Monday, March 29, 2010

Dream

Semalam aku mimpi sangat sangat panjang. Tidur sangat awal membuat mimpi lebih panjang, rupanya. Mimpiku kali ini sangat teratur dan mudah sekali diingat detailnya dari awal hingga akhir. Pun siapa-siapa saja yang terlibat di dalamnya, tokoh-tokohnya. Aku kira aku mudah mengingatnya karena mimpi ini juga merupakan pengulangan dari banyak mimpiku malam-malam sebelumnya. Dari berbulan-bulan yang silam. Mungkin benar dugaan selama ini bahwa mimpi adalah sebuah video rekaman dari keinginan/kejadian/ramalan/dll yang terpendam di bawah sadar.

Spesial untuk mimpiku yang ini, aku akan cerita detailnya dalam bentuk cerpen saja, tapi nanti ya. Bukan sekarang.

Friday, March 26, 2010

Friend

Mungkin tidak makan bersama, tidak tidur bersama, tidak berjalan bersama. Bahkan tidak saling menatap, menyentuh, bercakap.

Tapi saat aku bisa memandangmu, aku hanya bisa melakukannya dengan gembira.
Tapi saat aku bisa memegangmu, aku hanya bisa melakukannya dengan rindu.
Tapi saat aku bisa menyapamu, aku hanya bisa melakukannya dengan tersenyum.

Tidak ada pilihan sikap lain.

Pun ketika mengenangmu, aku hanya bisa melakukannya dengan rasa syukur, bahwa engkau adalah temanku.

Thursday, March 25, 2010

Teach


Bicara. Berarti mendengarkan.
Mengajar. Berarti belajar, diajar.

Mother Love

Mencintai hingga sakit? Aku tetap sakit. Dan aku tetap cinta. Mau apa?
Hanya aku ingin mengubahnya. Cinta yang tidak menyakitimu.

Wednesday, March 24, 2010

Wink

Aku berdiri jangkung di depannya dengan sangat malu.
"Ini bukan soal teman-temannya, guru-gurunya dan sebagainya. Bahkan juga bukan soal Albert. Ini adalah tentang dirimu. Lihatlah dirimu sendiri."
Ya, seperti itulah. Aku akan cari jawabnya.
"Tidak untukku atau untuk orang lain. Tapi untuk dirimu sendiri. Maaf ya."
Ya.

Monday, March 22, 2010

Like My Son

"Hanya karena hal sepele, matanya pasti meleleh. Waktu pindah kelas itu, sandalnya nyelip entah bagaimana, ketukar ke kelas yang lain. Aduh, mam, air matanya itu... Mbok dicari dulu, wong teman-temannya saja mau bantu kok."
"Memang begitu, bu?"
"Iya, lalu waktu berenang itu. Celananya dipakai oleh Davin. Celana Davin masuk ke tasnya sendiri. Nah, belum apa-apa sudah air mata dulu. Tanpa suara. Tapi begitu ketemu, ya sudah, nyengenges dia. Senyum lebar."
"Dia memang sensitif, bu."
"Iya, memang, mam."
"Aku kira seperti ibunya."
"Hahaha...cocok."

(Aku pun terbawa ke masa kanak-kanakku. Seperti anak laki-lakiku ini. Tidak ada yang salah.)

Friday, March 19, 2010

Belajar Berpisah

Kehilangan orang dekat karena kematian sungguh menorehkan beribu perasaan yang tak dapat terlukiskan. Satu pembelajaran lagi dari peristiwa kematian adalah bagaimana aku bisa belajar untuk berpisah. Perpisahan harus diolah supaya tidak sekedar menjadi perpisahan. Belajar berpisah.