Saturday, July 25, 2015

Dewa Kolonshewang

Dewa Kolonshewang kehilangan tahtanya. Dia berjalan ke sana ke mari di seluruh penjuru langit.
"Aku lupa meletakkan kursi itu di mana." Keluhnya.
Rombongan angin yang sedang ditunggangi oleh para dong menggeleng-gelengkan kepala, sedang para dong dengan pecut di tangannya terheran-heran.
"Dewa, kursi...itu bukan kursi. Dan bagaimana Dewa bisa menghilangkannya? Tahta dengan berat seperti pasak-pasak Semeru dan hiasan berkilo-kilogram bebatuan? Dewa membawanya kemana?"
Dewa Kolonshewang tertunduk murung. Dikibas-kibaskannya tangan. Diusirnya angin-angin. Para dong menggerutu berkasak kusuk.
"Mestinya aku meletakkanya di suatu tempat. Tapi aku lupa. Di mana?"
Para dewi yang berjinjit dengan selendang-selendang pelangi tak bisa menghiburnya. Guntur dan petir dan membuatnya berjingkat kembali ke istananya. Dewa Kolonshewang terus berjalan hilir mudik mencari tahtanya.
...
Nun jauh di bawah sana, bumi guncang oleh prahara. Sebuah desa tertimpa kotoran lembu sebesar gunung. Lekukan di bagian atas berbentuk cekung, dan jejak seperti sepasang tapak kaki  menghias bagian bawahnya. Seratus orang meninggal karenanya dan baunya terus menyebar ke seluruh bumi. Segerombol ilmuwan sedang mengambil contoh dari kotoran itu dan para filsuf mulai mendiskusikan mengapa dan bagaimana kotoran sebesar itu bisa runtuh ke bumi. "Sebesar apakah lembu yang sudah mengeluarkan benda ini? Di manakah dia yang sangat besar itu berpijak?"

Friday, July 24, 2015

Lukisan-lukisan Yuli Nugrahani

Aku melukis dari usia yang masih sangat dini. Tak ingat persisnya. Tapi mulai SD aku sudah ikut lomba melukis bahkan hingga menjadi utusan Kabupaten Kediri di tingkat propinsi Jawa Timur. Lukisan-lukisan itu tersimpan, hilang dan tersebar. Kebanyakan dari mereka adalah lukisan yang belum jadi. Ini dua di antaranya :


Perempuan-perempuan
 
Penari Banyuwangi

Adakah yang berminat? Silakan inbox di fb yuli nugrahani.

Thursday, July 09, 2015

41 Tahun yang Belum Cukup

Hari yang istimewa ini seperti biasa. Yang luar biasa adalah aku bertemu rahim perawatku, ibu, pada jam pertama aku membuka mata di hari ini, sama seperti 41 tahun yang lalu. Pada jam yang hampir sama, sekitar pukul 7 pagi. Aku tak memberikan kado apa-apa, hanya pelukan, yang dibalas lebih erat oleh ibu."Terimakasih, ibu. Terimakasih sudah melahirkan dan merawatku." Bisikku dalam peluknya.

Udah. Usai itu hari ini berlangsung biasa seperti biasa aku merayakannya. Mengambil beberapa waktu untuk sendirian. Melihat beberapa tumpukan dokumen lama di lemariku di Kediri membuatku lebih masuk ke dalam kesendirian. Satu map tak sengaja kutemukan. Berisi dokumen-dokumen saat aku ikut pelatihan jurnalistik pertama kali di Jakarta, bersama Ignatius Hariyanto (penulis, editor, juga direktur LSPP beberapa tahun terakhir) dengan pembicara-pembicara dari Kompas, Tempo, Intisari dan sebagainya. Juga tumpukan lain saat aku aktif bersama teman-teman KANVI Malang dan di VCI.

Seperti kejutan membaca kembali dokumen-dokumen itu setelah 20 tahun lewat (kalau tidak salah pelatihan itu kuikuti pada tahun 1994). Pelatihan itu kuikuti jauh sebelum aku menjadi wartawan Malang Pos. Bahkan jauh sebelum aku berpikir menjadi jurnalis. Atau bahkan sebelum terlibat di berbagai lembaga puluhan tahun silam.

Apakah aku seorang jurnalis? Ya, suatu waktu yang cukup lama di Malang Pos dan kemudian di Majalah Nuntius dan beberapa media lain. Apakah aku seorang aktifis? Tidak. Orang-orang menyebutnya begitu untuk meledekku. Juga untuk menyerangku. Aku dengan kegembiraan dan kesedihan hari ini, menyebut diriku sendiri pembohong dengan jutaan topeng dalam rak penyimpanan yang seluruh eksistensinya patut dipertanyakan.

Aku ingin mencatat satu hal untuk mensyukuri hari ini. Aku seorang manusia yang menandai hidupku dengan gerakan kaki, loncatan pikiran dan dinamika perasaan. Hari ini sama dengan hari-hari yang lain, tapi aku ingin mengingatnya suatu ketika nanti sebagai hari yang istimewa, saat merasakan pelukan sang rahim, pada hari dan jam yang sama seperti saat aku pertama kali merasakan udara semesta.