Tiga hari kemarin aku ikut kursus dasar koperasi kredit (kopdit) yang diselenggarakan oleh Kopdit Mekar Sai Lampung, 21 - 23 Juni 2013 di aula atas kantor kopdit tersebut. Acara yang sederhana dan sangat mendasar, namun bisa kukatakan dikemas dengan metode yang menarik dan hasilnya, ... aku tambah pinter. Hehehe...
Aku mengenal kata koperasi dari jaman kecil dulu. Bapak ibuku sebagai guru menjadi anggota aktif koperasi pegawai negeri (KPN) Kecamatan Grogol Kediri Jawa Timur. Bisa disebut aktif karena soal simpan pinjam tak akan abai, terus simpan dan terus pinjam, dan selalu rajin ikut rapat anggota tahunan (RAT). Awalnya sih aku tidak bisa mengaitkan itu dengan ekonomi keluarga kami waktu itu. Setahuku, kalau bapak atau ibu rapat koperasi artinya aku akan dapat oleh-oleh tape ketan. Rapat koperasi itu sama dengan tape ketan. Itu aja.
Kenapa tape ketan? Karena aku memang suka tape ketan dan segala turunannya (macam madumongso, badeg, hingga arak. Hehehe...) Dan ada jenis tape ketan tertentu yang hanya bisa didapatkan di kota kecamatan jaman itu, yaitu tape ketan yang 'modern'. Kalau di sekitar rumah, orang menjual tape ketan dalam bungkus daun pisang, nah di Gringging, atau kota kecamatan tape ketan itu dibungkus gelas plastik yang besar dilengkapi dengan sendok plastik. Porsi jelas lebih banyak dari tape yang dibungkus daun, dan seusai itu, gelas dan sendoknya jadi hadiah untuk main 'pasaran'.
Lalu semasa aku sudah SMA dan kuliah, aku semakin paham pengertian koperasi dan teorinya. Tapi tidak pernah sekalipun aku terlibat di dalamnya. Bagiku sama sekali tidak penting dan tidak ada hubungannya bagi kehidupanku.
Nah, mulai di Lampung tahun 2000, seorang bapak (sekarang almarhum) pak Mukani, yang berkantor di sebelah ruanganku di Keuskupan Tanjungkarang, setiap istirahat beliau datang ke ruanganku atau aku ke ruangannya, dan obrolannya selalu ujung-ujungnya tentang koperasi karena beliau ini bendahara di koperasi simpan pinjam Mekar Sai.
Tahun 2001 atau 2002, entah, aku lupa, aku mulai masuk jadi anggota koperasi ini hanya karena nggak enak sama pak Mukani. Tapi aku termasuk anggota baik lho, artinya aku selalu menyetor simpanan wajib dan jika ada lebih memasukkan juga ke simpanan sukarela.
Lalu, aku diajari pak Mukani untuk pinjam. "Kalau gak butuh duit, ya hasil pinjaman masukin lagi jadi tabungan." Haaa, rupanya inilah yang kemudian menjadi cara menarik. Pinjam, uang tidak diambil jadi simpanan dan aku bisa menabung dengan paksaan angsuran tagihan hutang. Itu yang kemudian kukerjakan.
Dan kemudian karena ajaran meminjam ini berhasil, maka aku pun memakai fasilitas ini untuk keperluan mendesak atau tidak mendesak.
Dan dalam kursus dasar baru lalu, aku terteguhkan. Ketika aku pinjam uang, artinya aku berkontribusi bagi kelangsungan hidup koperasi dan seluruh anggota yang lain. Jadi, aku tidak boleh macet mengangsur karena ini menjadi bagian kontribusi yang penting atas kepercayaan mereka menggunakan uang mereka.
Ssst, untuk angka tertentu sampai puluhan juta aku tidak perlu agunan lho, karena tabungan yang kupunya di koperasi adalah agunan yang paling mujarab. Ini semacam meminjam uang sendiri tanpa kehilangan uang. Jadi, mulai saat ini, aku bukan lagi anggota yang mengharapkan 'tape ketan' dari koperasi, tapi aku akan menawarkan 'tape ketan' itu untuk orang lain dan mengajak untuk ikut menikmatinya. Kalian mau?
No comments:
Post a Comment