(
Kisah sebelumnya.)
|
Peta Thailand. |
Ada teman yang tanya Hatyai itu di mana sih? Aku bisa menjelaskan bahwa Hatyai ada di bagian selatan Thailand. Ini aku pasang petanya supaya paham sedikit. Hatyai ini kota kecil yang jarang dituju turis jika mereka berangkat dari Bangkok. Kalah pop dengan Phuket, Pattaya dsb. Tapi jika berangkatnya dari Malaysia, Penang atau Kuala Lumpur, Hatyai adalah persinggahan yang lazim. Ketika kemarin kami pergi ke sana kami melewati Bukit Kayu Hitam untuk imigrasi Malaysia lalu melintas ke Sadao untuk imigrasi Thailand. Dari sana jalan sekitar 1 jam sudah sampai di pusat Hatyai.
|
Salah satu bagian Municipal Park. |
Nah, di hari kedua di kota ini, kami menyewa 1 mobil untuk keliling Hatyai dan Songkhla, yang tidak terlalu jauh dari Hatyai. Sopirnya si Hasan datang terlambat 30 menit dari janji mulanya jam 08.30. Wajahnya tak bersalah bertahan ramah tak tahu kalau kami semua sudah protes karena terlambatnya. Dia bisa sedikit bahasa Melayu dan sedikit English. Selebihnya bahasa Thai yang gak mudeng, ngomong opo to.
Tujuan pertama adalah Municipal Park. Ini kompleks yang luas yang memakan waktu saat mengelilinginya. Menjadi tempat sembahyang orang Budha (dan Hindu?) dan menyediakan fasilitas peribadatan untuk mereka macam bunga, dupa, burung-burung dsb. Di tempat ini bisa dilihat juga Four Face Budha dan naik cable car untuk menjangkau lokasi lain dari park. Si Hasan berusaha menjelaskan tempat-tempat ini tapi ya itu tadi, ra mudheng.
Kedua, Hasan mengarahkan kami ke Ice Dome Hatyai. Albert dan Bernard yang bersuka ria. Bagiku sih biasa saja. Suhu di bawah 0 derajat apa gak menyiksa diri, apalagi hari itu aku dengan enaknya pakai rok. Ya semriwing beku lah.
Berikutnya adalah makan siang di sebuah restoran. (Lupa, apa ya namanya.) Cukup luas dengan tempat oleh-oleh makanan khas mereka macam manisan, kacang-kacangan, keripik-keripik buah dll. Makanannya cukup enak karena kami kelaparan. Ikan goreng, nasi goreng, ayam tepung dan lalapan.
|
Kedinginan. |
Aku dan Den Hendro benar-benar gak punya ide tentang tempat-tempat yang akan dikunjungi, maka Hasan jadi raja semena-mena. Dia menganggap wisatawan khususnya dari Indonesia itu punya duit banyak-banyak yang sedang dihambur-hamburkan untuk rekreasi. Huh. Berikutnya dia mengajak ke tempat gajah di Chang Puak Camp. Hehehe, spontan mbandingin dengan Way Kambas. Jadi, gak perlulah naik gajah pula di situ. Toh sudah puas di Lampung.
Kami melintas lewat laut untuk menyusuri Songkhla dengan ferry seharga 20 bath per mobil. Sleeping Budha sudah terlewat. Hasan tidak berminat mengajak kami kembali pun sekedar foto. Aku sudah berpikir terus tentang Samila Beach, untuk foto dengan putri duyung. Ketika Hasan mengajak mampir ke Sea World nya Songkhla, aku sudah tidak berminat. Selain mahal juga kan ada di Indonesia macam itu. Di titik ini moodku sudah turun bareng dengan rasa capek dari pagi berjalan.
Di Samila Beach aku puasin lihat laut, foto dan belanja sedikit gantungan kunci. Rupanya harganya agak miring dibanding di Hatyai. Begitu duduk di jok mobil, sudah, pikiranku cuma ingin tidur saja. Apalagi batukku belum reda juga. Gak ada minat untuk mencicip makanan yang aneh, dan tidak ingin jalan lagi. Ini nih yang dampaknya payah jadinya. Yaitu tidak ingat pada : Floating Market! Astaga! Aku baru ingat ini saat sudah menyusup di bawah selimut kamar hotel. Den Hendro nyengir juga. Kok bisanya lupa ke pasar terapung, ini kan yang khas Thailand to. Ampun. Tapi godaan untuk malas lebih kuat, jadi sore itu kami tidur saja di hotel.
|
Samila Beach, latar putri duyung tembaga. |
Malam baru keluar lagi di seputar hotel. Segala ada di jalan-jalan sekitar hotel, dan kami ulang malam terakhir di Hatyai. Makan sate khas Thai, anak-anak milih nasi briyani dan ayam lagi, sedang aku memilih nasi dengan tumisan pork. Hmmm, mampir di semua pedagang yang disukai sekedar tanya atau beli. Albert dan Bernard bisa belanja gantungan kunci dan mainan dengan bath yang aku punya dengan perjanjian diganti di hotel. Tinggal dihitung saja, berapa bath mereka belanja lalu dikalikan Rp. 320, dan mereka berikan lembaran rupiah yang mereka simpan untuk penggantian. Den Hendro dapat kaos Thailand yang kedua, sedang aku puas dengan dua item perhiasan emas Thai yang katanya 70 % kandungannya. Hehehe, iseng-iseng berhadiah. Kalau pulang Indonesia gak punya rupiah lagi bisa kugadai. (
Bersambung)
No comments:
Post a Comment