Monday, June 24, 2013

Tape ketan dari koperasi

Tiga hari kemarin aku ikut kursus dasar koperasi kredit (kopdit) yang diselenggarakan oleh Kopdit Mekar Sai Lampung, 21 - 23 Juni 2013 di aula atas kantor kopdit tersebut. Acara yang sederhana dan sangat mendasar, namun bisa kukatakan dikemas dengan metode yang menarik dan hasilnya, ... aku tambah pinter. Hehehe...
Aku mengenal kata koperasi dari jaman kecil dulu. Bapak ibuku sebagai guru menjadi anggota aktif koperasi pegawai negeri (KPN) Kecamatan Grogol Kediri Jawa Timur. Bisa disebut aktif karena soal simpan pinjam tak akan abai, terus simpan dan terus pinjam, dan selalu rajin ikut rapat anggota tahunan (RAT). Awalnya sih aku tidak bisa mengaitkan itu dengan ekonomi keluarga kami waktu itu. Setahuku, kalau bapak atau ibu rapat koperasi artinya aku akan dapat oleh-oleh tape ketan. Rapat koperasi itu sama dengan tape ketan. Itu aja.
Kenapa tape ketan? Karena aku memang suka tape ketan dan segala turunannya (macam madumongso, badeg, hingga arak. Hehehe...) Dan ada jenis tape ketan tertentu yang hanya bisa didapatkan di kota kecamatan jaman itu, yaitu tape ketan yang 'modern'. Kalau di sekitar rumah, orang menjual tape ketan dalam bungkus daun pisang, nah di Gringging, atau kota kecamatan tape ketan itu dibungkus gelas plastik yang besar dilengkapi dengan sendok plastik. Porsi jelas lebih banyak dari tape yang dibungkus daun, dan seusai itu, gelas dan sendoknya jadi hadiah untuk main 'pasaran'.
Lalu semasa aku sudah SMA dan kuliah, aku semakin paham pengertian koperasi dan teorinya. Tapi tidak pernah sekalipun aku terlibat di dalamnya. Bagiku sama sekali tidak penting dan tidak ada hubungannya bagi kehidupanku.
Nah, mulai di Lampung tahun 2000, seorang bapak (sekarang almarhum) pak Mukani, yang berkantor di sebelah ruanganku di Keuskupan Tanjungkarang, setiap istirahat beliau datang ke ruanganku atau aku ke ruangannya, dan obrolannya selalu ujung-ujungnya tentang koperasi karena beliau ini bendahara di koperasi simpan pinjam Mekar Sai.
Tahun 2001 atau 2002, entah, aku lupa, aku mulai masuk jadi anggota koperasi ini hanya karena nggak enak sama pak Mukani. Tapi aku termasuk anggota baik lho, artinya aku selalu menyetor simpanan wajib dan jika ada lebih memasukkan juga ke simpanan sukarela.
Lalu, aku diajari pak Mukani untuk pinjam. "Kalau gak butuh duit, ya hasil pinjaman masukin lagi jadi tabungan." Haaa, rupanya inilah yang kemudian menjadi cara menarik. Pinjam, uang tidak diambil jadi simpanan dan aku bisa menabung dengan paksaan angsuran tagihan hutang. Itu yang kemudian kukerjakan.
Dan kemudian karena ajaran meminjam ini berhasil, maka aku pun memakai fasilitas ini untuk keperluan mendesak atau tidak mendesak.
Dan dalam kursus dasar baru lalu, aku terteguhkan. Ketika aku pinjam uang, artinya aku berkontribusi bagi kelangsungan hidup koperasi dan seluruh anggota yang lain. Jadi, aku tidak boleh macet mengangsur karena ini menjadi bagian kontribusi yang penting atas kepercayaan mereka menggunakan uang mereka.
Ssst, untuk angka tertentu sampai puluhan juta aku tidak perlu agunan lho, karena tabungan yang kupunya di koperasi adalah agunan yang paling mujarab. Ini semacam meminjam uang sendiri tanpa kehilangan uang. Jadi, mulai saat ini, aku bukan lagi anggota yang mengharapkan 'tape ketan' dari koperasi, tapi aku akan menawarkan 'tape ketan' itu untuk orang lain dan mengajak untuk ikut menikmatinya. Kalian mau?

Thursday, June 20, 2013

Episode Il Passetto

Omong kosong cinta ditabuh,
hanya ada gigi menancap,
dalam kabut seusai subuh,
terjaring balon perut rayap.

Sakitku adalah pelangi pagi,
di putaran muda matahari,
hanya perlu luap air mata,
dan ruang melesatkan kata.

Jangan pernah menjemput,
aku masih di tengah Il Passetto,
jongkok menguatkan kasut,
sendiri bermain kerucut tornado.

Tunggu perjumpaan di corridori,
saat cawan-cawan sudah terisi,
mungkin mukjijat akan terulang,
membagikan roti bukan belulang.

Monday, June 17, 2013

13 Tahun Lalu

Selembar inilah yang kami sebarkan waktu itu. Memakai kertas coklat daur ulang, dilipat dua kali, memakai amplop dengan jenis kertas yang sama, dan dicetak 250 untuk handai tolan, para sahabat dan saudara. (Harganya hanya sekitar Rp. 350,- per ekslemparnya.)
Segalanya model adat Jawa dengan peran dari banyak orang. Paklik Tar (alm) dan Kung Sodi (alm) yang mengedit bahasa Jawa untuk undangan dan buku upacara, pak Pur yang melatih gamelan dan paduan suara dalam bahasa Jawa, bu Lurah sepuh yang merias wajah kami dan menata upacara adat perkawinan Jawa, Romo Harjanto yang memberi berkat sakramen, bapak ibu Samiran yang menjadi ketua penyelenggara (sehingga semua indah), bapak Suliham yang memberikan dukungan total, pak puh No (alm) yang membuat semuanya menjadi lebih meriah plus kelompok campur sarinya, bulik Sih, bulik Nik, bulik Sri dan bu puh Rin yang menjadi seksi-seksi dari dapur sampai tarub. Mbak Lis yang menjahit berminggu-minggu ratusan souvenir berbentuk tempat tisu, Heng yang memberikan rangkaian bunga pengantin mawar orange, Mas Pris (alm), Ninik, dan Atik yang memberikan perhatian penuh beberapa hari, seorang sahabat di Malang Post yang membuat karikatur di undangan (siapa ya namanya. Aduh, maaf teman, aku lali), keluarga besar Kediri, keluarga besar Senduro, para ibu yang berhari-hari setia memenuhi dapur dengan celoteh hingga akhirnya seluruh rawon, rames, puding, dan segala kue-kue siap untuk hantaran dan sajian, para bapak yang 7 hari full berjaga malam, angkat, angkut, plus main kartu biar melek, dan juga banyak orang lain lagi.
Hari ini 17 Juni 2013, sudah berlalu 13 tahun peristiwa itu. Aku ingin mengenangnya secara khusus untuk mensyukurinya dan untuk mengembangkan cinta dalam keluarga kami yang sudah berjalan 13 tahun. Terimakasih untuk Sang Pencipta, semua orang dan alam semesta yang sudah membantu kami hidup hingga sekarang ini.

"Katresnan dan kasetyan muga aja ninggal kowe, iku kalungna ing gulumu, catheten ana ing papaning atimu, temah kowe bakal oleh sih lan dadi kajen ing ngarsaning Allah lan ana ing ngarep menungsa." (Wulang bebasan, 3 : 3 - 4)

Tuesday, June 11, 2013

Super Sad True Love Story

Judul : Super Sad True Love Story
Penulis : Gary Shteyngart
Penerjemah ke bahasa Indonesia : Dewi Wulansari
Editor : Errena Ike Hendraini
Penerbit : Pustaka Alvabet, Jakarta
Cetakan I : Nopember 2011
Ukuran : 13 X 20 cm
Isi : 520 halaman
ISBN : 978-602-9193-114


Sebelum membaca buku ini, aku menganggap buku-buku klasiklah yang paling cocok dijadikan referensi dalam tema maupun cara penulisan cerita. Aku sulit sekali tersentuh oleh kisah-kisah modern apalagi futuristik. Tapi rupanya aku salah. Gary Shteyngart, - yang mungkin juga mempunyai idola penulis klasik-, mampu menyodorkan cerita yang membuatku bilang  : Wow! Dan koprol berkali-kali saat membaca Super Sad True Love Story.

Jangan bayangkan Gary menulis kecengengan atau dengan gaya cengeng. Blas! Dia berkisah tentang satu masa yang 'menyedihkan' dengan sangat lucu, - hanya orang cerdas yang bisa membuat kelucuan model seperti dalam novel ini -, dan "Ada banyak mesiu satir yang dikemas dalam setiap kalimat ..." Demikian dikatakan Time di bagian sampul sebagai apresiasi (promosi?) terhadap buku ini.

Novel ini menceritakan Leonard Abramov, biasa dipanggil Lenny, anak pasangan Rusia yang tinggal di Amerika di masa negeri ini sedang mengalami kehancuran di bawah pengaruh China. Lenny jatuh cinta pada Eunice Park, gadis yang jauh lebih muda darinya, berdarah Korea - Amerika. Dia merasa beruntung dapat hidup dengan gadis tercintanya ini sebelum direbut oleh bosnya di Post-Human Servise di Staatling-Wapachung Corporation, perusahaan yang melayani pelanggan untuk 'hidup abadi".

Lucunya, Gary menulis setting kisah ini secara konsisten dan 'mengerikan' di mana masyarakat dunia hidup hanya dengan 'klik' pada 'aparat', sebuah perangkat yang aku bayangkan sebagai perkembangan HP di masa mendatang, dimana bisa dipakai untuk komunikasi, memindai, mendeteksi, dan berbagai macam fungsi dalam kesehatan, relasi, ekonomi dan sebagainya. Misalnya di halaman 136, perangkat ini bisa untuk mendeteksi data personal seseorang.

"Lenny Abramov kode ZIP 10002, New York, New York. .... Tekanan darah saat ini 120/70. ....Ayah : .... Jumlah kekayaan : ... Kemampuan berbelanja : .... " Bahkan juga profil," ... tidak religius, pilihan seksual, indikator kepercayaan diri..." Dsb. Atau dengan fitur tertentu juga bisa menghitung kehebatan kelaki-lakian, kepribadian, kemapanan, dsb.

Hahaha, aku ngakak habis membayangkan khayalan Gary yang detail semacam itu. Dan uniknya, seluruh novel ini ditulis semodel memoar, dengan banyak sekali kalimat-kalimat panjang yang bertingkat-tingkat. Mereka disusun berdasarkan buku harian Lenny yang disambung dirangkai dengan catatan Eunice di GlobalTeens. Seolah-olah kisah ini kisah nyata yang kemudian dipublikasikan sebagai buku bahkan kemudian diangkat dalam film. "Aku tidak tahu akan ada orang atau kelompok orang yang melanggar privasiku dan privasi Eunice, membajak akun GlobalTeens kami kemudian menyatukan naskah yang sekarang Anda baca pada layar komputer anda." Demikian cuplikan tulisan Lenny dalam diarynya (hal. 502).

Kalau Gary memilih judul Super Sad True Love Story, aku menduga karena dia ingin 'mengejek' generasi masa kini yang 'sungguh sangat menyedihkan' di masa mendatang kalau tidak segera dikoreksi. Soal percintaan yang sangat permisif pada seks, ekonomi yang jadi penguasa negara, dll.

Salah satu kepiluan yang diangkat oleh Gary adalah jaman 'klik' ini tidak memberi ruang bagi penerbitan buku, penulis buku maupun pembaca buku. Menyimpan buku saja sudah dianggap sebagai kuno dan kolot. Orang-orang masa itu digambarkan hanya memindai, bukan membaca. Maka, di halaman 52 ditulis,"Aku perhatikan beberapa penumpang kelas satu menatapku karena membuka sebuah buku,"Pak, bau benda itu seperti kaos kaki basah," ujar seorang muda yang duduk di sebelahku, pejabat senior Kredit ..." Huft...
 

Monday, June 10, 2013

8 Juni 2013

Anakku,
12 tahun lalu tangismu mengoyak rahimku
aku menerima nasib menua dengan panggilan : ibu.

Jejak kedewasaanmu bisa kau temukan di keriputku
pertama terukir saat aku melempar mainanmu
yang kau sorongkan dalam raungan tangis
tanpa aku pahami karena,"Lihat, ibu sedang memasak bubur!
Untukmu!" Dalihku.

Matamu menuntut menjadi pedang di hatiku
terus bergulir menjadi jutaan goresan di wajahku.

Anakku,
kau akan menemukan sejarahmu dalam sejarahku
abadi merambah logika antar generasi anak dan ibu.

Seringkali aku memastikan pengetahuanmu akan cinta
lewat kornea yang terbuka dalam pantulan cahaya.
"Lihatlah! Di mata ibu ada wajahmu. Wajahmu di situ selamanya."
Setiap kau ragu, kau akan menarik wajahku
berkaca pada mataku dan akan selalu menemukan
dirimu sendiri memang ada di situ.

Anakku,
kau akan berlari melalui gerbang yang sudah dihias
menembus jaman dengan pondasi tanpa keraguan.

Untuk itulah aku hati-hati menancapkan kata-kata
HP, facebook, twitter, blog, email, surat, post, kertas, apa saja
menyimpan cerita yang kususun pelan-pelan dengan matang
jaman ini mungkin sudah kau cicip, akan kau kunyah
suatu ketika akan menjadi kerikil Hansel dan Gretel
yang tertebar, untuk mengembalikanmu padaku
pada rumah.

(Untuk anakku Abet Ardyatma, di ultah ke 12. Pelan-pelan saja menuju dewasa, ibu masih ingin memeluk dan menciumimu sebagai bayi. Tapi, itu urusanmu, bukan urusan ibu. Di tahun kau sudah merdeka nanti, ibu ingin kau tetap merasakan kesungguhan setiap ibu mengatakan : I love you, Albert.)

Tuesday, June 04, 2013

Janji

Saat rangsang otak tidak menemukan jalan
aku membiarkan keringat menembus dermis,
menyertai kerjaku merapikan setiap kamar.

Aku ingat pertanyaanmu tentang rasa
saat pagi tadi aku menabrak burung dara.
Kejanggalan yang hanya didapat oleh kecepatan

menjadi tanda kemudaan yang tak akan hilang
bahkan oleh uban atau gumpalan osteoporosis.

Aku masih menyirami senyum hingga siang ini,
kau bisa menontonku menari nanti malam.

Anakku, aku janji akan tetap hidup.

Dalam segala turunan teori kebijaksanaanmu.