih masih bonus tempe tahu goreng dan sambel yang tidak terlalu pedas. Mantap pokoknya. Puas banget....


Usai makan, menyelesaikan semua tagihan di Dapur Sepapah plus beberapa obrolan pendek kami lanjut ke tujuan kedua, Kebun Raya Liwa. Tapi jelas tak mungkin masuk kebun raya karena jam sudah lewat dari jadwal kunjung. Dalam gerimis tipis kami foto-foto saja di tempat parkir, minimal kami tahu di situlah Kebun Raya Liwa. Catatan kedua Mas Hen: dikunjungi di lain kesempatan..

Usai itu kami kembali ke homestay, hawa Liwa yang sejuk mulai berubah menjadi lebih dingin. Komenk tanya apakah kami masih ingin keliling Liwa saat malam, aku sudah ndak ada niat sama sekali, Sudah pengin mandi dan berbaring. 

Malam menjelang jam 21.00 saat kami semua sudah bersih dan berbaring, si Albert yang punya ide untuk keluar cari makan. Untung si Eka Fendi punya motor yang boleh dipinjam sehingga Albert dan bapaknya bisa keluar mencari makan sekaligus mengintip suasana Liwa di waktu malam. 

Gerimis masih berlanjut, dan makan sangat malam itu terasa nikmat dengan menu nasgor dan bandrek anget. Yup, hari pertama dipenuhi rinai hujan tapi toh tetep asyik.

LHHH (10) : Perbukitan Batu Putuk Bonus Air Terjun


 Minggu 17 Januari 2021 menjadi hash pertama di tahun ini dalam komunitas Lampung Hash House Harriers (LHHH). Tidak terlalu banyak yang ikut, tapi cukup seru dengan tantangan rute yang menawan. Tim hare yang menentukan rute menentukan start dari halaman villa ko Okta di daerah Batu Putuk Bandarlampung. Villa ini masuk sekitar 300 meter dari jalan besar. Semangat tahun baru masih berkobar sehingga kegembiraanlah yang membungkus kegiatan hash pertama ini.

Tidak ada bocoran berapa panjang rute yang akan dilalui, tapi aku sudah membayangkan seperti apa yang bakal di lalui karena pernah juga jalan di sekitar lokasi ini. Namun ternyata kenyataan tak seindah bayangan. Eh memang sih rutenya melewati alam yang super indah, yang masih membuatku terkagum-kagum bahwa di daerah Kota Bandarlampung pun ada tempat seperti ini. Tapi tak menyangka bahwa rute bakal melewati tanjakan dan turunan yang terjal, keluar masuk sungai.


Tanjakan pertama sudah bikin tersengal-sengal di menit-menit awal. Lalu segera lega dengan turunan, tapi kemudian turunan begitu terjal sehingga terpeleset-peleset di jalan setapak. Lalu masuk ke sungai, yang walau tak terlalu jernih sangatlah sejuk. Sungai yang sama ini kami lewati dan susuri empat kali dalam rute ini. Sebenarnya aku sudah bersiap-siap dengan membawa sandal jepit yang biasanya akan kupakai sebagai ganti sepatu kalau melewati sungai. Aku tak suka berjalan dengan sepatu basah kuyup, kaki jadi berat dan salah-salah kedinginan membuat kram. Masalahnya, jalanan becek. Kalau aku melepas sepatu beberapa kali pasti sepatuku akan kotor luar dalam. Itu lebih tak nyaman. Kalau perjalanan dilanjutkan dengan sandal jepit pasti itu tak aman bagiku. Jadi dengan rela kulewati dan susuri sungai dengan sepatu. 


Di beberapa tempat mesti melewati lumpur sehingga akhirnya juga sepatu kotor sampai bagian dalam karena kaki terbenam ke lumpur. Usai itu jalan pasti lebih lambat dan berat.

Beberapa kali aku merasa putus asa dan ingin mencari jalan termudah ke jalan aspal lalu naik ojek atau apa pun, tapi apa asyiknya jal, lebih-lebih dikasih tahu peta lokasi itu oleh Mas Hen, jika keluar ke jalan aspal pasti harus menempuh jarak lebih jauh untuk sampai ke garis start tempat parkir kendaraan. Jadi ya sudah, menikmati jalan setapak pelan-pelan, hati-hati. Beruntung ada pak Leo bersama kami, dan mas Hen sangat sabar menemani kami yang jalan dengan pelan-pelan. Aku yakin sih mas Hen bisa 3 kali lebih cepat kalau jalan sendiri tanpa harus menemani kami yang jalan kayak siput, kalau nanjak mudah ngos-ngosan, kalau turun takut kepeleset. Haiyaaa...

Di satu titik setelah tiga perempat jalan kami sampai ke Air Terjun Batu Putuk. Tempat ini biasa jadi tempat nongkrong anak-anak muda. Minggu itu sih tak terlalu banyak yang berkunjung, hanya ada 4 orang muda berfoto-foto di situ. Kami juga ambil kesempatan untuk istirahat sambil foto-foto sebentar. Pilihan yang tepat karena setelah itu kami melewati tangga-tangga yang terjal entah berapa ratus anak tangga yang dibuat oleh pengelola air terjun untuk memudahkan pengunjung datang ke lokasi wisata itu.

Masalahnya anak tangganya dibuat sebagian besar sangat tinggi, huiiih, kukira ini rute terberat deh. Tapi juga paling semangat karena membayangkan bahwa sebentar lagi sudah sampai finish. 


"Usai ini ambil jalan yang pasti aja." Tekadku dalam hati, berniat untuk nyimpang ke jalan aspal untuk sampai ke tempat parkir.

Tenyata saudara-saudara, itu salah. Kalau nyimpang ke jalan aspal, rute akan sangat jauh dan tidak selalu bisa beruntung ketemu ojek. Jadi aku manut mas Hen dan pak Leo untuk menuruni lembah lagi dan naik bukit untuk sampai ke villa ko Okta. "Itu, villanya juga kelihatan dari sini." Gitu kata mereka.

Kami membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk turun dan naik di bagian akhir ini. Masih berlicin-licin dan ngos-ngosan, sampai kemudian kebun-kebun sayur di kompleks villa kelihatan. Yeeeee.... berhasillll.... Pukul 11 kurang sedikit kami bisa mencuci tangan dan tertawa-tawa di base lupa tanjakan dan turunan yang sudah dilalui. Dan aku lupa sama sekali kalau dalam rute aku blas ndak bikin foto dari kameraku sendiri. Oalahhhh.... jadi begitu sampai rumah langsung ngopyak HP mas Hen untuk mencuri foto-foto dari kameranya. Hhehehe.... on on....

Tuesday, January 12, 2021

Wisata Lampung Barat dan Pesisir Barat (1): Perencanaan yang Keren untuk Libur Akhir Tahun

Pemandangan pertama di Liwa: kebun wortel.

 Sebenarnya agak keterlaluan kalau tahun 2020 ini mengambil cuti tahunan 12 hari kerja. Sejak akhir Maret 2020 sampai akhir Nopember, jam kerja sungguh berantakan. Beberapa bulan malah kerja dari rumah, rencana kerja yang berubah nyaris semuanya terfokus ke Covid dan dampaknya. Beberapa kali malah harus menahan diri untuk tidak ke kantor ketika tubuh sedang tidak fit. Bukan hanya ngeri terkena paparan virus tapi juga takut membawa virus dan menyebarkannya pada orang lain yang kujumpai. Rencana untuk pulang kampung sudah gagal total dengan pertimbangan penyebaran covid ini. 

Namun aku memutuskan untuk mengambil hak cutiku dengan pertimbangan aku butuh diam saja di rumah, beberapa kali merasakan stamina naik turun, masih ada beberapa pekerjaan yang belum selesai tapi aku yakin bisa kukerjakan di atau dari rumah dan seterusnya. Jadi aku mengambil tanggal 8 Desember untuk memulai cuti dan akan berakhir pada 23 Desember. Persis 12 hari kerja, lalu dilanjutkan libur Natal dari kantor, biasanya akan berakhir pada tahun baru.

Dari mulai tanggal 8 itulah aku atur supaya aku cukup relax, eh tetap bekerja sebenarnya karena ada beberapa agenda yang sudah kubuat misalnya diskusi2 lewat zoom, pertemuan dengan satu atau dua orang dan seterusnya. Tapi karena aku tak harus ke Pahoman (Rumah - Pahoman itu sekitar 15 km, membutuhkan waktu minimal 30 menit dengan caraku membawa motor secara santai.) Sesekali aku masih ke kantor jika membutuhkan suatu bahan atau kalau janjian dengan orang yang tak mau kuterima di rumah. 

Liburan yang sesungguhnya baru mulai pada tanggal 23 Desember setelah menerima gaji. Hehehe... telat banget ya. Jadi di tanggal itulah kami mulai bebenah, membersihkan rumah, memasang gua natal dan merencanakan ini itu termasuk sedikit kue untuk menandai natal, menyiapkan sedikit angpao untuk anak-anak yang mungkin saja akan datang ke rumah, termasuk mengagendakan ikut misa natal yang pas, makan bersama keluarga.

Sembari menyiapkan natal, aku juga merayu suami dan anak-anak untuk pergi beberapa saat meninggalkan rumah. Terserah tujuannya, pokoke nginep beberapa saat tidak di rumah. Pilihannya ada tiga: Tegal Mas, Pahawang dan Liwa. Beberapa nomor kontak kami hubungi, membandingkan harga dan ongkos yang mesti kami keluarkan. Juga menimbang suasana yang mungkin di dapat dari tempat-tempat itu.

Pilihannya ke Liwa, bonus Krui. Dengan pertimbangan: tempatnya yang paling sunyi, ada banyak destinasi, biayanya murah, dan sudah lama nian tidak ke sana. Selain itu ada beberapa tempat yang belum pernah kami kunjungi di sekitaran Liwa.

Dibantu Komenk, guide tour dari Liwa yang sudah sering kontak-kontakan, kami membuat catatan rencana perjalanan:

Hari 1 kami tiba di Liwa, menginap di Homestay Piknik Liwa, sekitar jam 14.00 setelah istirahat sebentar kami akan langsung ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Kebun Raya Liwa dan malam bisa wisata kuliner.

Hari 2 pagi-pagi akan menikmati alam di Negeri Kahyangan lalu otw Suoh ke Danau Asam, Kawah-kawah yang ada di sana, dan Danau Lebar. Perjalanan ini akan membutuhkan waktu sampai sore dan malam bisa nongkrong lagi di suatu tempat.

Hari 3 perjalanan ke Krui, menikmati beberapa pantai, siang kembali ke Liwa dan sore kami balik ke Bandarlampung.

Rencana ini kami sepakati, aku mulai menghitung biaya-biaya yang diperlukan, memangkas sana-sini. Begitu beres, aku kontak Komenk lagi untuk meminta dia booking penginapan, minta no mobil travel yang bisa kami pesan, juga memastikan ada mobil yang bisa kami sewa selama di Liwa. Semuanya beres, tanggal 26 Desember kami akan memulai liburan akhir tahun 2020 di daerah yang sepi, mulai bersiap termasuk perlengkapan penangkap virus yang wajib kami bawa.

Mari berliburrrr....