Wednesday, September 24, 2008

Tips Membuat Cerpen

Jumat lalu aku bertemu dengan para penulis muda Unila yang aku temani setahun terakhir ini. Aku bawakan dua tulisan hasil browsing internet. Pertama tentang Putu Wijaya dan kedua tips membuat cerpen. Mereka sedang ingin mengikuti beberapa event lomba cerpen. Selain Yesi, semua adalah pemula, jadi bahan itu baik juga untuk mereka.

Tips itu singkatnya begini :

1. Ambil seseorang, siapa saja. Boleh satu atau lebih. Beri nama sesuka hati, karakter sesuka hati, bentuk sesuka hati...pokoke terserah seseorang ini. Anggap aja lu nglahirin seseorang yang bisa kau bentuk sendiri secara fisik maupun sifat-sifatnya.

2. Taruh dia di atas pohon. Terserah juga pohonnya apa atau bagaimana. Kalau pohonnya adalah pabrik di Tanjungbintang tentu situasi ranting cabang daunnya beda dengan pohon sekolah di Natar. Terserah saja. Pilih pohon manapun sesukanya.

3. Lempari dia dengan batu. Silahkan saja batunya seperti apa. Pokoknya buat dia kerepotan, mabuk, sedih, menangis, terluka atau bahkan girang gembira karena timpukanmu itu. Biarkan dia bergulat dengan timpukan-timpukan batu itu.

4. Setelah dirimu puas, biarkan dia turun. Tepatnya suruh dia turun. Dengan cara apapun. Mau meluncur, terjatuh, atau pelan-pelan lewat ranting-rantingnya, terserah. Kamu bisa memeluknya hingga puas. Kapan dia sudah turun atau belum, akan terasa di hatimu.

Udah. Gampang kan? Enak suka-suka. Bisa diterapkan sewaktu-waktu tanpa perlu menunggu wangsit dari Gunung Kawi. Jika masih susah juga, persis lakukan langkah-langkah itu secara harafiah.

Ada Nino naik pohon mangga di halaman pak Haji, benjol kepalanya karena sebongkah batu, akhirnya jatuh ke tanah dan tewas.


Nah sudah jadi cerita kan? Tinggal panjang-panjangin saja tiap episodenya. Misal :

Nino tidak bisa mengubah kebiasaanya dari jaman purbakala. Kaki dan tangannya yang lincah dengan leluasa bisa naik turun pohon. Tapi bukan itu yang membuatnya tidak bisa menahan diri untuk selalu naik pohon mangga pak haji, lebih-lebih dalam bulan ini. Istrinya hamil 4 bulan dan tidak pernah puas menyantap buah asam kecut milik pak Haji. Teringat akan pesan emaknya untuk mengurus istri sepenuh hati saat hamil, Nino nekat memanjat pohon mangga itu untuk mendapatkan buahnya. Hari ini pun dia melakukan itu.

Nah, percaya kan? Kita sudah mendapatkan satu paragraf. Udah teruskan. Suka-suka aja apa yang mau terjadi selanjutnya. Nah kalau latihan awal ini lancar sampai karakter ke 6000 siaplah melangkah ke cerpen selanjutnya. Ingat, cerpen adalah cerita pendek. Kisah yang hanya terjadi sekitar 5 - 10 menit andai benar-benar terjadi asli nyata. Detail yang menggugah rasa pembaca itu yang harus dibangkitkan. Kata Yesi, ini seperti menunggu kereta di stasiun, hanya kisah yang sangat singkat.

Tuliskan rapi dan baca ulang beberapa kali sebelum mempublikasikannya. Kirim ke majalah atau koran.
Jika akan dikirim by email bisa dengan cara begini :
- Ketik huruf standar (Roman 12) spasi 2
- Kirim by attachment
- Kisaran 6000 - 8000an karakter
- Sertakan sebuah surat pengantar yang singkat
- Sertakan alamat lengkap, no telepon dan no rekening
Tunggu kabar dari mereka. Ada yang memberi konfirmasi akan dimuat atau tidak, tapi juga ada yang tanpa konfirmasi. Selamat jadi cerpenis!!

Friday, September 19, 2008

Happy...

Gara-gara iklan Hepi, aku mendapatkan perlakukan istimewa dari Bernard.
"Hepi tuh apa sih Bu?"
"Happy tuh bahasa Inggris, artinya gembira, senang."
"Oh, senang..."
"Kenapa sih, Nard?"
"Enggak..."
Dia asyik kembali mengwarnair gambarnya sambil duduk di depan tivi. Kakinya terlipat dan mata tidak lepas dari gambarnya. Serius, penuh konsentrasi.
Tiba-tiba dia menubrukku sambil teriak"Hiipiii!!! Hipiii ada Ibu!!!"
Hah, aku terjengkang ke belakang, dengan tubuhnya di dadaku! Astaga, tepat saat iklan Hepi.
...
Beberapa kali dia lakukan.
Semalam terulang lagi. Kali ini dia menubruk semua orang di rumah. Ibu, bapak, Abot (dia nih suka manggil kakaknya aneh-aneh) dan terakhir dirangkulkan lengannya ke tubuhnya sendiri. "Hipi, ada Bernard. Hipi ada saya." Tentu saja aku tidak kuasa menahan diri untuk menggelitiki perutnya hingga terjungkal-jungkal.

Wednesday, September 17, 2008

Bunga Kuning Pengantin

Musim-musim seperti ini, naik Mio sepanjang jalan Teuku Umar dari depan PU hingga RSU menimbulkan sensasi tersendiri. Bukan, bukan soal kepadatan kendaraan di bulan ramadhan. Tapi karena pohon-pohon (apa ya namanya? aku lupa.) yang membelah sepanjang jalan Teuku Umar mulai berbunga. Bunganya kuning. Kecil-kecil menjuntai ke bawah mengikuti ranting-rantingnya. Semakin bertambah bunganya, semakin daunnya berkurang. Lama-lama warna kuning akan mendominasi. Aku baru amati ternyata bunga itu mengibarkan bau harum ketika aku mulai melewati jalan ini dengan Mio. Saat naik Bus Damri aku tidak mencium apa-apa. Bau harum sepanjang jalan. Hebat. Walau semakin samar karena asap kendaraan kini tiada putus-putusnya dari ujung ke ujung.
Aku menyebutnya bunga pengantin. Juntaian bunga ini mirip bunga yang dipegang oleh para pengantin saat melangkah bersama menuju pelaminan atau altar. Gembung menempel pada daun-daunnya yang segar dan semakin meruncing ke bawah. Bunga pengantin, sangat cocok.
Bunga-bunga itu akan semakin banyak seiring waktu, dan saat puncaknya, woowww... Berjalan di sepanjang jalan ini sangat romantis. Taburan kelopak-kelopak kuning akan menyertai hembusan angin. Tukang bersih-bersih akan direpotkan olehnya karena dianggap mengotori jalan. Tapi bagiku...itulah sambutan alam bagi manusia. Sungguh indah. Taburan bunga akan berhenti saat bunga habis berganti dengan buah-buah mungil di tangkai-tangkai penopangnya. Itulah saat reproduksi yang biasanya tidak berjalan karena tidak ada ruang lagi bagi pohon itu untuk berbiak. Aspal dan roda akan menindasnya mati. Atau seperti yang terjadi pada jalan setelah RSU hingga jalan Kartini, habis pohon pengantin ini dibabat, diganti oleh pot-pot dan papan iklan.
Sampai kini masih kunikmati bunga kuning pengantin ini. Indah. Moga abadi...

Seringkali Cinta

sebuah panah melesat tepat di jantungku
separohnya berjalan menuju otak
berkembang menjadi pikiran-pikiran

ada tujuh rupa yang kemudian tercipta

pertama
adalah logika
yang menjadi temanku
membaca peta dan jalan

kedua
adalah tradisi
yang menjadi teater hidup
di atas panggung yang bergerak senantiasa

ketiga
adalah kaki
menancap di badanku
sehingga aku berjalan di atas bumi

keempat
adalah keringat
membasuh seluruh tubuh
mengingatkanku pada rasa lelah

kelima
adalah pagar
berdiri kaku melingkar
menandai bentuk keterbatasan

keenam
adalah sepasang kuku
tempat terlindung yang tumbuh
di ujung jari setiap gerakan ragawi

ketujuh
adalah kepenuhan
tujuan dari segala perkembangan
yang memberiku pengembaraan kekal

(mereka bertujuh
ingin selalu aku rengkuh)

Tuesday, September 16, 2008

Tolak!!!

Tidak tahu harus berkomentar apa jika seperti ini.

Pasal 1
Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan / atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan / atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat
(demikian bunyi RUU RI tentang pornografi)

Lagu Letto pun akan hilang dari peredaran. Ya iya, wong setiap saat mendengar musik dan lagu mereka, aku selalu terangsang romantika dan mendapatkan dorongan kuat untuk bercinta. Gimana dong?

Adakalanya Cinta

sebuah panah melesat tepat di jantungku
separohnya mencapai rahim
dan berkembang menjadi janin

ada tujuh rupa yang kemudian aku lahirkan

pertama
adalah waktu
yang menjadi sahabatku
membaca ruang dan perjalanan

kedua
adalah senyuman
yang menjadi bros di dada
membuatku merasa cantik senantiasa

ketiga
adalah sayap
merapat di punggungku
sehingga aku melayang di atas awan

keempat
adalah air mata
membasuh wajahku
mengingatkanku pada rasa rindu

kelima
adalah cemara
meliuk bergoyang
menandai bentuk keliaran

keenam
adalah sepasang sepatu
tempat aku menapak entah dimana
membawa kesadaran pada perlindungan

ketujuh
adalah ketiadaan
penyelamat segala perkembangan
yang membebaskanku dalam pengembaraan kekal

(mereka bertujuh
ingin selalu aku rengkuh)

Friday, September 12, 2008

Melayang

hari ini ada sepasang sayap di punggungku
menancap kuat di dalam tulang belakangku
sepasang sayap putih yang lebar
sepasang yang terus bergetar dengan kekuatannya sendiri

bahkan aku bisa melihat dua kakiku menggantung lurus
tidak menginjak tanah atau benda apapun
dua tanganku bergerak bebas di udara ini
dua mataku memandang tanpa batas ke empat penjuru

(tentu saja aku tidak tahu sayap ini milik siapa
dan tidak tahu sampai kapan akan melekat di sini
seperti aku tidak tahu kapan dan mengapa bisa ada di ruas punggungku)

Friday, September 05, 2008

Ooo, Albert.

Usai mengantar Bernard, aku memutar lewat pinggir lapangan SD. Rupanya anak-anak SD kelas II sedang senam kebugaran sebelum masuk kelas. Sekilas pandang saja aku sudah dapat menangkap sosok Albert. Dia di barisan agak ke belakang. Tempat favoritnya. "Iya, ibu. Aku tidak bisa ada di depan karena aku tinggi." Gitu alasannya kalau aku protes tentang tempatnya yang selalu di belakang kalau sedang baris. Ah, nggak. Dia sama tinggi dengan Billy atau Vio atau Ano, tapi mereka ada di depan.
Tidak jadi keluar gerbang untuk ke kantor, aku duduk di bawah puring, melihat senam itu. Jauh berbeda dengan senam kesegaran jasmani yang dulu dipakai saat aku SD. Lagunya lebih semarak, ceria, lepas. Gerakannya juga. Seperti menari bu Eti di depan sana memberi contoh pada para murid. Barisan depan sungguh rapi jali. Seperti laron-laron kecil yang berbaris rapi mengerubuti induknya.
Tapi astaga...lihat Albert. Matanya menatap lurus bu Eti. Dia mencontoh gerakan-gerakannya. Tidak jadi menari jika yang bergerak Albert. Saat tangan harus terentang, dia akan merentangkan tangannya selebar-lebarnya hingga dapat menggapai pundak teman kanan kirinya. Lalu bu Eti meloncat-loncat kecil ritmis. Albert melombat setinggi langit. Entah apa yang didengarnya, apakah ada musik dan lagu, tapi dia melombat tinggi-tinggi berkali-kali sampai dia sadar bahwa gerakan teman-temannya tidak lagi melompat, dan dia menghentikan gerakannya. Sekali tempo gerakan tangan ke kanan dan ke kiri. Gerakan ini membuat Albert melihat bahwa bayangan matahari melalui tangannya dapat membuat bentuk kupu-kupu, kelelawar, kelinci dan sebagainya di lantai lapangan. Maka hilang lenyaplah guru dan teman-temannya, berganti dengan para binatang di paving.
Aku menahan nafas ketika salah seorang guru yang berjejer di barisan belakang berjalan menuju Albert. Hups, satu tangan menarik tubuh Albert yang terbungkuk-bungkuk mengikuti kupu-kupunya dan mengembalikannya pada barisan senam. Gerakan terakhir ambil nafas buang nafas, ooo Albert, dia menengadah laammmaaa...sekali, kemudian dua tangannya mendekap pipinya. Pasti hangat pipinya karena terkena matahari pagi. Dia ulang lagi gerakan itu.
Satu gerakan menoleh, dia melihat mataku di ujung lapangan di belakangnya, spontan dia langsung melambai dan tersenyum padaku. Tentu saja aku tersenyum juga padanya dan melambai kencang-kencang padanya.
"Lihat di mata ibu, Bert. Ada kamu di situ." Aku membisik. Pasti dia tidak dengar. Tapi dia tahu itu.