Wednesday, July 25, 2012

Ariel yang Manusia

Ariel
Sebenarnya gak ngefans sama Ariel, dan gak kepikiran tentang dia bahkan ketika hiruk pikuk diberitakan ditangkap, diadili, dihukum. Bahwa pernah bahkan sampai sekarang masih menikmati lagu-lagunya bersama Peterpan, ya! Pernah suka melihat dia menyanyi tanpa baju, ya! Hehehe, lagian dia seksi banget waktu itu. Lupa, waktu lagu mana ya dia nyanyi tanpa baju? Keren dan patut dikagumi otot-otot dada dan lengannya yang langsing berisi.
Jadi, dari dulu sampai sekarang ya biasa saja kalau mendengar nama Ariel atau Nazril Irham disebut media atau rombongan orang muda tua ibu bapak. Mau dipuji atau dihujat habis ya biasa saja. Tetep mendengarkan lagunya, tetep nyebik gak komentar, ... Lha mau apa? Dia laki-laki dewasa asal Pangkalan Brandan yang sudah dewasa. Seperti laki-laki kelahiran manapun yang dewasa. Tahun ini umurnya sudah 31 tahun. Di usia itu suamiku sudah punya 1 anak dan aku tahu ritme hidupnya sebagai laki-laki. Ya sama seperti itulah. Ariel pasti juga punya ritme hidup sebagai laki-laki. Dia duda, punya anak, dan punya hasrat-hasrat manusiawi. Bahwa dia tak sadar melakukan ini itu sehingga mendapatkan pembelajaran hidup yang begitu besar dan berharga, ya, dia yang akan eh sudah lalui resiko atau dampaknya. Dia hanya tak sadar dalam satu waktu. Hanya itu. Dan dia dapat 'sekolah'nya. Soal lulus atau tidak pun urusan Ariel sendiri. Hehehe...memang aku tak punya hubungan apapun dengannya kok. Kenal aja kagak. Kalau dia anakku, ya mungkin lain. Atau dia salah satu sahabatku, wah pasti jeweran akan kulakukan. Bahkan akan kuketok kepalanya pake batu, di awal-awal, sebelum kemudian, ...hmmm ya, sahabat atau anak kudu tetep dipeluk cium. Apapun yang mereka lakukan.
Ah, soal kelakuan mah sama juga seperti aku. Malah aku tak sadar berkali-kali. Aku terlalu memaklumi diriku sebagai manusia terbatas. Ya, sedikit selingkuh tak apa-apa, kan manusia. Ya, sedikit korupsi tak apa-apa, kan manusia. Ya, nyakiti orang lain dikit tak apa-apa, kan manusia. Ya, salah dikit-dikit, tak apa-apa. Sering-sering salah ya tak apa-apa... Terlalu maklum. Harusnya aku lebih keras dikit pada diriku dan tak kompromi untuk hal-hal tertentu. Dan kadang-kadang bisa tuh. Tapi mungkin jatuh itu nikmat! Hahh!!! Susahnya jadi manusia. Susahnya punya pikiran. Susahnya punya hati. Hmmm....

Tuesday, July 24, 2012

Merancang Perjalanan

Karena lagi asyik membayangkan jalan-jalan terus, sekalian saja aku tulis tentang merancang sebuah perjalanan untuk melengkapi tulisan Mengurus Paspor Sendiri. Tentu yang kutulis berdasar pengalamanku.
 Aku melakukan perjalanan pertama kali waktu aku kelas 2 SMP. Sangat-sangat telat. Tapi ya mohon maklum, waktu aku muda kan aku ini sangat penakut terlebih kalau ketemu orang. Naik sepeda onthel sudah biasa aku lakukan sejak aku SD, karena waktu itu aku pikir aku tidak butuh ketemu orang lain. Melihat orang lain bolehlah, tapi jangan sampai ada interaksi. Maka naik sepeda, bawa air minum, bisa kulakukan hingga ke Banyakan, Bulusari, lewat sawah, atau lingkup kecamatan Grogol atau yang berbatasan di Kediri sana. Nah perjalanan waktu SMP itu aku lakukan untuk pergi ke kolam renang, di kota kabupaten Kediri! Hehehe... Offcourse untuk perjalanan itu tak perlu perancangan yang detail. Yang akan kita bahas adalah perjalanan yang agak jauh dikit.
Okey, mula-mula aku umumkan kalau aku sangat suka perjalanan yang gratis. Maka dari aku kuliah aku selalu cari kesempatan untuk model perjalanan semacam itu. Ke berbagai kota di Jawa dari Banyuwangi sampai Merak sudah kujelajah waktu mahasiswa. Kebanyakan gratis! Juga Sumatera dan Kalimantan. Kuncinya? Banyak teman, relasi, jaringan. Lalu punya kecerdasan. Gratisan tuh butuh kapasitas yang disyaratkan. Misal ikut visitasi Mgr. Pandoyo, aku dapat perjalanan dari Malang, Pasuruan, Situbondo sampai Banyuwangi. Syaratnya kan mesti dekat sama Mgr. Pandoyo kan? Lalu jadi misionaris awamnya CM bisa ke Kalimantan Barat, Tanjung Priok, Surabaya, Blitar, dll. Sudah gratis, dapat training sebelumnya, dan dapat uang saku. Tapi kan mereka punya syarat juga. Juga beberapa kali jalan ke Jakarta minim ongkos dengan naik Kereta Api Matramaja. Ikut pelatihan jurnalistik, pelatihan ini itu. Karena utusan berarti dapat sangu, dan cari tiket murah sembari nilep-nilep dikit. Kalau rombongan ada 5 orang, tiketnya beli 3 aja. Jadi kalau kondekturnya kelihatan akan ngecek, cepet-cepet ke toilet. Lamain dikit sampai kondekturnya lewat. Tapi trik ini jangan coba-coba dilakukan sekarang. Kereta api Indonesia sekarang sangat rapi. Pasti diturunkan kalau gak punya tiket. Juga jangan lagi dicoba untuk kendaraan manapun juga! Menurut agama manapun itu termasuk mencuri, dan dosa hukumnya. Kalau sekarang, jalan gratis karena urusan dan utusan kerjaanku. Bisa ke Indonesia berbagai tempat, bahkan ke luar Indonesia juga, meski sekarang baru seputaran Asia.
Okey, soal yang gratisan juga tidak akan dibahas di sini. Itu hanya semangat dasarnya karena memang tidak punya duit lebih, dan menandaskan bahwa kesempatan harus disambar!

Kali ini adalah merancang perjalanan agak jauh atau jauh dengan biaya minimal namun ternikmati semua sudutnya :

1. Memastikan siapa yang akan ikut dalam perjalanan. Pastikan bahwa kita masing-masing memang punya waktu untuk liburan. Bagi yang masih lajang, dan bukan guru pasti lebih mudah. Tapi kalau sudah ada pasangan dan anak-anak dan guru, lebih baik tahu jadwal libur pasangan, anak-anak, dan sekolah. Guru memang pekerjaan spesial. Kayaknya santai tapi gak bisa sekarepe dewe. Nah, tanggal-tanggal libur itu pampang dengan lingkaran menyolok di kalender.

2. Tentukan budjet yang akan digunakan selama perjalanan, total. Itu jumlah uang yang tidak mengotak-atik kebutuhan rutin (supaya tidak jontor usai perjalanan) dan jumlah itu akan diusahakan sungguh-sungguh terkumpul dengan segala cara. Hanya jumlah itu yang akan kita gunakan. Berhemat, puasa, tidak jadi beli sandal sesuai rencana, menunda makan di Pizza Hut, mencuci motor sendiri, dll bisa jadi cara selain mencari kerja tambahan seperti menulis, dan bicara. Atau jualan ini itu, bekerja tambahan dll. Di rumah, aku, suami dan anak-anak punya kotak2 keinginan yang bertulis nama kami masing-masing. Ketika suamiku nyuciin motorku, aku masukkan 6 ribu rupiah ke kotaknya. Ketika aku tidak jadi creambath, aku masukkan 50 ribu rupiah di kotakku. Ketika aku lihat Albert membantu bapaknya membuat kandang burung, aku masukkan 3 ribu ke kotaknya. Ketika dapat honor ngomong 700 ribu aku masukin kotak. Macam itulah. Kotak itu disegel rapet tak akan dibuka sampai hari H. Tahun lalu ketika kami jalan ke Jawa, kami buka kotak-kotak itu lumayan lo. Kotak Mas Hen bisa sampai 300-an ribu rupiah, dan cukup untuk beli camilan, minuman, makanan sepanjang perjalanan. Kotak anak-anak untuk kebutuhan mereka sendiri, gak perlu minta kami. Padahal dikumpulkan beberapa bulan saja.

3. Lalu tentukan tujuan perjalanan. Satu pulau, dalam negeri atau luar negeri? Aku sering memakai pertimbangan keinginan yang kuat, baru kemudian uang. Kalau uang menjadi pertimbangan awal, aku takut malah gak kelakon atau tak ternikmati. Browsing di buku, majalah, koran, internet bisa memberi pengaruh pada keinginan mengunjungi mana. Misal sekarang ini aku lagi kuat banget pengin balik ke Thailand untuk menjelajah tempat-tempat yang dulu tak sempat kukunjungi saat aku kesana. Tapi aku juga sedang ingin menunjukkan pengalaman mengunjungi negara lain dengan anak-anak, mungkin yang dekat-dekat dulu, Singapura dan atau Malaysia. Lalu juga ingin ke Bali sekalian pulang kampung. Dll. Tapi sebenarnya otomatis bayangan budjet yang kita tentukan akan mempengaruhi saat memilih tujuan secara realistis. Ini kan kita merancang perjalanan sungguhan, bukan cuma mimpi-mimpi saja.

4. Setelah tujuan ditentukan, kita cari cara yang paling nikmat dan murah. Ini yang menjadi inti dalam perancangan perjalanan. Data tentang pilihan alat transportasi menjadi sarana yang paling menguntungkan. Waktu kami rencana ke Jawa tahun lalu, kami sudah tentukan kota-kota yang akan dihampiri. Jogjakarta, Surabaya, Lumajang, Kediri dan Bandung. Pilihannya pesawat, kereta api, dan bis. Lalu kotak-katik. Sekarang harga pesawat dan kereta api dapat kita lihat secara online. Keduanya menawarkan harga yang berbeda pada hari yang beda. Kalau kereta api, pada hari Jumat - Minggu pasti lebih mahal. Pesawat juga punya kecenderungan mahal pada hari-hari tertentu, bisa sangat-sangat mahal tak masuk akal. Tapi juga bisa dapat murah tak masuk akal kalau sedikit beruntung. Moda angkutan seperti itu kan melihat trend pasar. Aku pernah dapat tiket Kereta Api Gajayana Kediri - Jakarta yang biasanya Rp. 380.000,- dengan harga hanya Rp. 100.000,- Yaitu pada hari Kamis, bulan April! Mungkin pada bulan itu orang tidak banyak yang bepergian. Lalu kami sekeluarga pernah dapat tiket pesawat Surabaya - Jakarta super murah karena kami pilih penerbangan tanggal 1 Januari pukul 06.00. Hehehe, bayangin siapa yang mau terbang jam segitu pada tahun baru? Mereka semua masih tidur, kami sudah jalan ke bandara. Nah, macam itulah milih tiketnya. Cari jadwal yang kira-kira orang tidak mau pakai. Lalu pesannya jauh-jauh hari. Jangan terlalu mepet. Jauh-jauh hari merancang juga membuat hidup kita lebih enak. Saat buat janji dengan orang-orang lain akan lebih mudah juga. Jadi jadwal perjalanan kita gak terganggu.

5. Menentukan tempat menginap. Ini juga gunanya berteman dengan siapa saja. Berteman secara erat tidak basa-basi. "Kapan-kapan saya akan mampir juga ke rumah, bu." Begitu aku bilang ke mamanya Yessy yang rumahnya Kabanjahe saat beliau haru pamit setelah dari Lampung sambil memeluknya erat. Dengan yakin beliau menawarkan,"Pasti. Kapan saja, datang ke rumah. Kau anakku juga." Nah, aman. Saat nanti suatu ketika aku ke Sumatera Utara aku sudah dapat tempat tinggal. Itu contohnya. Jangan hanya basa-basi saat berteman. Juga jangan pernah niat untuk ngrepoti. Kalau memang rumah kerabat atau sahabat yang jadi tempat menginap, pastikan mereka tahu rencana nginap itu jauh-jauh hari. Dan jangan memaksa. Beri ruang mereka untuk berpikir hingga yakin bahwa kehadiranmu tidak mengganggu mereka, tapi malah menyenangkan mereka. Pilihan lain yang lebih bebas untuk menginap : losmen, hostel, atau hotel, tergantung duit. Atau sewa rumah penduduk. Ini jauh lebih murah. Misal kalau ke Pantai Mutun yang dekat-dekat sini, kami akan pilih sewa kamar di rumah Pak Pieter seharga 150 ribu rupiah, daripada di cottage depannya yang 600-an ribu semalam.

6. Makanan bisa menjadi sarana wisata. Jadi tahu makanan khas tempat tujuan kita bisa masuk dalam perancangan dimana kita akan makan pagi, siang dan malam. Internet bisa membantu kita jika tidak ada rekomendasi teman. Misal, kalau lewat Muntilan, jangan lupa brongkos enak di Pasar Jembatan Krasak. Atau kalau ke Malaysia makan nasi lemak, sembari mbandingin dengan nasi uduk. Ke Sanggau makan nasi padang. Hehehe, salah ya. Tapi itu kualami saat naik Damri dari Pontianak. Kelaparan dan hanya ada nasi padang. Ampun. Jauh-jauh dari Sumatera malah makan nasi padang!

7. Pastikan tahu ada biaya-biaya tambahan. Macam airport tax, pajak retribusi, uang kencing, dll. Jangan samapi lupa. Di Radin Inten airport tax hanya 15 ribu, tapi di Soekarno-Hatta untuk domestik 40 ribu dan internasional 150 ribu. Cukup besar kan. Jadi mesti disiapkan. Biaya untuk oleh-oleh hukumnya wajib. Tapi tidak harus untuk semua orang sekampung. Aku cenderung beli oleh-oleh untuk diriku sendiri. Selendang tenun dari Bena, hiasan dinding kain dari Bangkok, kaos dari Pontianak, taplak kotak-kotak dari Siem Reap, anting-anting dari Balikpapan, lonceng dari Taipei, batik dari Jogja, dll. Kita bisa bercerita dari barang-barang itu. Lalu kalau ada duit lebih beli berlusin-lusin gantungan kunci, untuk jaga-jaga jika ada yang nagih oleh-oleh. Di tempat wisata manapun pasti ada souvenir gantungan kunci. Hehehe. Murah.

8. Foto dan tulisan. Ini yang paling penting untuk disiapkan. Kamera, baterai, dan cek sebelum berangkat. Lebih baik beli kamera dengan baterai yang sekali pakai. Beberapa kali aku mengalami masalah kalau baterai harus diisi ulang. Colokan listrik tidak selalu sama di banyak tempat. Lalu beli baterai cadangan yang cukup. Juga bawa memory card reading. Jika nanti perlu memindahkan gambar untuk langsung upload akan lebih mudah. Lalu pena dan buku kecil. Pastikan pena tidak ngadat, dan tulis sebelum berangkat di halaman-halaman depan : alamat-alamat yang penting di tempat tujuan, no telepon, kontak person. Ini akan sangat membantu. Nulisnya jangan di bagian dalam, nyarinya susah. Lalu tulis juga kode booking (jika pake pesawat) termasuk jadwal dan no penerbangan. Kalau tiket ketinggalan gak repot. Lalu tulis pengalaman perjalanan per hari/ per tanggal. Ndak harus detail, tapi point-point catat untuk mengingat saat kita tulis kisah kita nanti. Khususnya jika nyangkut nama orang, nama tempat, nama makanan, dll.

9. Barang-barang keperluan sehari-hari jangan lupa. Aku paling suka bawa ransel. Semuanya aku kemas berdasar jenis dalam tas-tas kain sebelum masuk ke ransel. Bisa juga pakai tas plastik jika ada kekuatiran kena air sepanjang perjalanan. Tapi aku gak suka bunyi kresek-kresek dari tas plastik pas bongkar dan packnya. Jadi aku lebih suka pakai tas-tas kain, bekas kondangan, bungkus helm, bekas belanja dll. Misal baju tidur dan baju dalam masuk dalam 1 tas, sepatu tas lain, baju yang gak boleh kusut di satu tas, dst. Lalu masukkan teratur ke ransel, jangan dijejal. Fungsinya memisahkan ke tas-tas kecil, andai perlu dibongkar kita gak repot barang-barang berhamburan. Waktu di Phnom Penh ada seorang penumpang yang harus membongkar kopernya di bandara karena dicurigai imigrasi ada barang yang gak boleh masuk pesawat macam benda tajam, cairan dll. Jadi morat-marit kalau gak dipack per tas. Kita mudah juga kalau butuh benda tertentu. Terus, benda-benda pribadi macam sikat gigi, odol, handbody, dll jangan lupa. Walau niat mandinya tidak sering-sering, itu wajib. Baju cari yang ringan dan gak usah banyak. Usahakan satu ransel cukup. Plus satu tas kecil untuk dokumen diri (KTP dan Paspor), tiket, kamera, buku catatan, uang, dan tisu. (isi dengan barang yang akan dibutuhkan di jalan.) Dan biasanya aku tambah dengan celana dalam satu, dan t-shirt yang paling tipis. Untuk jaga-jaga. Kan pernah ada cerita bagasi seseorang hilang to? Entah naik apapun kayaknya baju cadangan ini penting. Ohya, fotokopi juga dokumen diri lalu taruh di ransel. Untuk jaga-jaga.

10. Nah, ya, perjalanan itu menyenangkan. Jadi jangan nunggu-nunggu. Nunggu kalau lulus. Nunggu kalau kaya. Nunggu kalau udah nikah. Wah, gak jadi deh. Maka, ayok, buat hidup ini lebih bermakna dengan perjalanan-perjalanan. Pun sekarang kita sedang melakukan perjalanan kok. Perjalanan kehidupan. Kita jelajahi dunia dengan nikmatNya. Aku kira Dia-pun selalu melakukan perjalanan. Tidak mandeg berhenti mogok.

Begitulah.

Friday, July 20, 2012

Mengurus Paspor Sendiri

Cara membuat paspor Cara Membuat Paspor Indonesia
Paspor Indonesia.
Paspor menjadi dokumen yang wajib dipunyai jika akan pergi ke luar Indonesia. Iseng yang serius (hehehe) aku pergi ke kantor imigrasi Bandarlampung hari ini. Aku ingin membuatkan paspor untuk anak-anak. Ini akan jadi pengalaman ketiga urusan pembuatan paspor setelah untukku sendiri (2010), untuk suami (2011) dan kali ini untuk anak-anak. Belum tahu pasti untuk kemana, tapi aku kepikiran suatu saat akan pergi bersama mereka keluar Indonesia. Jadi lebih baik aku urus di awal.
Karena sudah cukup tahu, begitu tiba di kantor imigrasi aku menuju toko koperasi, di kantor imigrasi Bandarlampung letaknya di belakang kantor. Ini untuk beli map dan formulir pernyataan yang diperlukan. Juga beli materai Rp. 6.000,- jika belum punya. Map dan isinya harganya Rp. 15.000,-. Bilang ke penjualnya tentang paspor yang kita maksud. Untuk melancong, anak-anak bawah umur, TKI atau haji atau umroh dan sebagainya. Dia akan memberikan tepat seperti yang kita mau. Bedanya pada formulir yang mesti disertakan. Nah, dari situ masuk kantor untuk minta formulir di konter informasi atau customer servise. Ada 'formulir kotak-kotak' hehehe...yang mesti diisi dengan biodata. Lalu ya lengkapi dokumen-dokumennya.
Ini dia yang dibutuhkan :
* KTP asli dan fotokopi (fotokopinya satu muka ya, jangan bolak-balik, dan ukuran A4, jangan dipotong.)
* Kartu Keluarga (KK) asli dan fotokopi
* Akte Kelahiran asli dan fotokopi [Kalo gak ada, bisa pake ijasah pendidikan formal, cari yang ada nama ortu, gak harus ijasah terakhir.]
* Surat Sponsor / surat keterangan / surat rekomendasi dari tempat kerja (Buat saja semacam pernyataan bahwa memang bekerja di situ, bubuhi tandatangan bos dan stempel kantor.)
 * Surat WNI/SKKRI/SBKRI  untuk yang punya
* Surat Keterangan Ganti Nama jika ada yang pernah ganti nama.
* Buku pelaut untuk ABK.
* Paspor lama bagi yang ingin memperpanjang.
Dokumen asli harus disertakan untuk pengecekan. Pastikan KTP dan KK tidak kedaluwarsa. Waktu aku urus pasporku sangat repot karena aku baru tahu kalau KTP sudah habis masanya, dan terpaksa pakai segala cara untuk dapat KTP dulu dalam waktu yang sangat singkat.
Jangan lupa menempel materai dan tanda tangan. Semua formulir yang sudah dibeli juga diisi lengkap ya. Masukkan semua ke dalam map lalu serahkan ke loket pendaftaran paspor.
Setelah dilihat kelengkapannya, dokumen asli akan dibalikin dan kita akan mendapat  struk / slip berisi data singkat dan tgl kapan kamu harus kembali. Ini mudah kok. Kalau gak bisa urus sendiri bisa minta tolong ke siapa saja untuk masukin berkas-berkas ini. Toh wawancara dan foto kudu tetep orangnya sendiri yang datang. Datangnya sesuai dengan tanda terima itu. Jangan pakai calo!
Biasanya disuruh datang 2 atau 3 hari lagi, tapi aku dulu sehari juga bisa. Serahkan struk dan nanti diberi semacam kwitansi utk melakukan pembayaran.  Bayar di kasir. Serahkan bukti pembayaran lalu tunggu panggilan untuk foto. Rapikan dikit rambut, muka, dan baju atasan. Ini akan kita pakai selama 5 tahun, jadi jangan terlalu berantakan deh. Saat itu juga diambil sidik jari, sepuluh jari. Lalu antre lagi. Nanti akan dipanggil untuk wawancara. Yang ditanya waktu wawancara? Seputar mengapa buat paspor, mau kemana, memastikan data kita : nama, tempat kerja, dll sudah betul. Hanya itu. Lalu kita akan mendapat surat pengambilan paspor. Tidak lama, tidak sampai satu minggu. Bisa siapa saja yang ambil.
Nah, untuk anak di bawah umur 17 tahun prosedurnya sama seperti paspor dewasa,  hanya ada syarat tambahan dokumen yg harus dilengkapi, yaitu dokumen-dokumen ortunya. Ohya, kita bisa datangi kantor imigrasi manapun, tidak harus sesuai KTP. Aku hitung-hitung, seluruh biaya yang aku keluarkan adalah :
Rp. 15.000,- untuk beli map, Rp. 6.000,- untuk beli materai, Rp. 255.000,- untuk biaya pengurusan (kalau tidak salah 200 ribu untuk biaya paspor 48 halaman dan 55 ribu untuk jasa biometric), dan uang parkir 3 X Rp. 1.000,- untuk tiga kali datang ke kantor imigrasi. Jadi totalnya Rp. Rp. 279.000,- Mungkin akan ketambahan beberapa belas ribu rupiah saat foto dan wawancara dengan anak-anak, karena mereka pasti ingin beli ini itu roti minum permen dll.
Okey, jadi akan kemana kita akhir tahun ini? Singapura, Malaysia, Thailand,...? Itu sebagian negara yang gak butuh visa, dan itulah tujuan-tujuan pertama kami sekeluarga. Yuk kumpulin sangunya....

Thursday, July 19, 2012

Rindu Kahlil Gibran

Gibran di masa mudanya.
Pernah satu masa, aku sangat suka Kahlil Gibran. No, no, tidak hanya suka tapi lebih. Lebih dari suka. Semua tulisannya dalam buku-buku menjadi koleksiku paling berharga. Sayap-Sayap Patah, Sang Nabi, Si Gila, Taman Sang Nabi, puisi-puisi cinta, Surat-surat Cinta, kata mutiara, dan entah apa lagi. Juga tulisan yang ada hubungannya dengan Gibran, seperti surat May Ziadah untuk Gibran selalu menarik perhatianku.Aku membacanya berulang kali.
Beberapa hari lalu tiba-tiba aku ingat dia, setelah belasan tahun tak terusik. Tiba-tiba aku rindu memegang Gibran kembali. Aku telisik deretan buku-bukuku di rumah maupun di kantor. Kemana? Aku tak menemukannya. Hanya ada satu buku warna ungu, Surat Cinta Kahlil Gibran untuk May Ziadah. Yang lain tidak kutemukan. Aku ingin membaca tulisannya yang untuk umum, bukan hanya untuk May. Dan lagi aku merasa tidak fair jika aku menganggap diriku May bagi Gibran, sesuai rasa yang kuperoleh ketika aku membacanya. Itu jelas berlebihan tidak masuk akal.
 
1 November 1920
May sayang,
Jiwa itu, May, tidak bisa melihat sesuatu dalam kehidupan ini kecuali apa yang ada dalam jiwa itu sendiri. Ia hanya percaya terhadap peristiwanya sendiri, dan jika ia mengalami sesuatu maka hasilnya menjadi bagian dari dirinya. Tahun lalu aku mengalami sesuatu yang ingin ku simpan menjadi rahasia, tetapi aku tak bisa melakukannya. Ternyata rahasia itu ku sampaikan juga kepada seorang kawan tempat aku biasanya mengadukan segala rahasiaku, karena aku merasa bahwa aku sangat memerlukan seseorang tempat aku mengutarakan isi hatiku. Tapi, tahukah kau apa yang di katakannya padaku? Tanpa pikir panjang ia berkata padaku : “Ini hanyalah nyanyian yang merdu.” Taruhlah seseorang mengatakan kepada ibu yang sedang menggendong bayi di tangannya bahwa ia sedang membawa sebuah patung kayu, apakah kira-kira jawabannya? Bagaimana perasaan si ibu itu?
Beberapa bulan telah lewat, namun kata-kata itu (“nyanyian merdu”) masih terngiang-ngiang di telinga, namun sahabatku itu tidak puas dengan apa yang di ucapkan saja. Ia juga mengawasiku, menegurku dan menusuk tanganku dengan paku setiap kali aku mencoba menyentuhnya. Akibatnya aku menjadi putus asa, tapi May, putus asa itu adalah sebuah rasa kasih yang mati. Itulah sebabnya baru-baru ini aku sengaja “duduk” di depanmu dan “memandang” wajahmu tanpa berkata sepatah katapun dan tidak hendak menulis sesuatu padamu, karena hatiku berkata: “Aku tak punya kesempatan untuk itu.”
Namun pada setiap musim dingin hati terdapat getaran musim semi, dan di balik selubung setiap malam terdapat senyum sang fajar. Kini, putus asaku telah berubah menjadi harapan.

Gibran
Gibran kali ini menjadi kerinduan yang tak tertuntaskan. Aku tak akan membeli buku-bukunya lagi seperti gadis belasan tahun yang jatuh tersungkur cinta. Itu aku di masa lampau. Karena aku di masa kini mempunyai prioritas lain untuk kubeli, kudatangi dengan hasrat, dan semua akan kulakukan dengan kesadaran kepentingan. 
Pun Gibran tidak bisa kukatakan sebagai 'sekedar Gibran'. Aku telah menyimpan sebagian dari ingatan pada pikirannya dan hatinya. Ah, aku tidak mengenali pikiran dan hatinya, tapi jelas aku sangat dekat padanya.
Biarlah kali ini aku menjadi 'May Ziadah baru', kekasihnya yang tak pernah dijumpai. Kekasih yang menyapa lewat kerinduan dan tulisan. Tak pernah berhasil mereka fisiknya yang tampan dalam bayangan dalam selang jaman.
Tapi sungguh, malam hingga pagiku, aku mengempis dalam pelukan rindu pada 'Gibran'ku.

Wednesday, July 18, 2012

Jajanan Manis Harum Lezat...

Arum manis aneka warna.
Ada banyak jajanan yang sering mampir di kenangan. Sebagian di antaranya sudah tidak ingat lagi nama, bentuk, rasanya... Tapi aku bisa mengingat pernah melihatnya, pernah mencicipnya, pernah tidak menyukainya... Ya, masa aku kecil aku tidak terlalu doyan makan. Dan jatah uang sakuku yang hanya 50 rupiah sehari saat aku masih SD, tentu tak bisa kubelikan segala yang aku inginkan. Selain itu bapak Samiran dan ibu Titik sangat protektif urusan beli sesuatu. Mesti irit, mesti sehat, mesti bersih, mesti...mesti... Dan aku termasuk anak manis penurut, jadi jarang banget berontak protes.
Mungkin karena itu atau karena memang bawaanku, jaman aku sudah lepas dari ortu, aku sangat suka mencoba jajanan dan makanan. Dari bahan apapun bisa aku cicip. Di manapun. Kaki lima, restoran, hotel, ... Bahkan kadang-kadang keladuk kalau memang ingin, dan aku tak hitungan soal harga jika urusannya makanan. Untuk benda-benda lain (kecuali buku) aku bisa menahan diri untuk tidak membeli bahkan melarang diri sendiri untuk beli. Tapi urusan makanan (dan buku, tentu saja) aku bisa memaklumi diri andai boros dan keladuk.Kadang-kadang lalu menyesal, tapi terus terulang lagi.
Bahwa aku menikmati makanan, itu tak bisa dibantah. Dan aku suka mencoba makanan baru dan aneh, itu memang iya. Kemarin pulang dari Pujodadi, Indri mengajakku mengincip semur biawak. Dan ternyata enak tu. Aku pernah mencoba codot, ular, laron, labi-labi, dll. Segala daun batang dan bunga aku juga bisa menyantap enak. Sebut saja makanan yang aneh-aneh. Lidah maupun perutku tidak menolak.
Nah, lalu kenapa dengan gambar arum manis alias cotton candy di sini? Karena aku baru saja (hmmm, beberapa hari yang lalu di GOR Saburai) makan ludes satu bungkus (Albert dan Bernard hanya nowel dikit, dan mereka tak terlalu berminat rupanya) seharga 8000 rupiah. Menikmati rasa manis lumer yang kemudian langsung hilang begitu saja di mulut. Aku tidak ingat kapan aku pernah makan arum manis segini banyak dengan puas. Dulu bapak dan ibu jelas melarang kami anak-anaknya untuk membeli dan memakannya. Bisa buat batuk, gitu alasannya. Untung aku tidak perlu melarang anak-anakku karena rupanya mereka tidak suka. Hanya, aku perlu menahan diri... Seperti biasa. Menahan diri.

Tuesday, July 17, 2012

FGD Para Mantan BMI Sukodadi

Salah satu kelompok FGD.
Kemarin (16 Juli 2012) aku melibati focus group discussion (FGD) di Sukodadi, Pujodadi di Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Pringsewu. Dari Bandarlampung aku memakai Mio-ku menuju Pringsweu. Mampir sebentar mencari minuman karena botolku rupanya tertinggal. Dari pasar / lampu merah Pringsewu ambil jalan ke kiri. Sekitar 12-an km dari perempatan itu. Atau sekitar 1,5 jam dari Bandarlampung dengan jalan santai tengok kanan kiri. Sempat berhenti sebentar di Sumberagung karena hujan dan sekalian cari makan.
Saat aku datang sudah ada beberapa orang yang datang di rumah Mbak Marni, tempat kami akan diskusi. Belasan orang mantan buruh migran Indonesia (BMI), kebanyakan ibu muda dan beberapa gadis saling bercerita tentang pengalaman mereka berdasar pertanyaan yang sudah dikonsep. FGD kali ini dipandu Samsul dan Melly, dosen Universitas Lampung. Dibagi dalam dua kelompok mereka diajak untuk menceritakan detail keberangkatan mereka ke luar negeri hingga pulang kembali di Pringsewu. Ada yang pernah bekerja di Taiwan, Saudi Arabia, Singapura, dan Malaysia. Beragam kisah. Walau ada di antara mereka mengalami masalah saat di negeri orang, seperti seorang ibu pernah masuk penjara di Malaysia, kerja yang sangat berat dengan tekanan dari majikan, masih ditambah dengan masalah dengan keluarganya di Indonesia, mereka tidak merasa 'kapok' untuk pergi lagi. Ada yang sudah bekerja 9 tahun atau belasan tahun, pun masih ingin kembali bekerja di luar negeri.
Dari TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, tanggal 14 Desember 2011 ditulis : 
Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kabupaten Pringsewu saat ini mencapai 406 orang dengan rincian: sektor informal 258 orang dan  di sektor formal 148 orang.
Menurut Kabid Naker Disosnaker dan Trans Pringsewu Dudit, ke depan pihaknya akan mengupayakan pengurangan tenaga kerja informal dengan mengarahkan mereka untuk lebih memilih  ke jalur formal.
"Kita upayakan dengan menyosialisasikan hal ini ke masyarakat. Kami sifatnya mengurangi dari informal ke formal," katanya, Rabu (14/12/2011).
Berdasarkan data 2010 lalu, ada peningkatan jumlah TKI dari Pringsewu, namun dalam kurun dua tahun terakhir jumlah sektor formal lebih baik dari informal. 
Menghentikan migrasi sangatlah tidak mungkin, terlebih negara belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan dalam negeri yang menyejahterakan. Memilih jalur formal, dengan menyiapkan semua prasyarat dan perlindungannya bisa menjadi pilihan. Sembari mengerjakan PR-PR : regulasi ketenagakerjaan yang fair dan adil, sosialisasi ketenagakerjaan, kampanye stop human trafficking, standar ketenagakerjaan dalam negeri yang manusiawi, pemulihan martabat manusia,...dll.dll.dll.

Saturday, July 14, 2012

Hanya Seminggu Liburan Bersama Ibu

Ada beberapa foto yang sayang kalau dilewatkan. Baik juga aku pasang untuk mengingat liburan dalam minggu terakhir, ya hanya seminggu waktu yang kami miliki untuk bersama-sama semasa liburan sekolah lalu. Ibunya yang sok sibuk sok penting telah melewatkan waktu liburan jauh dari rumah. Maka seminggu menjadi saat bayar utang, yang belum terlunaskan!
Okey lihat.
Salah satunya adalah mancing di Mutun.

Chiee, gayanya....






Menghitung hasil pancingan.



Aku bisa terbang!!! Hore...
Ini dia hasilnya!
Aku yang menarik rakitnya, ya? Huff, malah cuma senyum.
 Lalu ke Saburai. Kebetulan Moscow Sircus and Taman Safari Indonesia sedang gelar pertunjukan di situ. Jadi kami bisa menonton, aku kira untuk ke sekian kalinya deh, dan naik gajah. Ini pengalaman barunya. Asyik juga bisa naik binatang yang besar itu.


Ke sirkus di Saburai dan naik gajah.


 Tuh, Lion dan Manke ikut juga
 Lalu selebihnya ya, kruntelan saja di rumah. Dua hari mereka aku ajak ke kantor. Hanya tahan dua hari. Lalu belanja keperluan sekolah. Makan di luar setiap malam. Mulai dari Kampoeng Bamboe sampai mi Surabaya. Lalu, ya itu tadi. Kruntelan saja di rumah!


Friday, July 13, 2012

Masuk Tahun Ajaran Baru

Bernard dan Albert
Tanggal 9 Juli lalu menjadi hari istimewa.
Pertama yang penting, itu hari kelahiranku. SMS pertama dari ibu dan hari itu aku hanya ingin mengatakan pada Ibu Titik,"Ibu, maturnuwun. Banyak awal yang berasal dari ibu, mohon doa supaya aku bisa melakukannya hingga akhir. Terimakasih sudah menjadi sarana aku lahir di dunia. Muah." Pasti, 38 tahun lalu adalah hari yang sangat penting bagi ibu Titik dan aku ingin selalu mengingatnya begitu.
Kedua, yang lebih penting, hari itu hari Senin pertama anak-anak, Albert dan Bernard masuk sekolah di kelas yang baru. Albert kelas 6 dan Bernard kelas 3. Aku menyiapkannya dari minggu yang lalu untuk memastikan semua sudah siap dan baik-baik saja. Tetap saja ada yang terlupa, topi!
"Topi sekolah kaliah sudah kucel banget. Ibu lupa beli!" Kataku panik di Senin pagi.
Bernard biasa saja, senyum-senyum,"Ndak apa-apa ah yang lama."
Albert,"Nggak usah beli, ibu. Aku tinggal setahun lagi di SD."
Tetap saja aku tidak bisa membiarkan mereka memakai topi semacam itu. Maka aku paksa Albert berangkat lebih pagi supaya aku sempat ke koperasi sekolah untuk beli topi. Dua topi. Albert protes tapi aku benar-benar tidak mau melihat dia memakai topi yang lama lagi. (Ibunya lebih keras kepala.)
Hari itu aku hanya untuk anak-anak. Aku tidak mau mengerjakan hal lain selain yang berkaitan dengan anak-anak. Jadi usai ngantar Albert ke sekolah, aku tidak meneruskan perjalanan ke kantor tapi balik kucing, ke rumah. Ganti menyiapkan Bernard. Masih ada beberapa jam, kami berdua diam-diam di kamar. Aku dengan bukunya Rm. Mangun, Burung Rantau, sedang Bernard dengan komiknya, Naruto. Sampai jam 11 saat aku harus antar dia ke sekolah. Pulangnya, aku jemput Albert, antar dia potong rambut, lalu menikmati berdua dengan Albert. Jika aku membaca, maka Albert pasti akan ngeluyur keluar rumah. Jadi aku temani dia urus burung-burung dara dan ngobrol dengan kucing, sampai jam 15.30 saat aku harus jemput Bernard.
"Aku ikut ya?" rengek Albert.
"Tidak." Aku tahu dia pasti akan bosan terlebih aku juga harus antar Bernard potong rambut juga. Saat aku sampai rumah sekitar 2 jam setelahnya, Albert dengan wajah segar menyambutku. Hehehe...
"Aku tidur saat ibu pergi." Rekor dia terpecahkan. Rekor tidur siang!
Foto di atas di ambil sebulan yang lalu, 10 Juni. Foto yang terbaru setelah rambut mereka cepak, aku susulin nanti. Anak-anakku, selamat masuk tahun ajaran baru ya. Teruslah tumbuh menancapkan akar-akar dan menyembulkan tunas-tunas. I love you all. (All-nya termasuk Den Hendro, ya. Protes nanti dia kalau namanya tak kusebut. Hehehe...)

Thursday, July 12, 2012

Perjalanan ke Taiwan (7) Terakhir tapi Bukan yang Terakhir

Okey, ya. Ini postingan terakhir khusus tentang perjalanan ke Taiwan. Detail-detailnya pasti akan muncul lagi kapan-kapan, tapi aku selak ingin menulis tentang yang lain. Dan aku harus menyiapkan perjalanan-perjalanan lain. Jadi untuk Taiwan, sementara ini cukup. Ini yang terakhir, tapi bukan yang terakhir. Hehehe...bingunglah.
Jadi, apa yang belum aku ceritakan? Wait a minute.
Nah, ingatan pertama, kunjungan ke CM Taiwan, yang di Taipei. Tak sangka ketemu akhirnya ketemu juga dengan Rm. Kusno. Dia menjemput di Shihlin Station, dengan kaca mata hitam. "Sudah dua jam aku menunggu!" Ha, pasti bohong, tapi betul romo, terimakasih, thank you, xie xie! Berkat romo aku bisa menikmati Taipei lengkap dengan segala halnya. Malah disangoni pula. Aduh, setua ini masih juga aku nunut nebeng numpang. Hehehe, memang hobinya mengikuti penyelenggaraan ilahi, ndak boleh bawa keping emas perak dan segala logistik. Hanya seransel bawaan yang minimalis. Terimakasih juga untuk CM, yang masih boleh terus kuanggap sebagai 'bapak' dan sahabat. Nah, ya juga ketemu Rm. Budi (urusan denganku selalu soal tumpangan ya, romo? hehehe, dulu di Nanga Pinoh, sekarang di Taipei. wih.), Rm. Susilo ketemu di jalanan hanya sempat jabat tangan, lalu Rm. Murji yang menemaniku jalan-jalan. Thank a lot.
Yellow rice and spicy chicken.
Kedua, aku janji untuk cerita soal makanan. Ini sebenarnya cerita panjang bagiku yang memang hobi makan. Tapi aku menahan diri ah. Aku lagi diet gara-gara masalah di perut, jadi gak usah cerita banyak. Nanti malah pengin makan yang tidak-tidak. Salah satu makanan yang sempat kufoto adalah nasi kuning dengan lauk pauk istimewa di kediaman Bp Hung. Ini santapan istimewa yang sangat lezat dan serasa gak pergi kemana-mana, hanya di Cirebon situ aja. Hehehe. Tapi rasanya memang istimewa.
Lalu makanan-makanan Taiwan lain yang  aku makan selama di sana, aku lihat dimasak cepat, model osengan atau tumis dengan lemak yang cukup banyak, maka tentu saja gurih.
Beberapa jajanan juga menarik. Salah satu yang aku bawa juga untuk oleh-oleh anak-anak adalah sun cake. Aku bilang ini seperti bakpia, tapi dengan isi keju bercampur krim rasa gurih manis.
Nah, yang menarik adalah makanan seperti lemper, bentuknya segitiga yang aku ambil di 7-eleven Hsinchu Station. Dari ketan, dengan isi daging, dibungkus nori yang renyah. Paduan gurih dan rasa laut. Hmmm, delicious. Makanan lain seperti makanan Vietnam, Thai, Itali dan Jepang sempat kusantap juga di beberapa kesempatan kunjungan, rapat maupun jalan-jalan.
Ketiga, saat perjalanan pulang aku merasa di puncak energi. Tidak seperti saat berangkat aku sangat capek, saat perjalanan pulang aku sangat segar. Menunggu di Touyuan airport aku melihat rombongan-rombongan yang bermacam-macam. Rombongan orang-orang terlihat sebagai rombongan tour, dengan melihat benderanya. Juga rombongan dinas, ini terlihat dalam gerombolan dengan pin tertentu. Lalu rombongan TKI yang akan mudik. Ini terlihat juga. Bahasa Jawa terdengar kental antara mereka, dan selain antusias gembira kelihatan wajah cemas melekat pada mereka. Bayangin, tanpa paspor dan tiket mereka menunggu di bandara. Lalu setelah agensi datang memanggil mereka berdasar paspor, baru mereka dapat kepastian berangkat pakai apa dan jam berapa.
"Aku rung sempet sarapan. Mangkat ket subuh maeng," ujar salah seorang dari mereka sambil ngedumel.
Makan siang yang disediakan Garuda.
Aku yang jelas sendirian, pun ditowel seorang, yang pasti agensi, sambil menunjuk sebuah paspor. Aku sudah geleng-geleng, dia masih ngotot dengan ngomong mandarin yang aku gak ngerti. Aku mesti menegaskan bahwa aku bukan orang yang dimaksud itu, baru dia pergi. Dikiranya aku salah satu anggota di bawah agensinya. Ya, aku cukup maklum.
Di pesawat pun aku sudah berniat menikmati perjalanan. Dengan Garuda, berangkat 09.20, Boeing 737-800 NG sangat nyaman. Fasilitas musik, film dll yang bisa kupilih untukku sendiri, dan makan siangnya enak. Aku makan ludes semuanya.
Nah, di Soetta aku mesti cari bus shuttle untuk mencapai terminal 2B tempat aku akan naik Lion. Menunggu di sini sekitar 5 jam, tapi aku tidak merasa bosan. Aku senang bisa kembali ke Indonesia. Dan apapun, aku selalu rindu rumah, tempat aku bisa tidur dengan pulas bersama suami dan anak-anakku.
I miss u all. Walau jelas aku  akan melakukan perjalanan lain ke manapun tak terhingga, aku akan tetap rindu kalian, rumah dan hatiku. ***

Wednesday, July 11, 2012

Perjalanan ke Taiwan (6) Taman-taman dalam Kota

Saat aku berkunjung ke Taiwan (23 - 28 Juni 2012) lalu, musim panas sedang berlangsung di Taiwan. Cuaca sangat panas. Aku menduga suhunya bisa nyampai 35 derajat celsius, bahkan lebih. Begitu menyengat. Namun, angin juga sangat kencang. Pas aku keluar penginapan sore-sore hari pertama, aku merasa seperti akan terbang, karena tidak siap menerima terpaan macam itu.
"Beberapa hari yang lalu ada taipun. Sekarang untung saja, cuaca bagus," jelas Fr. Tata ketika aku berkomentar tentang itu.
Salah satu taman di Taipei.
Nah, Taiwan memang negara subtropis dengan 4 musim sepanjang tahun. Kebetulan sekali aku datang pas musim panas, sehingga walau panas tapi hijau penuh bunga. Asyiknya, di banyak sudut jalan entah di Hsichu maupun Taipei, mudah sekali aku temui taman-taman dengan pohon-pohon dan bunga-bunga tertata rapi, sejuk. Tiap pagi dan sore selalu ada gerombolan lansia atau anak-anak remaja yang beraktifitas di tempat itu. Usia produktif mah sibuk bekerja, fullday. Makanya di sana kios makanan tuh laris manis. Warung-warung kecil tapi menyediakan makanan bagi kebanyakan mereka yang memang kayaknya gak hobi masak. Dan enak-enak...
Sebagian dari koleksi anggrek. Wow..
Waduh, jangan ngomong soal makanan dulu deh. Itu bagian nanti saja. Nah, soal taman ini aku kira membuatku bisa kerasan ada di luar rumah tak peduli siang terik. Indah, bersih dan rapi tertata. Salah satu taman tentu saja taman di halaman rumah Chiang Kai-shek. Istrinya,"Mirip Bu Tien Suharto itu kesukaannya," jelas Fr. Budi ketika mengantarku ke sana.
Tamannya berhektar-hektar. Pengelompokan menurut beberapa jenis bunga pavoritnya jelas terlihat. Ada rumah untuk anggrek-anggrek. Lalu sangat luas untuk bunga mawar berbagai jenis. Lalu jenis-jenis tanaman tropis and subtropis, kantong semar, pakis dll. Dengan kolam-kolam, dan pemeliharaan, taman ini sangat indah dan gratis didatangi oleh siapapun.
Salah satu sudut taman Chiang Kai-shek.
Andai nih, andai, misal, suatu saat aku dapat kesempatan lagi berkunjung di negara ini, aku akan menambah waktu kunjunganku khusus untuk nongkrong di sudut-sudut taman entah di mana saja, dengan salah satu novel, sebotol air,...dan gak usah diganggu gak usah ditemani. Jangan ganggu untuk urusan tetek bengek apapun.
Ah, kapan ya?

Tuesday, July 10, 2012

Perjalanan ke Taiwan (5) Transportasi Umum yang Bikin Iri

Jalan kaki aman di sekitaran Taipei.
Menggunakan transportasi umum di Taiwan membuatku iri. Soal jalan kaki, naik motor (kebanyakan di sana skuter motor matic), kendaraan pribadi sudah aku lakukan sepanjang hari pertama hingga pertemuan berakhir. Jalan kaki sangat nyaman, tidak kuatir saat menyeberang karena banyak rambu dan lampu yang membantu. Naik motor pun sama nyamannya. Yang paling kecil paling dihormati, itu yang terasa.
Yang harus dicoba adalah kendaraan umum. Sr. Rosa, Rm. Adi dan Rm. Murji rela hati menemaniku untuk perjalanan ini dari Hsinchu ke Taipei dan keliling Taipei!
Mesin tiket di main station Taipei.
Denah toilet .
Pertama naik kereta api. Sangat nyaman walau konon katanya sangat lambat. Dari Hsinchu ke Taipei memakan waktu sekitar 1 jam. Ah, tidak lambat. Apalagi tidak ada yang namanya telat datang telat berangkat. Semua tepat waktu. Dan bersih. Lalu MRT menjadi alat transport praktis super cepat. Tidak boleh makan dan minum bahkan di stasiun MRT sehingga semua rapi bersih. Bahkan ketika melongok toiletnya. Hmmm, luar biasa. Ada denah petunjuk otomatis di luarnya untuk menunjukkan apakah ada ruang yang kosong atau tidak dan di sebelah mana.
Koin tiket bisa didapat dari mesin-mesin dengan peta petunjuk yang mudah. Terlihat juga harga berapa yang harus dimasukkan. Kalaupun tidak punya uang pas jangan kuatir, pasti keluar kembaliannya bersama dengan koin itu. Kedua, naik bis. Untuk jarak pendek di Taipei sekali kami gunakan jasa angkutan ini. Tepat waktu, teratur dan tanpa kenek yang berteriak. Ongkos tinggal dimasukkan saja di kotak sebelah sopir. Atau jika menggunakan kartu langganan, ya tingga ditempel di mesinnya. (kartu ini biasa dipakai untuk transportasi dan pembelian. seperti kartu pulsa prabayar, praktis dan murah.)
Bagian dalam taksi, dan terlihat bis di luar.
Dan ketiga, untuk perjalanan ke bandara pada hari kepulangannku aku pakai taksi. Praktis tidak bisa bicara dengan sopirnya. Dia pake mandarin, aku pake English. Dan sama-sama tidak mengerti bahasa satu sama lain. Hehehe. Cuma di bagian terakhir aku paham ketika dia mengucap : "Xie xie." Terimakasih. Karena aku tambahkan beberapa puluh NT di ongkos yang seharusnya dia terima.

Friday, July 06, 2012

Perjalanan ke Taiwan (4) Menjadi Buruh Migran yang Aman

Bersama beberapa peserta lain dan panitia.
Ada 13 orang yang hadir dalam pertemuan ini. Pertemuan untuk grup Asia yang difasilitatori oleh ICMC dan FABC dalam bidang buruh migran. Berasal dari negara-negara se Asia. Selain dari Korea Selatan yang diwakili 2 orang, negara lain hanya diwakili oleh 1 orang saja, dan aku mewakili KWI, mewakili Indonesia, dan mewakili perempuan. Seperti tahun lalu di Bangkok, pertemuan ini didatangi oleh para uskup dan pastor, dan aku menjadi satu-satunya peserta perempuan.
Tempat menginap dan rapat.
Rapat full di ruangan pada tanggal 25 - 26 Juni, di Hsiang Shan Pastoral Center, Hsinchu. OC digawangi Fr. Loloy dibantu Rose dan Fr. Tata.
Ada beberapa sesi dalam rapat mulai dari menggali situasi terkini migrasi antar negara hingga membahas hal konkret yang bisa dilakukan oleh Gereja Katolik dalam konteks ini. Beberapa point menjadi kesepakatan sebagai hasil rapat. Semuanya ingin diarahkan untuk mengeliminasi korban buruh migran dari berbagai negara, yang sekarang ini didominasi oleh orang-orang dari negara-negara Asia.
Indonesia termasuk negara asal buruh migran yang besar. Aku yakin di Indonesia gerakan untuk memperdulikan hal ini pun ada walau belum signifikan mengurangi jumlah korban yang sangat banyak. Geraja Katolik sebagai institusi agama harusnya ikut berperan dalam upaya ini. Pertama, yang paling konkret sudah mencuat dari pertemuan tahun lalu adalah dengan memasukkan isu ini dalam pastoral keluarga. Lebih detail lagi, tema ini akan dibahas dalam pertemuan tahun depan.
Aku berharap memberikan warna juga dalam upaya ini. Bukan sebagai bagian dari Gereja semata, itu sama sekali tidak penting. Tapi sebagai bagian dari seluruh gerakan manusia. Upaya menjadi lebih manusia, dengan menghargai seluruh ciptaan.
Saat perkenalan dalam salah satu sesi kunjungan.
Pertemuan ini telah membuatku meluruhkan airmata pada hari pertama lewat kunjungan ke berbagai shelter. Dalam proses rapatnya, pertemuan ini pun membuat diriku berkobar kembali dalam beberapa niat. Aku berharap kriting otak dan lidahku karena bahasa Inggris (bahasaku sungguh bahasa Inggris kampungan) tidak berhenti hanya dalam rapat yang mahal ini, tapi juga bisa berlanjut dalam kerja konkret seterusnya dalam peziarahan dunia. (hehehe...sekarang bahasa Indonesiaku pun jadi kampungan. Wih.)

Thursday, July 05, 2012

Perjalanan ke Taiwan (3) BMI di Berbagai Shelter

Hari kedua di Taiwan diisi dengan mengunjungi beberapa shelter untuk buruh migrant yang ada di Zhongli dan Hsinchu. Pertama di Hope Worker's Center di Zhongli. Ada puluhan orang dari berbagai negara ditampung karena berbagai kasus, dan mayoritasnya adalah dari Indonesia! Kedua dari Philipina dan kemudian negara-negara lain.
"Di sini ada hantunya, mbak."
Ujar salah seorang gadis, yang tahu aku dari Indonesia dan langsung menghambur padaku bersama dengan 4 gadis lain. Aku tidak terlalu paham, tapi kemudian mereka menceritakan mereka diterima baik di tempat itu. Makan, tidur, air mandi hangat dan dingin, dan didampingi kasusnya.
"Aku melarikan diri dari majikan. Katanya aku akan kerja di pabrik, tak tahunya disuruh jadi kuli. Iya, ngangkat barang-barang berat, bersama puluhan orang laki-laki. Panas, gak ada istirahat. Aku gak kuat, mbak. Agensi bukannya membela saya, tapi malah berpihak ke majikan. Sekarang mama (pemimpin harian shelter) akan membantu mendapatkan pekerjaan lain. Moga segera dapat dengan majikan yang baik," ungkapnya.
Anton, salah satu BMI yang ok.

Ohya, usai ikut misa bersama buruh migrant dari Philipina seorang cowok menghampiriku. Rupanya dia Anton dari Sribawono, yang dulu pernah ikut salah satu pelatihan atau sosialisasi yang pernah aku lakukan di Lampung. Dia terlihat ok dengan pekerjaannya di sebuah pabrik di Taiwan dari 1,5 tahun lalu. Tentu saja aku gembira bisa melihatnya. 



Kedua adalah shelter Vietnam, masih di Zhongli. Beberapa puluh buruh migrant dari Vietnam, namun terselip diantara mereka 3 gadis dari Indonesia! Wah.
"Iya, kami dibantu di rumah ini. Dan mereka menerima kami," ungkap mereka. Terlihat 3 gadis ini lebih berpengalaman, sudah pernah bekerja di Taiwan, dan pernah masuk penjara Taiwan karena melarikan diri. Dari Jawa Tengah dan Jawa Barat, aku mereka ketika ditanya asalnya. Mereka pernah bekerja di restoran, salon maupun rumah tangga. Kelihatan lebih percaya diri dan cuek.
Makan siang di shelter Vietnam.
"Kami tidak mau pulang Indonesia. Kami akan cari pekerjaan lain. Di shelter ini kami sungguh-sungguh dihargai. Kalau di Indonesia, mau apa?" ungkap salah satu dari mereka.
Ketiga adalah migrant and imigrant servise center punya diocese of Hsinchu. Puluhan laki-laki dan perempuan dari berbagai negara terkumpul di sini. Dan lagi-lagi, mayoritas dari Indonesia! Uppss. Sulit bernafas rasanya. Apalagi kalau denger cerita mereka yang ngenes. Ya, tentu saja mereka yang datang ke shelter ini adalah para migrant yang bermasalah. Yang di luar sana? Berharap mereka baik-baik saja, tapi siapa yang bisa mendeteksi? Siapa yang melindungi?

Wednesday, July 04, 2012

Perjalanan ke Taiwan (2) Perjalanan yang Capek

Sebenarnya sih judul itu kurang tepat. Tapi aku gak mau ngganti. Biarin saja. Perjalananan itu memang aku lakukan dalam kondisi capek. Jadi bukannya perjalanan itu yang membuat capek. Awalnya sudah capek, dan harus jalan. Begitulah. Lah, tanggal 22 Juni pagi aku masih ada di Kridawisata Hotel hari terakhir pelatihan dasar GATK, sore jam 17.10 sudah harus terbang ke Jakarta. Mana siangnya ketiduran 30 menit, jadinya kepala cenut-cenut. Packing dengan serampangan. "Yang penting dokumen-dokumen jangan ada yang lupa." Ingat Den Hendro. Tiba di Bandara Raden Intan sudah 16.45, cepat check in dan belum sempat duduk sudah disuruh masuk pesawat.
Di Bandara Soekarno Hatta harus nunggu lamaaa...hingga 23.30. Aku terduduk di ruang tunggu dengan bingung. Gak mau bergerak, gak mau omong. Dan untungnya gak harus bergerak, dan gak harus ngomong. Aku coba menambah energi dengan makan roti pemberian Garuda dan membeli minuman.
Jam 19.00 lebih baru aku beranjak untuk dapat boarding pass, melewati imigrasi dengan sebal. Si mbak melihatku agak lama. Ya, aku pake kaos merah, ransel, dan tas kecil. Tak ada yang masuk bagasi. Kucel dan mata ngantuk, pasti.
"Kemana?"
"Taipei."
"Urusan apa?"
"For meeting."
Hah, pasti dia mengiraku salah satu orang yang akan jadi imigran gelap di Taiwan dengan memanfaatkan passpor turis. Dia tanpa senyum dan aku cemberut.
Aku kira memang aku harus menyegarkan diri. Jadi aku ke toilet, cuci muka kuguyur habis. Bedakan dan aku oles lips oil. Sisir rambut, kuncir, dan ah...cukup segar. SMS banyak orang, bilang Ai lop yu ke siapa saja, buka laptob, hingga saat keberangkatan. Niatnya 5,5 jam di udara akan tidur. Tapi tidak bisa!!! Sering ada guncangan dalam penerbangan, dan aku terlalu capek untuk tidur dengan posisi duduk.
Tak terasa sudah pagi, waktunya breakfast. Nasi, kare ayam, dan tambahan-tambahan lain. Tapi gak nafsu makan. Jadi aku biarkan pramugari mengambil lagi sisa makanan yang masih banyak.
Untung saat mendarat cuaca bagus, dan Rm. Loloy sudah manis menunggu di lobby Tauyuan Airport, bersama temannya sesama pastur dari Philipina yang berkarya di Taiwan.
"Hi, nice to see you again, Yuli. How about..." Bla, bla, bla basa basi berlanjut hingga di mobil.
"Do you want to eat something?" Tanyanya di tengah perjalanan, tapi rupanya lebih-lebih untuk dirinya sendiri. Mereka tentu kelaparan nunggu aku dari subuh di bandara. Aku tidak minat makan, jadi aku setuju untuk berhenti di rest area untuk secangkir kopi. Ini dia fotoku pertama di Taiwan, dengan latar benderanya yang kecil di angkasa.
Nah, sekitar 1 jam bermobil, kami tiba di Hsiang Shan Pastoral Center, Hsinchu. Rm. Loloy cukup tanggap bahwa aku capek, maka diberinya kunci kamar, diantar hingga pintu. Thanks, fr.
Aku mandi kilat dan tidur, sangat-sangat lama. Tidur pulas.Terbangun pada pukul 15.00 waktu setempat. Satu jam lebih cepat dari Indonesia bagian barat.

Tuesday, July 03, 2012

Perjalanan ke Taiwan (1) Bertamu pada Chiang Kai-shek dan Soong May-ling

Chiang Kai-shek dan istrinya
Kesempatan ke Taiwan (23 - 28 Juni 2012) tak kusia-siakan. Pada hari terakhir di negara itu, aku berkunjung ke Taipei, sekitar 1,5 jam perjalanan dengan kereta api dari Hsinchu, tempat pertemuan yang aku hadiri sebagai utusan KKPPMP-KWI (tentang pertemuan ini aku akan tulis terpisah). Pagi-pagi 27 Juni aku siap untuk jadi backpacker, dijemput Rm. Adi, SCJ., dengan motor skuternya ke stasiun Hsinchu. Dari sana bertemu Sr. Rosa, RVM., kami menuju Taipei Main Station dan oper MRT menuju Shillin Station. Rumah mantan presiden pertama Taiwan dekat dengan stasiun ini. Jalan kaki sekitar 10 menit sudah sampai. Keluar dari stasiun, ke sebelah kiri, jalan lurus saja akan ketemu pojokan taman rumah kepresidenan berpuluh tahun silam. Taman yang luar biasa. Itu kesan pertama sebelum sampai ke rumah 'sederhana' Chiang Kai-shek dan Soong May-ling, istirnya. Berbagai pohon dan bunga (hmmm, akan aku ceritakan nanti khusus tentang taman ini. luar biasa indah.) tumbuh terawat. Tentu tujuanku bertamu pada tuan dan nyonya rumah itu (masuk taman gratis, tapi masuk rumah harus membayar 200 NT), jadi aku telusuri seluruh ruangnya.
Di halaman rumah presiden pertama Taiwan.
Bentuk rumah sederhana. Tapi bagian dalamnya terasa sekali warna Chiang Kai-shek dan istrinya. Lukisan, buku, perabot yang minimalis, dan...merah marun. Itu yang dominan. Dan aku sedang pakai kaos serupa itu, jadi Soong May-ling pasti menerimaku dengan lebih ramah. Mulai dari ruang tunggu, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang baca, ruang tidur, dll, terjelajahi. Sayang tidak boleh memotret bagian dalam rumah. Tapi aku sangat puas senang melihatnya.
Jalan siang itu dilanjutkan ke Chiang Kai-shek Memoriam Hall, dekat stasiun... (apa ya, kok aku lupa) setelah makan nasi goreng di Italian Resto. Ditemani Grace (orang setempat yang belum pernah ke tempat itu! Hehehe, aneh.) dan Rm. Murji, CM., kami menjelajahi musim kenangan tentang Chiang Kai-shek. Sangat luas. Cukup membuat gempor kaki.
Chiang Kai-shek Memoriam Hall
Segala macam benda peninggalan Chiang Kai-shek ada di sini. Foto perkawinan, pin, baju, senjata, mobil, patung, alat tulis, ...apa aja. Bahkan kaos kaki, dasi, apa saja deh. Jelas terawat rapi.
Dua tempat itu melengkapi jawaban atas beberapa pertanyaanku tentang tokoh ini. Yang terus terang tak kuketahui sejimpitpun sebelumnya. Hehehe...sekarang pun belum tahu apa-apa. Coba lihat, aku bisa bercerita apa tentang mereka nanti, di tulisan berikut.
Usai dari tempat ini, kami jalan kaki ke 101 Building, gedung yang paling tinggi di Taiwan. Lebih dari 500 m menjulang dan membuatku mual saat naik lift untuk menuju puncaknya. Okey, ini pengantar dari kisahku selama 5 hari di Taiwan. Ingatkan aku jika tak kunjung kutulis juga detailnya ya...