Monday, February 25, 2019

RAT Mekar Sai: Suksesi, Menjaga Kelanggengan Koperasi Berbasis Komunitas dan Teknologi Finansial

Rapat anggota tahunan (RAT) KSP Kopdit Mekar Sai tahun ini terasa lebih istimewa bagiku. Sejak beberapa tahun lalu saat aku pernah beberapa kali terlibat dalam kepanitiaan RAT atau juga menjadi Panitia Nominasi (Panom) atau tim buku, dan sebagainya dalam RAT, kali ini aku duduk manis dalam jajaran kandidat calon pengawas sesuai daftar nomine tetap yang dihasilkan oleh Panom.

RAT yang diadakan di Ballroom Swissbell Hotel Lampung, Minggu 24 Februari 2019 ini memang dilanjutkan dengan Rapat Anggota Khusus (RAK) untuk memilih pengurus dan pengawas KSP Kopdit Mekar Sai periode 2019 - 2022. Ya, tentu saja aku berdebar-debar. Beberapa dukungan menguatkanku, tapi yang paling menyejukkan hatiku adalah suamiku: "Ndak usah nargetin apa-apa. Yang terbaiklah nanti yang terjadi."

Karena itulah aku bangun pagi itu dengan antusias, gembira dan mengikuti seluruh prosesnya. Bertemu dengan teman-teman yang sejalur dalam gerakan ekonomi itu selalu menyenangkan, jadi aku gembira selama rangkaian acara, mulai dari sidang 1, sidang 2 dan RAK.

Cukup deg-degan saat penghitungan suara, ya wajar saja. Beruntung aku sengaja meninggalkan kacamataku di rumah sehingga aku tak bisa melihat angka-angka hasil pemilihan. Jadi saat semua sudah selesai, salaman pertama dari Mbak Indah, aku tersenyum saja. Lalu beberapa salaman menyusul kemudian membuatku yakin bahwa aku memang masuk dalam jajaran dewan pengawas terpilih.

Aku mendapatkan banyak pesan dari beberapa orang:

Pak Jalmo: "Siapa pun presiden Indonesia, akan membuat Indonesia menjadi hancur kalau tidak menjaga kepemimpinan dan seluruh aspek Indonesia dengan moral (tulisan moral dilingkari oleh Pak Jalmo). Jadi aku nitip ke njenengan." Waktu itu aku menjawan: "Kulo badhe nyekel ingkang sanget dicekel, pak. Maturnuwun."

NN (seorang bapak): "Ndak usah buru-buru ngegas ya mbak. Pelan-pelan, dan mulai dengan lembut." Aku berterimakasih banget pada bapak yang tak tahu namanya ini.

Bu Rini: "Ini amanah, mbak. Dijaga ya."

Mbak Rina: "Buat yang terbaik untuk Mekar Sai ya Mbak." (Ya)

Dll. Dll.

Nah, terimakasih atas kepercayaan ini, teman-teman. Aku sudah sepakat untuk meminjamkan mata bagi anggota untuk 'mengawasi' Mekar Sai. Tiga tahun ini akan kulakukan dengan optimal.

sumber: AltumNews.com

Dewan Pengawas KSP Kopdit Mekar Sai Lampung, Masa Bakti 2019-2021 :
Ketua        : Caecilia Sartini 
Sekretaris : Andreas Sudiyono
Anggota    : Ch. Dwi Yuli Nugrahani

Sumber: AltumNews.com

Dewan Pengurus KSP Kopdit Mekar Sai Lampung, Masa Bakti 2019-2021 : 
Ketua            : A. Suharyono Daud
Wakil Ketua : Dwi Septyo Prajarto
Sekretaris 1  : L. Slamet
Sekretaris 2  : Y. Kristiyono
Bendahara    : Antonius Widi Asmoro.

Friday, February 22, 2019

Forum PUSPA Lampung Tahun 2019

Setelah akhir tahun yang sibuk lalu diikuti libur beberapa minggu, Forum PUSPA Lampung kembali bertemu difasilitasi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Propinsi Lampung di kantor mereka, Selasa 19 Februari 2019.

Hadir Ibu Ketua Ari Darmastuti dan pendamping dari Dinas PPPA Bapak Herman beserta jajarannya masing-masing. Tak terlalu banyak yang datang hanya belasan saja dari pengurus lama yang sebenarnya masa kerjanya sudah selesai pada Januari 2019.

Nah, kesempatan baik itu diawali dengan pengantar dari Pak Herman dan Bu Ari, lalu semua melihat kembali secara sekilas perjalanan Puspa. Yah, hanya evaluasi sekilas tentang hal-hal umum. Belum yang lebih detail. Setelah evaluasi barulah dilanjutkan dengan restrukturisasi organisasi dipandu oleh Bu Ari yang sudah mendapatkan mandat dari Kadis PPPA Propinsi Lampung untuk tetap menjadi ketua Puspa Lampung tahun 2019-2021.

Puspa Lampung tetap mengusung isu 3 ends: akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan perempuan dan anak, serta akhiri kesenjangan ekonomi perempuan. Tahun lalu lokus program adalah Kelurahan Enggal. Ini masih akan tetap digulirkan sesuai dengan hasil monev tahun lalu. Tapi di tahun kedua ini pasti harus dikembangkan dalam program yang lebih okey untuk Propinsi Lampung.

Proficiat Bu Ari dan kawan-kawan!

Thursday, February 21, 2019

Harta Karun Uang Logam Recehan

Sumber: Google
Pernah ndak mengalami krisis benar-benar tak ada uang atau tak terbayang beberapa hari mendatang mesti gimana karena kantong kering, dompet kosong? Aku pernah ngalami. Beberapa kali malah, sejak masa mudaku bahkan juga sekarang-sekarang ini saat sudah punya anak-anak yang besar.

Huuuu, rasanya galau jauh lebih galau ketika hal itu terjadi saat sudah punya anak-anak. Kadang aku berpikir sangat wajar ada orang-orang nekat nyolong ayam demi anak-anak mereka dapat makan. Tapi, aku tak akan pernah mentolerir diriku sendiri melakukan hal itu. Sekrisis apa pun kondisinya aku tak boleh melakukan hal-hal yang merugikan orang lain.

Bagaimana aku bisa tertolong dalam kondisi seperti itu? Syukurlah, aku sangat yakin bahwa diriku selalu ditolong saat mengalami kesulitan macam itu.

1. Koperasi. Aku menjadi anggota Kopdit Mekar Sai sejak tahun 2000an. Jika situasi terdesak, aku akan kesana dan pinjam. Jika tidak memungkinkan, aku akan mengambil simpanan. Ini koperasi simpan pinjam, jadi aku melakukan semua yang diharuskan: menyimpan dan meminjam. Untuk situasi darurat, inilah penolong utama.

2. Pegadaian. Selain koperasi, yang sering aku tubruk adalah pegadaian. Semua benda perhiasan emasku pernah 'sekolah' di pegadaian. Dengan urusan yang mudah, aku termasuk pelanggan utama. Tentu aku harus melakukannya dengan perhitungan matang: 1, aku mesti mampu memperkirakan bahwa 4 bulan setelah menggadaikan sesuatu aku harus bisa menebusnya; 2, aku imbangi dengan simpanan yaitu dengan sesekali membeli logam mulia ukuran kecil semampuku sebagai bentuk tabungan.

3. Bank. Ya, ini lembaga keuangan yang kulibati karena memang kartu ATM masih mudah digunakan sebagai setoran gaji dari suamiku atau jika ada bantuan-bantuan transfer dari sahabat atau kerabatku. Hehehe... Tapi untuk simpanan dan tabungan aku tak lagi menggunakan bank secara serius.

4. Celengan. Nah, ini yang barusan menolongku dalam krisis bulan Februari. Celengan ini bentuknya ada beberapa. Di kantorku ada gelas yang sering kulempari recehan kembalian kalau usai belanja. Entah 1000an, 500an, 200an bahkan 100an rupiah, kumasukkan ke gelas ini. Gelas serupa kuletakkan juga di dapur. Biasanya digunakan juga untuk Wawak jika butuh belanja barang-barang kecil seperti sabun, pengharum baju, blawu, dan lain-lain. Ada lagi celengan kuning yang sudah ada sejak anak-anakku lahir. Celengan kuning ini tak pernah kubuka karena memang untuk simpanan harta karun. Kali-kali suatu jaman nanti uang logam di situ harganya sudah semilyar sekepingnya. Hehehe... Lalu ada 4 kotak dengan nama Hendro, Yuli, Albert dan Bernard. Ini dulunya kotak keinginan yang dibuka setahun sekali untuk tambah uang saku piknik. Tapi kayak kemarin, kotak ini jadi harta karun berharga yang membuatku tak terlalu pusing ketika Bernard minta lauk ayam geprek. Hehehe... Saat dibuka isinya uang logam recehan, tapi saat dihitung ada hampir 100 ribu lho. Beli ayam 1 yang kecil hanya 27 ribu, nah, masih cukup untuk bertahan sehari ini.

5. Uang yang terlupa. Hehehe... ini sih seperti rejeki nomplok ketika nemuin selembar dua lembar warna merah atau biru terselip di antara buku. Mungkin dulunya hanya untuk naruh sementara sebagai pembatas buku lalu terlupakan. Saat ditemukan, uang-uang ini seperti jatuh dari langit. Sudah benar-benar lupa bagaimana ada di sana. Dan benar-benar sangat berguna.

Nah, pengin juga punya harta karun? Yukkk... mulailah buat harta karunmu sendiri.

Sunday, February 17, 2019

Jawaban Yuli Nugrahani (3): Mengapa tak mau memilih Prabowo sebagai presiden?

Hmmm... ya, rasanya agak sulit untuk memilih Prabowo sebagai presiden lebih-lebih setelah mengikuti debat calon barusan, Minggu 17 Februari 2019.

1. Prabowo tidak mau menjelaskan secara rinci apa yang akan dia lakukan terkait dengan 'impiannya' tentang Indonesia. Bagaimana dia akan membawa Indonesia sampai pada swadaya pangan, energi dsb. Bagaimana dia akan bertindak tegas terhadap beberapa kasus. Bagaimana dia akan membuat regulasi-regulasi turuan dari UUD dsb. Kalau dia tidak berterus terang soal itu, bagaimana aku dapat melihat alternatif selain yang sudah dilakukan oleh Jokowi selama ini?

2. Ada beberapa pernyataannya yang mengerikan yang muncul dalam beberapa kesempatan, seperti: "...mungkin korupsinya juga tak seberapa..." (ketika ngomong tentang korupsi) Bisa lihat youtube ini.. "...daripada jatuh ke orang asing lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot..." (ketika ngomong tentang ribuan hektar lahan yang dikuasai pengelolaannya). Bisa lihat youtube ini. Aduhhh... itu sama sekali tak masuk akal.

3. Prabowo mengungkapkan beberapa hal yang kontradiksi, inkonsisten.... Hmmm.... (kulanjutkan nanti. Kalian mau memberikan tambahan atau sanggahan? Silakan kirim komentar.)

Wednesday, February 13, 2019

Berduka untuk M. Zamiel el-Muttaqin

Kabar mengagetkan kuterima kemarin sore, Selasa 12 Februari 2019. "Kyai Miming meninggal."

Apa? Kenapa? Bagaimana? Kata tanya itu terputus tanpa kalimat, hanya serupa teriakan. Orang-orang di sekitarku (aku sedang dalam pertemuan dengan beberapa orang) melihatku ikut kaget. Aku segera berdiri, menajamkan pendengaran menangkap berita duka itu.

Kyai Miming, atau M. Zamiel el-Muttaqin adalah salah satu pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, di Sumenep sana. Aku berjumpa pertama kali dalam diskusi buku Daun-daun Hitam di Sumenep, bersama sekelompok anak muda Madura. Kyai Miming, aku memanggilnya begitu, menjadi pembahas cerpen-cerpenku dalam diskusi itu, Jumat 5 September 2014. Walau sebenarnya dalam diskusi itu dia tak membahas, tapi menanyakan beberapa hal, mengungkapkan sedikit apresiasi dan selebihnya mempertanyanya. Masih muda, dan melihat wajahnya saja orang bisa merasa ayem berada di sekitarnya.

Catatan singkat tentang pertemuan tersebut tak mewakili seluruh suasana saat pertemuan pertama itu. Aku bahkan tak sempat ngobrol banyak dengannya, kecuali sapaan-sapaan lumrah disertai permintaanku untuk suatu ketika nanti datang ke Guluk-guluk.

Perjumpaan kedua di sebuah kampus di Sumenep pada 25 Oktober 2015 saat aku diundang Fendi Kachonk untuk diskusi bukunya. Pada kesempatan ini aku sempat berbincang sebentar sebelum acara dengan Kyai Miming di teras kampus. Disertai undangan untuk datang ke Guluk-guluk. Aku ingat menjawabnya dengan yakin:"Suatu ketika, kyai. Aku ingin menginap di Guluk-guluk dan merasakan mondok di sana."

Kesempatan terakhir aku ke Sumenep tahun lalu, sayang sungguh di sayang tubuhku sedang tidak terlalu ok sehingga aku tidak berkunjung ke para sahabat di di sana bahkan aku sama sekali tak menyapa sekadar SMS atau telpon ke Kyai Miming.

Kyai muda itu kini telah berpulang. Kami pernah dalam satu buku puisi Titik Temu, pernah bertukar senyuman dan aku masih menyimpan keinginan untuk mondok di Annuqayah.

"Kyai, selamat jalan. Terimakasih banyak atas beberapa kali pengalaman perjumpaan dan sapaan. Dari Lampung aku ikut dalam doa bersama orang-orang yang mengasihimu."

Tuesday, February 12, 2019

Jawaban Yuli Nugrahani (2) : Apa yang kau pikirkan tentang angka 9?

Pertama, aku harus bilang bahwa angka 9 itu angka yang istimewa. Aku  dikandung selama 9 bulan dan lahir pada tanggal 9 dari seorang ibu yang juga lahir pada tanggal 9. Nah, tahun 2019, akhiran 9, tahun ini usiaku 45 tahun, kalau dijumlahkan 4 + 5 maka hasilnya adalah 9.

Kedua, aku pernah menjadi penanggung jawab Majalah Bulanan Nuntius, majalah untuk umat Katolik di Keuskupan Tanjungkarang selama 9 tahun yaitu dari tahun 2005 sampai 2013. Waktu yang sangat luar biasa bagiku. Aku pernah menulis dulu mengerjakan Nuntius sebagai redaktur pelaksana itu seperti ngurus bayi. Hehehe... bayi tua. Yang dulunya terbit tak tentu menjadi terbit sebulan sekali, dan sampai sekarang kalau melihatnya senantiasa terbit sebulan sekali, hatiku juga masih mekar berseri. Sebaliknya kalau mendengar ada masalah di sana, rasanya perih di hati.

Ketiga, aku menjadi badan pengurus Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) KWI selama 9 tahun, dari tahun 2009 - 2018. Yang paling menonjol dalam masa kerjaku di komisi ini adalah kesempatan untukku pergi ke luar Indonesia. Setiap tahun minimal satu kali undangan ke luar Indonesia yang kudapatkan, mulai dengan tahun 2010 ke Kamboja bersama dengan Rm. Ronnie dan kemudian undangan-undangan lain menyusul entah melalui komisi atau undangan secara langsung ke namaku.

Keempat, pasti akan kudapatkan hal-hal lain terkait dengan angka 9 dalam perjalanan hidupku. Hmmm... tentu saja selain dari keistimewaannya secara matematis yang memang melekat pada angka 9.

Nah, aku mau masuk dalam point jawabanku. Angka 9 itu adalah realitas tentang optimalitas. Hihihi... istilah apa jal. Ini kukatakan karena 10 itu tak mungkin. Contoh sederhananya adalah angka yang bisa didapatkan saat ulangan di bangku sekolah dulu. Betul semua akan mendapatkan angka 10. Itu sangat berat walau aku bisa mendapatkannya sesekali untuk pelajaran matematika, Fisika dan Kimia. Itu pun pada bab-bab bahasan tertentu yang memang pas. Pun itu karena keberuntungan tingkat tinggi yang menyertai.

Selain itu sangat tidak mungkin aku mendapat nilai 10. Tapi mendapat angka 9 adalah niscaya, sangat mungkin, dengan pendekatan ke atas atau ke bawah yang sangat dinamis. Angka 9 pun bisa kukatakan sebagai pencapaian optimal.

Maka seperti itu juga aku melihatnya dalam hidup ini. Angka 10 akan sangat mustahil ku dapatkan. Bayangkan saja tak membuat kesalahan sedikit pun. Itu tak mungkin. Kesalahan-kesalahan akan tetap ada dan aku sangat bisa menolelirnya. Namun cita-cita angka 9 tetap akan kusematkan. Aku harus hidup secara optimal sesuai kesadaran yang aku miliki, dan itulah yang memang akan terjadi.

Nah, angka 9 tidak hanya soal peristiwa-peristiwa yang melibatkan angka itu, tapi ini adalah tentang pencapaian paling realistis dalam hidup secara optimal. Aku akan mencapai angka 9. Cukup.

Monday, February 11, 2019

Jawaban Yuli Nugrahani (1) : Siapa Calon Presiden 2019 Pilihanmu?

Dalam beberapa waktu belakangan ini aku berpikir betapa aku ini seorang pecundang. Tak berani bersikap tentang banyak hal, dan membiarkan segalanya berjalan begitu saja asal aman. Nah, aku akan memulai rubrik baru dalam blog ini untuk berlatih menumbuhkan keberanian menunjukkan sikap-sikap atau pandangan-pandangan yang kupunya. Karena memang ini butuh latihan yang kuat, aku akan memakai pertanyaan-pertanyaan yang kemudian kujawab sepanjang atau selebar yang kupikirkan. Rubrik ini memakai judul : Jawaban Yuli Nugrahani.

Apa saja yang akan aku jawab? Apa pun pertanyaannya. Aku akan memulai dengan hal paling panas dalam tahun ini, yaitu calon presiden. Cekidot.


Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk periode selanjutnya sudah ditetapkan tahun lalu yaitu nomor urut 1 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, nomor urut 2 Prabowo Subiyanto dan Sandiaga Uno. Dari dua pasangan yang ada ini aku cenderung memilih nomor 1. Hampir bisa kupastikan dalam pemilihan nanti aku akan memilih Jokowi dan Ma'ruf.

Hmmm sebenere untuk pertanyaan seserius ini aku ingin juga menjawab dengan serius disertai analisa macam para pengamat politik, tapi apa daya, sulit sekali bagiku melakukan hal seperti itu tapi aku akan coba mengemukakan secara sederhana seturut keterbatasan pikiranku tentang alasan-alasan mengapa ini menjadi kecenderunganku:

1. Aku selalu berpikir tentang keunggulan-keunggulan dari masing-masing calon. Kalau aku mengamati dari kinerja mereka, tentu hal itu tidak sebanding. Jokowi sudah melakukan hampir 5 tahun jadi presiden RI dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya. Sedangkan Prabowo belum ada pengalaman itu. Maka lebih baik aku melihat keunggulan dari calon-calon ini tidak berdasarkan kinerja mereka. Seturut pengalaman toh ya nantinya akan sama saja soal kinerja ini. Lihat saja bagaimana Sukarno, Suharto, Habibi, Gus Dur, Megawati, SBY dan Jokowi ketika ada di posisi itu, ya begitulah mereka akan berlaku. Tetep punya sisi baik dan sisi buruk yang memberikan ruang untuk diapresiasi ataupun dikritisi. Maka aku berpikir soal keunggulan itu dari yang pernah kulihat di media yaitu tentang penampilan, keluarga, cara berbicara, cara bertingkah laku, cara menanggapi masalah dan cara mengambil keputusan-keputusan. Jokowi unggul dalam hal ini secara mutlak. Aku bisa begitu saja suka melihat penampilannya (saat mengenakan sarung, menonton konser musik, mengendarai motor dst). Istri dan anak-anaknya bisa tampil secara apa adanya walau aku tahu mereka mengalami perlakuan istimewa dikelilingi ajudan-ajudan yang kelihatan maupun tidak kelihatan. Untuk Prabowo susah kutemui hal-hal macam itu. Aku masih selalu bertanya-tanya: Apa sebenarnya keunggulan Prabowo?

2. Sejarah. Hmmm... orang model aku ngomong soal sejarah tuh tak mudah karena aku bukan pencatat sejarah yang baik. Hanya saja aku selalu melihat pengalaman Jokowi yang berjalan langkah demi langkah untuk memimpin warga sipil mulai dari Solo, Jakarta lalu Indonesia. Dia cukup populer sehingga hal itu bisa ditelusuri. Prabowo punya pengalaman memimpin warga militer dengan akhir karier yang tak simpatik. Dia cukup populer tentang itu sehingga mudah juga ditelusuri dan tak bisa kulupakan. Secara hati aku lebih bisa menerima Jokowi daripada Prabowo.

3. Berpihakkah dua calon ini pada orang miskin? Pedulikah mereka pada orang miskin dan lemah? Pada bagian mana hal itu dilakukan oleh keduanya? Hmmm... hmmm.... aku mulai kesulitan menulis lanjutan dari artikel penting ini. Ukuran-ukuran sangat banyak dan semuanya bisa dikenakan pada keduanya. Aku tak bisa menemukan bukti yang senyatanya karena aku belum pernah ketemu langsung dengan keduanya. Bagiku pertanyaan ini sangat penting untuk terjawab dalam rangka memilih yang mana yang paling tepat dari keduanya. Kalau aku hanya memakai ukuran gestur tubuh mereka yang paling pas di hatiku ya Jokowi. Tentu saja ini sangat subyektif, tapi ya apa boleh buat. Ingat, aku pun sudah ambil pilihan di bagian atas tulisan ini.

4. Pemilihan calon wakil presiden. Huhuhu... aku kecewa berat saat Jokowi memilih Ma'ruf. Orang yang pernah menyakiti hatiku. Huh. Malah dijadikan pasangan kerja. Tentang Sandiaga, ooohhh, orang muda ini terlalu sempit wawasannya, seperti orang yang biasa manja sedari lahir. Ndak bisa menarik simpatiku entah apa pun yang dikatakannya.

5. Apa sebenarnya yang menjadi motivasi mereka dengan pencalonannya? Jokowi melindungi siapa? Prabowo melindungi siapa? Siapa yang mereka bela? Hmmmm.... rasanya aku tak bisa menulis lebih lanjut. Kalau kutulis lagi malah jadinya cetek banget entar. Tapi aku mau menyuarakan ini: Siapapun kalian yang punya hak pilih, jangan golput saat pemilu nanti. Eh, ya terserah ding. Pokoke gunakan kesempatan tahun ini untuk mendapatkan pengalaman menentukan pilihan. Soal siapa yang menang jadi presiden entah Jokowi atau Prabowo ya itulah yang akan kita junjung sebagai pemimpin negara kita. Semoga semuanya semakin ke depan nanti.

Nah, segitu ya. So far, inilah pilihanku.

9 Tahun sebagai Badan Pengurus KKPPMP KWI

Bulan ini, tepatnya tanggal 6 Februari 2019, saya diundang rapat Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Cikini, Jakarta Pusat. Kali ini bukan hanya untuk ikut rapat tapi untuk acara pisah sambut anggota badan pengurus komisi tersebut. Periode kepengurusan untuk tahun 2015-2018 sudah berakhir berdasarkan surat tertanggal 28 Januari 2019. Dengan demikian, aku sudah menyelesaikan 3 periode sebagai bagian dari kepengurusan KKPPMP KWI sejak aku diminta masuk dalam komisi ini tahun 2019 akhir, saat Mgr. Mandagi sebagai ketua komisi dan Rm. Dany sebagai sekretaris eksekutifnya. Lamaaa, 9 tahun yang sangat berharga dengan pergantian ketua dan sekretaris eksekutif sebanyak 3 kali. Setelah Mgr. Mandagi, yang menjadi ketua berikutnya adalah Mgr. Agus dengan sekretaris Rm. Koko, dan kemudian sekarang yang yang menjadi ketua Mgr. Domi dengan sekretaris Rm. Eko.

Apa saja yang aku dapatkan selama 9 tahun ini? Hmmm, agak susah menyebut segala hal karena sangat banyak yang kudapatkan. Beberapa point akan kucatat sebagai berikut:
1. Jaringan kerja untuk KKPPMP se Indonesia. Ini sangat berguna karena aku bekerja dalam bidang tersebut di Keuskupan Tanjungkarang yang sehari-hari kugeluti yang menjadi pekerjaan utamaku.
2. Kapasitas diri yang terasah oleh tugas-tugas yang kukerjakan khususnya untuk human trafficking dan kekerasan. Tiga SK yang kuterima untuk tiga periode kepengurusan ini awalnya menempatkan aku di bidang human trafficking dan pada dua SK berikutnya untuk GATK, Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan.
3. Kesempatan untuk belajar dan bekerja melintas batas. Batas yang sudah kutarik lebih luas sangat banyak. Itu rahmat luar biasa yang kuperoleh.
4. Jalan-jalan donggg... Ini bonus yang kudapat ketika menerima tugas-tugas dari KWI. Bahkan aku bisa jalan-jalan ke beberapa tempat, luar negara, dengan biaya yang sangat minim karena seringnya panitialah yang menanggung perjalananku.

Apa saja yang seharusnya kulakukan di komisi itu tapi belum kulakukan sampai akhir periode? Hmmmm, ya banyak juga. Aku masih sering kali menahan diri tidak bicara tentang beberapa hal yang menurutku merupakan prinsip dalam kerja justice and peace. Aku masih memegang kesantunan, tahu diri, paham diri, siapalah aku ini sehingga tak semua secara bebas bisa kukatakan. Ketidakadilan di Indonesia itu sangat banyak, harusnya KWI bisa punya peran yang lebih kalau aku cukup kuat mampu menanggung resiko-resiko.

Nah, setelah 9 tahun berada di dalamnya, aku sangat berterimakasih pada kesempatan yang diberikan oleh Keuskupan Tanjungkarang sehingga aku dapat terlibat di KWI. Dulu bahasanya Mgr. Henri: Kau diminta untuk membantu KWI. Lalu bahasanya Mgr. Darso: Kau itu sumbangan keuskupan untuk KWI. Aku berharap Keuskupan Tanjungkarang mengambil manfaat karena keterlibatanku di KWI ini. Terimakasih juga untuk semua yang pernah menjadi rekan kerja, juga menjadi teman-teman jaringan untuk kerja KKPPMP. Aku masih di bidang ini untuk Keuskupan Tanjungkarang. Jadi berakhirnya kepengurusan di KWI tidak akan menghentikan apa pun.

Saat ini aku masih menjadi Badan Pengurus untuk Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) KWI sampai dua tahun lagi. KWI masih menjadi ladang karya dan sekolah bagiku. Belum benar-benar lulus. Hehehe....