Thursday, November 30, 2017

Tumpukan Buku-buku

Di antara tumpukan buku-buku yang ada di rumahku, yang tersebar di ruang tamu, dapur, kamar depan dan kamar belakang, ada setumpuk buku yang sebenarnya kurancang untuk menuliskannya secara khusus saat aku terima dari penulisnya, penjualnya atau dari kurirnya. Buku-buku itu sebagian ditulis oleh orang-orang yang kukenal, sebagian lagi tidak kukenal. Foto di samping ini adalah sebagian dari buku-buku yang kumaksud. Sebagian kecilnya. Huft. Bahkan beberapa masih terbungkus plastik. Eh, sorry, bukuku sendiri rupanya terselip di bagian paling bawah. Hihihi...

Nah, jadi kapan kau akan menulisnya, Yuli? Embuh. Aku kagak bisa janji. Ini kupasang dulu biar aku ingat bahwa buku-buku ini bisa menjadi bahan untuk kutuliskan di blog ini. Soal kapan menuliskannya yo lihat nanti mood yang menyertai yo. Walau dalam pelatihan-pelatihan nulis aku selalu bilang : "Nulis itu tidak harus mengikuti mood ya, tuan dan nona. Kalau lu udah paham tekniknya, kau akan bisa menulis kapan pun." Hohoho...itu teori yang betul. Hehehe...

Setiap hari aku menyentuh buku, hal itu tak dipungkiri. Saat ini buku John Powell sedang ada di dalam ranselku. Artinya, kalau aku mesti duduk diam di manapun, entah sedang menunggu atau sedang tidak ingin melakukan apa pun yang lain, John Powell itulah yang akan kubuka dan baca. Dan hampir selalu begitu.

Bagaimana aku memilih buku yang kubaca? Aku seringkali dituntun oleh instingku, atau perasaanku. Tiba-tiba buku tertentu seperti mencuat, lebih cemerlang dari buku-buku lain, padahal dia ada dalam deretan atau tumpukan buku. Buku itulah yang akan kuambil untuk menemaniku dalam perjalanan atau menempati ruang dalam ranselku.

Kalau tidak ada yang mencuat, biasanya aku agak kesulitan memilih buku yang akan menemaniku. Dan jika terjadi seperti itu, aku akan ngacak saja mengambil buku di deretan yang biasanya menjadi favorit bacaanku. Mangun, Tohari, atau buku Banerjee, Arundati Roy, James dan sebagainya.


Kunjungan Asyik dari Seorang Guru Bahasa Indonesia yang Cantik

Resti, guru bahasa Indonesia, SMA Xaverius Pahoman.
Hari ini aku mendapat kunjungan dari seorang guru bahasa Indonesia, Bu Resti. Dia mengajar di SMA Xaverius Pahoman, Bandarlampung.

Siapa dia ya? Embuh. Aku juga tak terlalu kenal. Beberapa kali kami bertemu untuk beberapa kesempatan yang berkaitan dengan tulisan atau buku. Beberapa kali sekolahnya mengundangku untuk menjadi juri lomba penulisan atau mading. Beberapa muridnya juga pernah menjadi juara di beberapa event luar sekolahnya di mana aku menjadi juri.

Mumpung dia datang, maka kuminta berpose untuk foto ini. Cocok kan? Selain itu juga kurayu untuk mengirimkan cerpennya ke blog ini. Eh, dia malah tanya : "Kalau untuk murid-muridku, boleh juga ngirim kan, bu?"

Boleehhh. Kirim. Tapi pertama-tama gurunya deh. Jangan lupa sertai foto dan biodata yak.

Bermain

Ketika membongkar file-file dalam laptop ini aku menemukan file yang dikirim oleh guru-guruku di masa lalu. Salah satu file itu bernama : Bermain. Aku nyaris lupa apa isinya jadi pengin membuka dan membaca file dalam bentuk word beberapa halaman itu.

Bermain adalah seni hidup. Atau mungkin bermain itu ya hidup inilah. Bermain-main, riang gembira, kadang-kadang ngisruh di sana sini, tapi tetap dalam kegembiraan.

Apakah gembira itu artinya tidak ada peristiwa-peristiwa sedih? Tidak juga. Peristiwa sedih itu tak terelakkan. Ketika bapak mertua meninggal aku sedih, ketika akun AdSense diblokir aku sedih, jatuh dari motor aku sedih, proposal ditolak aku sedih... dan lain-lain. Tapi gembira bisa menjadi 'nuansa', yang memungkinkan peristiwa-peristiwa sedih itu dapat dimaknai. Albert bilang hal-hal kayak gitu hanya untuk ngedrop sebentar, habis itu ya bangkit lagi. "Kayak ibu jatuh dari motor itu, setelah jatuh, bangun lalu kan ibu berjalan lagi." Hmmm... ya...

Apakah gembira itu artinya tidak ada masalah-masalah? Tidak juga. Masalah-masalah mah selalu ada, mana bisa mengelak dari masalah. Tapi ya seperti Albert bilang itu, seperti permainan, seperti sedang bermain. Masalah-masalah menjadi sarana untuk belajar.

Apakah gembira itu artinya aku tidak peduli pada orang yang susah? Tidak juga. Tapi aku ndak bisa membantu orang susah kalau aku pun merasa butuh dikasihani. Gembira memberi kekuatan lahir dan batin untuk menghadapi semua hal itu.

Dan, yaaa, apalagi kalau tidak bermain sekarang ini? Saat berpikir tentang batas manusia, jadi seperti ilusi saja. Yang nyata ada di mana? Tampaknya relatif semua. Bahkan ukuran-ukuran yang selama ini tampaknya pasti dan nyata pun kemudian jadi relatif. Misalnya sekarang pukul 11.36 AM. Ah, sekarang menurut siapa? Menurut si teman di Singapura, sekarang bukan jam itu. Dan saat aku menulis ini pun sudah lewat beberapa detik. Juga ukuran-ukuran lain. Semuanya jadi tampak relatif.

Aku tak terlalu berminat menjawab pertanyaan-pertanyaanku sendiri pun. Bikin pusing. Jadi, yukkk,... bermain saja.

Buletin Insan Agustus 2017 : Kotak Keinginan

Mulai beberapa edisi yang lalu, aku rutin menulis untuk setiap Buletin Insan. Buletin ini diterbitkan oleh Kopdit Mekar Sai sebagai media informasi, komunikasi dan pendidikan bagi anggota atau jaringannya. Rubriknya antara lain Sajian Utama, Berita, Pendidikan, Motivasi, Ruang Anggota, dan sebagainya.

Biasanya yang kutulis masuk pada Artikel Lepas dan Cermin. Salah satu yang kutulis untuk edisi ini adalah Cermin, cerita mini, fiksi mini yang berisi kisah-kisah dari berbagai inspirasi. Judul yang kutulis untuk edisi ini adalah Kotak Keinginan. Para guru TK Fransiskus Pasirgintung atau mungkin di TK yang lain pasti paham istilah ini, karena inspirasi tulisan ini kuambil dari mereka.

Yang ingin mendapatkan versi cetaknya, silakan datang ke Kantor Mekar Sai di Jalan Juanda, Pahoman. 

KOTAK KEINGINAN

Rike biasa mempunyai kotak keinginan yang diletakkan di rak paling atas lemari baju. Setiap hari dia menyisihkan uangnya untuk dimasukkan dalam kotak tersebut. Kalau ditanya sejak kapan dia punya kebiasaan membuat kotak keinginan, Rike mengingat sejak masih di Taman Kanak-kanak (TK) dia sudah memilikinya.
“Dulu guru TK meminta kami menyebutkan satu benda yang paling diinginkan. Aku bilang ingin memiliki boneka yang matanya bisa berkedip.”
Nah, setelah itu guru meminta dia dan kawan-kawannya membawa kotak bekas dari rumah. Rike membawa kotak susu ukuran sedang. Guru mengajari mereka menghias kotak itu dengan kertas kado dan kertas warna-warni yang dimiliki.
“Lalu bu guru bilang, itu namanya kotak keinginan. Bu guru membantu membuat lubang kecil yang cukup untuk memasukkan uang. Aku menuliskan namaku di kotak itu lalu meletakkan di rak kelas berjejer dengan kotak teman-teman yang lain. Setiap hari setelah mengantar ibu belanja aku boleh mendapatkan beberapa uang koin dari ibu. Kadang 500 rupiah, kadang 1000. Kadang aku mendapat tambahan di jalanan. Orang seringkali mengabaikan uang recehan koin, entah 100 atau 200 rupiah. Kalau aku menemukan uang koin seperti aku akan ambil. Uang itu aku bawa ke sekolah dan dimasukkan ke dalam kotak.”
Rike mengisahkan pada saat menjelang menerima raport, gurunya mengajak mereka semua membongkar kotak keinginan itu.
“Aku senang sekali waktu itu. Bunyi uang receh itu terdengar indah banget saat dihitung. Hehehe. Ada 31.500 rupiah yang ada di dalam kotak. Bu guru memberi kantong plastik pada kami untuk membawa koin itu pulang. Hari itu aku mendapatkan boneka yang kuingin. Mungkin mama memberi tambahan karena aku ndak tahu persisnya harga boneka itu.”
Sejak itu, Rike selalu membuat kotak keinginan yang diisinya sepanjang tahun. Dia akan membongkarnya pada akhir tahun untuk memberi hadiah bagi dirinya sendiri atau orang-orang yang disayanginya. Bahkan dia bisa melakukan travelling ke berbagai tempat sebagai backpacker karena kotak keinginan itu. Sekarang bukan lagi uang koin yang dimasukkan walau jika dia menemukan uang yang disepelekan orang dan dibuang di jalanan tetap dia ambil dan dimasukkan dalam kotak.  *** (Yuli Nugrahani)



Wednesday, November 29, 2017

Misi Kami adalah SURVEY

Aku punya beberapa kelompok sahabat. Misalnya kelompok Jaringan Perempuan Padmarini, bersama Rinda dan kawan-kawan. Juga ada kelompok teman-teman di Sekretariat Keuskupan Tanjungkarang. Ada kelompok teman-teman sastra. Para tetangga. Anak-anak muda. Ibu-ibu RT. FPBN. Puspa. KWI. Dan sebagainya.

Nah, yang ini nih bukan kelompok. Hanya keseringan nyambung kalau lagi punya gawe atau tidak punya gawe. Mestinya ada lagi sih mami yang satunya lagi, tapi nyari foto yang lagi bersama kok belum nemu. Jadi ini dulu deh. Dua mami di kanan kiriku ini nyaris tidak bisa dipisahkan. Kalau ada yang satu, seringkali yang satunya pasti ada juga. Neni dan Eti. Kadang-kadang kupanggil Mbak, Mbakyu atau Bu.

Mereka sama-sama ringan tangan ringan kaki ringan senyum dan ringan mulut. Hehehe. Kalau aku membutuhkan sesuatu, kontak salah satu dari antara mereka nanti dua-duanya sudah siap dengan senyum manisnya, dan sering kali siap semobilnya sesopirnya (sopirnya yang mereka itulah. hehehe.)

Kadang-kadang aku sedang ndak butuh apa pun tiba-tiba mereka berdua atau salah satu nongol. Membagi senyum. Membagi energi. Kadang ya membagi kue. Hehehe... Itulah, karena mereka memang sama-sama baik hati.

Nah kesamaan lainnya : mereka sama-sama punya dua anak gadis sedang aku punya dua anak cowok. Mereka berdua begitu feminim keibuan, aku juga begitu. Hehehe... Mereka sering pakai rok sedang aku lebih sering pakai celana. Mereka suka makan, aku juga.

Nah, kalau bersama mereka ini, kadang bisa lupa umur deh. Ini di foto ini adalah saat kami jalan ke Talang Indah di Pringsewu. Beberapa bulan sebelumnya kami ke Pantai Aloi-aloi Laguna di Kalianda. Bepergian ke beberapa tempat ini memang perlu untuk kami bertiga (kadang berempat dengan mami Tora), karena misi kami adalah : SURVEY tempat sebelum nanti ada sesuatu. SURVEY tempat wisata, tempat makan termasuk mencicip makanannya, tempat apa saja... Hehehe...

Naik Bumel atawa Bis Ekonomi : Goyang Yukkk...

Yang paling atas itu tiket bis ekonomi dari Lumajang ke Probolinggo.
Di Lampung, aku jarang sekali naik bis antar kota apalagi bis ekonomi. Nah, dua minggu lalu saat pulang ke Lumajang, pas mau balik ke Lampung lewat Juanda, aku dan Mas Hendro naik bis dari Terminal Wonorejo Lumajang.

"Kita naik bis di pintu keluar saja. Apa pun bisnya kita naik ya. Sampai Probolinggo kita oper bis."

Okey, aku ngikut dah. Diantar oleh Inu sampai dekat pintu keluar, pas banget bis ekonomi (orang-orang biasa menyebut bumel), Madjoe Berlian siap diinjak gasnya oleh sang sopir.

Teriakan kondektur membuat bis bersabar menunggu kami naik dari pintu belakang. Bis dengan kursi 2 - 3 itu sudah hampir penuh. Aku dan mas Hendro terpaksa duduk berseberangan, aku di kiri dan dia di kanan. Bis pun langsung melaju.

Salah satu, eh beberapa yang aku suka dalam perjalanan dengan bumel adalah :

1. Selalu ada tiket yang dicoret dari kota mana ke kota tujuan. Kadang tiketnya lebar atau panjang banget tergantung rute dari bis itu. Yang kali ini juga kertas tiketnya gede, karena bis itu rupanya dari Denpasar menuju Trenggalek. Beberapa bis lain tiketnya bisa sangat rinci lho. Aku ingat dulu aku suka mengoleksi tiket-tiket bis ini. Lalu juga saat di atas bis waktu aku masih kecil, aku akan memegang tiket itu kuat-kuat sambil bergumam sesekali. "Nah, sudah masuk Mrican. Usai ini Maron, lalu Banyakan, Sonorejo. Terus aku turun Gringging. Pasar." Hehehe... Walau rute pendek pun, bumel di Jatim pake karcis macam ini. Di Lampung aku jarang banget dapat tiket bis untuk rute pendek.

2. Selalu ada penjual di perhentian-perhentian tertentu. Saat kemarin itu, aku ketawa saja karena tiba-tiba pangkuanku sudah dijatuhi krupuk tenggiri, kacang goreng, paket pisau, buku Yasin dan sebagainya. Inget dulu jaman masih kecil, mbah putriku suka banget membelikan permen jahe kalau di bis, minumnya susu Ultra, lalu bonus telur asin kalau aku tidak mabuk. Hehehe...

3. Selalu ada pengamen entah beberapa kali. Dari suara yang bagus dengan lagu-lagu banyuwangian, dangdutan atau apa aja deh. Kadang pengamen dengan lantunan doa-doa, atau puisi. Hehehe... meriah sekali.

4. Selalu ada istilah-istilah lucu yang mengingatkanku pada Kyai Faizi, tokoh Sumenep yang juga bismania yang sering menulis tentang kisah-kisah perjalanan dengan bis. Misal kemarin itu karena padat macet gara-gara pelebaran jalan kereta api, eh...perbaikan jalan kereta api, maka kondektur sesekali akan teriak : "Goyang yukkk! Prei..." Sopir pun ambil kanan, masuk lewat jalur kanan menyalip mobil-mobil. Lalu kondektur kembali teriak : "Masuk!" Bersamaan dengan sopir membawa bis kembali ke antrian, eh menyerobot antrian.  Begitupun kalau ada orang berdiri :"Poin." Kayaknya kondektus bisa menandai itu calon penumpang atau bukan.

5. Selalu ada tas plastik yang digantung di atap bis. Hihihi. Sepertinya selalu ada yang mabuk saat naik bumel ya. Dalam perjalanan dari Wonorejo ke Probolinggo, seorang anak kecil di depanku yang duduk kaku dikempit ibunya dengan wajah pucat pasi nyaris masuk ke kantong plastik. Hehehe...

6. Sealu ada asyiknya... Iyalah. Dengan harga 10 ribu per orang dari Wonorejo ke Probolinggo bonus segala macam itu ya asyik banget namanya...

Tuesday, November 28, 2017

Gunung Agung Meletus

Beberapa hari ini ikut kuatir tentang Gunung Agung yang meletus. Pada halaman Kompas hari ini dipasang box khusus bertulis Gunung Agung Meletus, dengan isi dampak letusan Gunung Agung dan Antisipasi Dampak Letusan.

Dampaknya :

1. Zona Perkiraan Bahaya (ZPB), radius 8 km dari kawah, berbahaya untuk aktifitas masyarakat. Masyarakat dihimbau tidak melakukan aktifitas apapun di zona itu. Lebih dari 40.000 warga di zona ini mengungsi secara mandiri.

2. Sebanyak 22 desa di Karangasem berpotensi terdampak erupsi.

3. Bandara Ngurah Rai Denpasar ditutup mulai 27 Nopember 2017 pukul 07.15 WITA. Sebanyak 196 penerbangan internasional dan 249 domestik terdampak penutupan bandara ini.

Antisipasi :

1. PT. ASDP Ketapang Gilimanuk menyiagakan 50 kapal di Gilimanuk untuk menampung penyeberangan jika terjadi pengungsian ke Jawa.

2. PT. KAI Daop IX menyediakan Rail Clinic di Stasiun Banyuwangi Baru yang dilengkapi dengan fasilitas instalasi gawat darurat, layanan poli umum, gigi, mata, kebidanan, laboratorium dan ruang farmasi.

Kegelisahan

Gelisah itu biasa. Wajar dan mungkin sebanding dengan ancaman atau bahaya yang memang nyata bisa terjadi. Namun ada juga kegelisahan yang tidak wajar yang sebenarnya sama sekali tidak sebanding dengan ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi.

Pada anak-anak, kegelisahan model ini bisa diatasi dengan dipeluk cium, dihibur, diayun-ayun, dibelai-belai. Pelahan kegelisahan akan pudar dan lupa akan kekuatiran-kekuatiran, lalu kembali ceria. Penuh harap dan terus bersukacita.

Lha kalau sudah dewasa, mosok masih pakai cara anak-anak seperti itu? Aku memilih tidak. Aku ingin kembali pada tulisanku kemarin, cek di sini. Bukan perkara yang mudah. Tapi justru karena susah, aku mau melakukannya, biar aku tidak berhenti sebagai anak-anak. Oh, no. Orang yang paling berbahagia dalam kehidupan ini adalah anak-anak. Mereka mudah mengampuni. Mudah kembali bergembira. Mudah percaya. Dan sebagainya. Tapi tidak cukup seperti itu karena aku perlu kesadaran-kesadaran, dan juga proaktif dalam pilihan-pilihan. Dengan demikian aku tetap akan mudah mengampuni, tetap mudah bergembira, mudah percaya, selayaknya keriangan anak-anak. Tapi kali ini adalah saatnya melakukan itu semua dalam kesadaran pilihan.

Nah, macam tuhhhh...

Melakukan Justru Karena Susah


Aku ingat dulu pernah mendapatkan cuplikan penyemangat, mungkin tidak terlalu tepat, tapi isinya seperti ini :

Aku melakukan karena tidak susah.
Aku melakukan asal tidak susah.
Aku melakukan walau susah.
Aku melakukan justru karena susah.

Yang mana biasanya dipilih? Tentu yang pertama atau kedua. Kalau hal-hal mudah, tidak susah, ya otomatis bisa aku lakukan. Kalau aku memberi syarat 'asal tidak susah', ya memang itu yang jadi kecenderunganku.

Pilihan ketiga itu seringkali menjadi keterpaksaan. Tetap melakukan walau susah. Harus ada perjuangan yang dilakukan saat melakukannya. Walau susah tetap dilakukan.

Pilihah keempat hanya mungkin dilakukan secara proaktif, berdasarkan kesadaran. Aku sadar apa yang kulakukan, juga sadar menerima kesusahan yang muncul dari situ. Orang lain jarang yang mau melakukannya karena tahu hal itu memang susah.

Aku ingin sampai pada pilihan keempat ini. Memilih melakukan secara bebas apa yang memang ingin kulakukan. Justru karena susah. Justru karena orang lain tak mau melakukannya.

Apa yang Harus Dilakukan Kalau Akun AdSense Dibekukan?

Huaaa... gimana ndak panik. Pagi-pagi seperti pagi yang lain saat duduk di depan laptop, yang pertama-tama kubuka adalah email. Dannn.... kena serangan jantung gue. Ada notifikasi dari AdSense :

Hello,

We recently detected invalid activity in your AdSense account. As a result, we’ve temporarily suspended your account for 30 days. During this time, no ads will be served on your sites.

Why was my account suspended?
We found instances of one or more users clicking repeatedly on your AdSense ads which is prohibited by the AdSense Program Policies. Clicks on Google ads must result from genuine user interest. Publishers may not ask others to refresh or click their ads. This includes asking for users to support your site, offering rewards to users for viewing ads or performing searches and promising to raise money for third parties for such behavior. Additionally, clicking your own ads, automated clicking tools or traffic sources, robots, or other deceptive software are also prohibited.
We understand that you may want to know more about the invalid activity we’ve detected. Because this information could be used to circumvent our proprietary detection system, we’re unable to provide our publishers with information about specific account activity, including any web pages, users, or third-party services that may have been involved.

This is a one-time, non-appealable suspension. After 30 days, we’ll automatically re-enable ad-serving on your account.
If you need more time to identify and stop the invalid activity, please remove your AdSense ad code from your sites to prevent ads from being displayed.
Please note that if any additional issues are found in your AdSense account in the interim period of suspension, your account may be permanently disabled even before the suspension period ends. Please review our list of top reasons for account closure to help you understand the possible reasons that publishers may have their accounts disabled.
If your account is found to have invalid activity in the future, it will be subject to additional penalties, and may be permanently disabled.

How does the suspension affect my payments?
You will be eligible to begin receiving payments again once your account generates sufficient valid traffic.
As a result of the suspension, we are withholding the unpaid revenue in your account and refunding the balance, along with Google’s share, to affected advertisers. In addition, once ad-serving resumes on your sites, we will suspend any future payments for 30 days—you will earn revenue during this time, and, provided your account remains in good standing, that revenue will be paid in the next payment period.

How can I prevent this from happening again?
To help you identify the potential source of the problem, we recommend reviewing the following resources:
  • Review the top reasons for account suspension article in our AdSense Help Center.
  • Don't click live ads on your own sites. Test ad clicks on your sites through the Google Publisher toolbar.
  • AdSense publishers are ultimately responsible for the traffic on their ads. Don't ask anyone to click on your Google ads. Users should always click on Google ads because they're interested in the services being advertised, not to raise money for your site or for a cause.
  • Learn how to segment your traffic. Understanding and monitoring traffic to your site may help you identify sources of invalid activity.
  • Review the Ad Traffic Quality Resource Center for additional information on invalid activity.

We encourage you to be proactive in ensuring that your ad traffic complies with our guidelines and policies. Thank you in advance for your understanding and cooperation. We look forward to your return to the AdSense network in good standing after the suspension ends.

Sincerely,
The Google AdSense Team

Huaaaa.... mau gimana lagi. Ya sudah, aku kan tak punya pilihan. Soal kesalahan-kesalahan itu :
1. Klik pada iklan di blog sendiri. Hmmm... HPku tuh memang terus-menerus membuka blogku, untuk memantau. Ya, kadang ketika ada iklan yang menarik seperti waktu itu ada biaya perjalanan murah, nih jari otomatis klik. Jadi mulai sekarang, tutup blogku di HP biar jariku ndak jahil.
2. AdSense di blogku ini baru jalan beberap minggu. Yang semangat bukan hanya aku, tapi orang-orang dekatku. Bahkan beberapa tulisan dijadikan diskusi. Jadi ya mungkin saja diklik berulang kali oleh orang yang sama. Tapi mosok ada robot yang minat pada blogku ya?
3. Yukkk, tunggu 30 hari untuk menjadi normal kembali. Moga aku tak membuat kesalahan lagi. Intine sih ya aku tetep nulis untuk blog ini. 

Yukkk... semangat ngeblog...

Monday, November 27, 2017

Gemuruh Ingatan, Ingatan Tentang Lapindo

Hari ini bukan 29 Mei sebagai penanda bencana itu dimulai pada tahun 2006. Membaca beberapa berita hari ini tentang lumpur Lapindo...duh, bikin aku senewen. Ada versi tanggul jebol. Yang lain bilang meluap. Lain lagi mengatakan bukan lumpur Lapindo tapi sungai. Huh. Tanpa berbagai versi itu pun aku masih selalu greget kalau mengingat lumpur Lapindo yang menenggelamkan banyak desa di Sidoarjo, Jawa Timur itu.

Aku ingat buku Gemuruh Ingatan, Antologi 8 Tahun Lumpur Lapindo diterbitkan pada Mei 2014. Aku terlibat di dalamnya dengan satu puisi berjudul Tanggulangin, bersama dengan puluhan penyair dari berbagai penjuru Indonesia.

Buku itu diluncurkan di Porong dalam suatu kegiatan yang aku tak bisa hadiri, tapi hatiku tetap saja tertancap di sana. Minggu lalu saat aku lewat di pinggir-pinggirnya, rasanya begitu miris. Bagaimana para korban bisa mengolah hidupnya dalam kekuatan masa kini dan masa depan? Bagaimana mengembalikan seluruh yang hilang termasuk peninggalan kenangan-kenangan seperti nostalgia, pemakaman dan sebagainya? Aku tak bisa bercerita lebih dalam, tapi aku tetap pada keprihatinan yang mendalam saat mengingat tempat ini.

Ini adalah puisiku yang ada dalam buku itu :

TANGGULANGIN

Lumpur menggenangi kuburan ketika aku datang
Ujung nisan berganti gelembung didih cairan belerang

Jalanan memeluk batu berselimut keranjang kawat
Lasak menyeret kaki mencari celah paksa untuk lewat

Di ujung liang mata terbuka petunjuk setapak
Mereka tengah mengembalikan meja-meja lapak
Lembar penerbitan dengan namaku.

Palu pertama diketukkan pada sol-sol sepatu
Benang-benang dikaitkan pada saku-saku baju

Mereka sembunyikan air mata bukan untuk lupa
Darah dialirkan bukan semata menghias luka

"Tangan kami bukan mengatung, kau lihat
Tangan kami mengepal. Tanda seru di akhir kalimat.!"

Aku sengaja tarik tali busur menghujam dada
Jantungku teriris kata yang mengucap : Saudara.

Mei 2013


Menjadi Manusia Merdeka

Tanjung Pesona, Bangka, Mei 2017.
Pulang kerja penginku hanya berbaring, syukur-syukur bisa tidur. Tapi kok ndilalah tanganku usil merogoh tas dan menemukan buku Why am I Afraid to Tell You Who Am I, dari John Powell. Buku fotokopian ini tadi kutemukan di tumpukan teratas buku-buku pribadiku di kantor, lalu secara iseng kumasukkan ke dalam tas karena aku lupa buku ini isinya tentang apa.

Jadinya, agenda berbaring santai berubah dikit dengan tambahan membaca bagian awal buku ini. Masih di bagian awal aku menemukan pertanyaan : Aksi atau Reaksi?

Manusia dewasa adalah seorang aktor bukannya reaktor. Aktor berarti orang yang bertindak, reaktor menjadi aktif hanya bila dirangsang oleh tindakan oerang lain. Cerita ini menggambarkan hal tersebut :
Pada suatu hari seseorang menemani sahabatnya pergi membeli koran. Sahabat itu memberi salam ramah sekali kepada penjual koran, tetapi dijawab dengan kasar dan cemberut. Setelah menerima koran yang disodorkan kepadanya secara tidak sopan, sahabat itu tersenyum ramah dan berpamitan pergi. Sesampai di jalan bertanyalah temannya :
"Apakah orang tadi selalu sekasar tadi?"
"Ya, hampir selalu begitu."
"Lalu, mengapa kau bersikap ramah kepadanya?"
"Ya, mengapa tidak?"
"Ah, mengapa berbaik-baik kalau ia tetap seperti itu?"
"Karena saya tak suka dia menentukan apa yang saya ingin lakukan."

Hmmm, konsep ini sudah beberapa kali kubicarakan dengan beberapa orang. Aku masih tetep belum puas dan belum juga bisa melakukannya. Dan selama belum begitu, yaaa... aku masih belum menjadi manusia merdeka. Masih tergantung pada tindakan orang lain, terkurung pada 'jajahan' orang lain. Hmmm...

Tempelan HP atau Gurita HP atau Perekat HP

Sudah mau konsentrasi mengerjakan buku GATK, suara cempreng Lis Kim Siong kedengaran teriak-teriak di luar pintu. Alamak. Mesti merelakan waktu beberapa menit kalau dia datang (juga beberapa rupiah. hehehe.) Gimana lagi. Dia ini tukang tagih Tuhan, jadi ndak bisa ditolak. Hehehe...

Lis dengan barang jualannya di ruang kerjaku.
"Ini tempelan HP." Suara sengaunya membuat aku meminta ulang beberapa kali sampai aku ngeh ketika dia mengangsurkan barang kecil dari karet berwarna-warni.

"Go opo iki, Lis?"

"Sini HPmu." Dia tarik HP yang ada di dekatku, mencoba menjelaskan benda apa yang dia bawa itu. "Bisa dipasang di spido motor, atau power bank. Biar ndak lepas saat dipakai." Ealahhhh...

"Berapa harganya?"

"Aku ambil 14 ribu. Untukmu 15 ribu."

"Alangkah mahalnya. Aku ini temanmu apa pelangganmu to yo? Kalau kesini tuh ya bawa oleh-oleh kek. Bukannya malah jualan aja. Masak aku selalu ngeluarin duit kalau kau datang." Dia tertawa ngekek-ngekek. Yah. Mau ndak mau aku kudu merogoh dompetku. Pura-pura ndak punya uang juga percuma kalau yang dihadapi tukang tagih Tuhan macam gini. Hehehe...

Usai uang dikantongi dia merayuku untuk memotretnya dengan barang warna warni itu. "Bantu jualin ya. Kau bisa jual 16 ribu."

"Ogah. Kujual 17 ribu ya." Tertawanya berderai-derai. Memaksaku menulis nomor teleponnya. Kalau ada yang beli aku bisa nelpon dia kapanpun. Hehehe... Okey deh. Terus bahagia ya, Nak. Di sini kau tidak akan ditolak. God bless you, Lis.

Gas Elpiji 3 kg, Kemanakah Kau?


Nasib pagi ini berbeda dari rencana yang sudah dirancang dari semalam. Niatnya, pagi-pagi bangun, masak nasi, menggoreng tempe, ayam tepung dan membuat sop sayur. Nasi matang, tempe matang, ayam dicemplung ke wajan dan bumbu sop dioseng bersebelahan, tak sampe semenit kemudian api padam. Osengan bumbu belum tercium harum. Ayamnya bahkan matang setengahnya pun.

"Mas Hen, gas habis." Hihihi. Bisa semena-semena dikit dengan alasan terburu-buru, ini itu dan sebagainya.

Beberapa saat kemudian boss datang, laporan : "Tak gas di Bunda Romy."

Beberapa belas menit kemudian :"Tak ada gas di seluruh toko di perumahan Polri Hajimena. Katanya sudah dua hari tak ada pasokan."

Weh. Segera kuangkat ayam mogol yang sudah terendam minyak. Merapikannya kembali ke wadah dan memasukkan ke freezer. Kukemas sayur mentah yang sudah bersih, masuk kulkas. Lalu plating tempe goreng (hihihi) supaya tampak cantik. Membuat sambel pecel siap jadi dalam mangkuk yang bening supaya tampak eksotis. Mendekatkan toples krupuk sedekat mungkin dengan sambel, dan aku pura-pura sibuk mencuci piring ketika Albert dan Bernard kriyip-kriyip nengok meja makan. Hehehe...

"Memangnya kenapa gas kok ndak ada?"

"Ndak tahu. Aku ndak tanya. Hanya dibilangin kalau sudah dua hari mereka tak punya stok."

"Jadi nanti aku masak pake apa?"

Suamiku mah cuma senyum. Baginya sih tak perlu masak, yang penting ada aja makanan yang siap santap. Hehehe...

"Gimana kalau pakai kayu?" Lanjutku karena minim respon. Aku melirik tumpukan kayu basah hasil memangkas pohon jambu dan salam. Aku bercerita pengalaman di Engkurai, Kalbar bagaimana para ibu memasak pakai kayu dengan sangat santai tanpa mengeluh. Juga ibu-ibu di Curahjati Banyuwangi, atau pelosok Blitar, dan sebagainya.

Suamiku tetep saja cuma senyum. Dia meragukan aku mau melakukan hal yang sama seperti ibu-ibu di banyak tempat itu. Huhuhu...

"Aku beli lauk di Warung Prasojo saja deh ya."

"Yooo..." Ada nafas panjang keluar dari hidungnya. Huft...

Sunday, November 26, 2017

Terlibat dalam Konser Agnez Mo di Lampung

"Yul, kau sedang di mana? Bisa menemaniku saat di Lampung?" Dia ini memang begitu lagaknya. Walau jauh lebih muda dariku, dia biasa memanggilku Yuli, begitu saja, sewajar orang dalam pergaulan internasional yang hanya panggil nama kalau memang sudah akrab. Dia kelahiran 1 Juli 1986, itu artinya selisih 12 tahun denganku.
"Kapan acara manggung di Lampung, Nes? Libatin aku di satu lagu ya."
"Boleh. Berapa berat badanmu sekarang?"
Huaa... Kok tanya berat badan lho ya. Waduh. Memang aku ndak selangsing dulu.
"Hmmm... Sejak lima tahun terakhir berat badanku bertambah satu kilogram setiap tahunnya."
"Lingkar pinggangmu?"
"Hmmm... aku tak tahu. Sudah lama ndak ngukur."
Huh. Andai dia tahu ukuran pinggangku hampir sama dengan pinggulku bisa meledak tawanya.
"Oke, tak masalah. Untuk satu lagu yang mana yang kau maui?"
"Ya, yang ndak terlalu bergerak energik deh. Kau kan tahu aku udah emak-emak sekarang."
"Aku sedang promo Long As I Get Paid. Kalau ngikut di sini kau mesti sedikit seksi. Kau masih sering lari putar stadion?"
"Hmmm... aku di lagu yang lama saja deh, Nes. Takutnya aku malah merusak pentasmu. Adakah yang ndak perlu terlalu seksi?" Aku berusaha menghindar dari pertanyaannya yang bikin keselek itu.
"Okey, nanti kucarikan yang cocok."
"Atau aku membaca cerpenku saja di konsermu?"
"Hmmm...."
"Membaca puisi deh. Yang lebih pendek."
"Uhmmm..."
...
Tiba-tiba kakiku basah. Aku tergopoh-gopoh mencari ember. Lalu duduk dengan kepala pusing di pinggir kasur. Huh. Hujan lebat ini tahu banget cara mengganggu orang dari mimpi. Huh.

Istilah-istilah dalam Google AdSense

Sebagai pengguna baru Google AdSense di blog ini, aku masing mengerutkan kening kalau masuk ke akun AdSense. Beberapa istilah baru belum juga kupahami. Jadi aku sering browsing untuk menemukan pengertian-pengertian tentang ini. 

Misalnya :


1. Page View
Page View adalah jumlah berapa kali halaman yang mengandung iklan ditampilkan oleh pengunjung blog atau situs. Nilainya tidak dipengaruhi oleh jumlah iklan yang kita pasang pada halaman tersebut. 

2. Impression adalah jumlah tampilnya halaman yang mengandung unit iklan, semakin banyak impression maka itu menunjukan bahwa halaman dalam blog kita mudah ditemukan oleh mesin pencari.

3. Click adalah akumulasi jumlah klik yang diperoleh oleh setiap unit iklan yang terpasang.

4. CPC (Cost Per Click) adalah biaya yang ditawarkan oleh advertiser (si pemasang iklan) untuk tiap klik iklannya. Setiap kali iklan tersebut diklik pengunjung maka uang yang akan kita dapatkan sejumlah nilai CPC untuk iklan tersebut. Semakin besar nilai CPC maka akan semakin besar pula peluang kita mendapatkan uang dari iklan tersebut.


4. CTR (Click Through Rate) 
adalah perbandingan dalam bentuk persentase untuk menghitung antara jumlah klik dan jumlah unit iklan adsense yang bersangkutan tampil,  jika iklan tampil sebanyak 1000 kali, kemudian iklan tersebut mendapatkan klik sejumlah 10 kali maka nilai CTR nya dapat kita hitung sebagai berikut (10/1000 x 100%)=1%, jadi jika dalam 1000 kali tampil, iklan mendapatkan klik pengunjung sebanyak 10 kali, berarti nilai CTR untuk iklan tersebut adalah 1%.


5.  RPM (Rvenue Per Thoushand Impression) 
adalah hasil pembagian antara jumlah pendapatan publisher dengan jumlah impresi halaman (per 1.000) yang ia dapatkan dari iklan-iklannya. Sebagai contoh, publisher yang menghasilkan $200 dari 50.000 impressi akan memiliki nilai CPM sebesar $4 (nilai tersebut didapat dari perhitungan [jumlah penghasilan /(impressi/1000)]= (200/(50.000/1000)=200/50=4.


6. Estimated Earning adalah perkiraan jumlah penghasilan yang kita peroleh dari iklan adsense yang kita pasang, nilai estimated earning adalah hasil kali antara Jumlah click dengan CPC, semakin besar nilai CPC maka akan semakin bersar pula estimated earning yang akan kita peroleh, kemudian juga semakin banyak jumlah klik iklan itu akan semakin besar pula pendapatan yang kita peroleh.

Puncak B-29 Lumajang : Negeri di Atas Awan

Sayangnya memang aku bangun kesiangan, jam 04.00 baru bangun, masih harus urusan perut dan lain-lain sehingga setengah 5 aku dan Mas Hendro baru bisa melaju dari Senduro, Puri Dewi Rengganis, menuju Puncak B-29, Argosari, Lumajang. Malam sebelumnya kami sudah bertemu dengan beberapa orang yang menyarankan kami untuk berangkat pukul 02.00, sehingga bisa merasakan sensasi negeri di atas awan di puncak B-29. Menurut pengalaman Mas Hendro sendiri juga begitu. Tapi akunya ini nih... Hehehe...baru bisa bangun ketika penggorengan di dapur sebelah kamar tidur mulai berteriak saat ada potongan-potongan ayam dimasukkan di dalamnya. Jadi mohon maklum.

Aku dan Mas Hendro meminjam motor trail milik Inu melaju dalam gelap dan dingin di arah atas. Di persimpangan tertentu, kami memilih ke kiri. Kalau ke kanan akan menuju perkebunan teh Kertowono. Mengikuti jalan itu, kalau pun ada pertigaan, atau perempatan pasti ada penanda yang membantu kita ke jalan yang benar untuk sampai ke Puncak B-29. Puncak ini sangat populer jadi akan mudah sekali menemukannya.

Kira-kira satu jam memakai trail dengan kecepatan yang hmmm... kisaran 40 - 50 km/jam mungkin, kami sampai di post rest area yang sedang dibangun. Mulai jalan sempit yang akan susah dilalui oleh mobil. Ada jasa ojek dari sini, jadi jangan kuatir. Tapi karena kami memakai motor trail yang oke punya, kami bisa melanjutkan sampai atas.

Seperti dirangkai.
Ada tempat parkir di puncak B-29 yang lalu bisa dilanjutkan ke atas dengan jalan kaki atau ojek sampai ke puncak B-30. Tapi kami memilih tetap menyusuri jalan setapak memakai trail hingga di puncak. Matahari sudah agak tinggi, sunrise sudah lewat saat kami masih di ladang-ladang bawang prei dan kentang. Tapi aku masih melihat awan-awan menyelimuti ketinggian itu. Pelan-pelan awan-awan mulai menyingkir sehingga saat di puncak B-30 aku dapat melihat pucuk Semeru dan Bromo. Wah.

Aku tahan banget berada di tempat seperti ini. Aku dan Mas Hendro membuka jaket, berlari, menari, membuat video dan sebagainya. Beberapa kelompok lain mulai menyusul seperti mahasiswa-mahasiswa dari Brawijaya, Hehehe... kita satu almamater, nak. Juga ada kelompok lain yang tak sempat komunikasi.

Belum puas juga walau sudah berjam-jam di situ. Bunga edelweis, bunga-bunga aneka ragam, suara satwa, huaaa....

Waktu turun aku dan Mas Hendro nongkrong sebentar di Puncak B-29 menikmati mi rebus. Ini memang tempat yang cocok untuk semangkok mi rebus instan. Walaupun setengah matang pun terasa nyaman lezat. Hehehe.

Dan, guys, perjalanan pulang pasti lebih cepat. Kalau pakai motor ndak usah nyalain mesin. Ngglinding saja sampai bawah. Dengan angin yang mengibar-ngibarkan rambut dan selendang, tanpa bising bunyi motor, serasa naik kuda. Eh.


Saturday, November 25, 2017

Tentang Yuli Nugrahani

Yuli Nugrahani, lahir di Kediri pada Juli 1974, mempunyai nama lengkap Ch. Dwi Yuli Nugrahani, putri kedua dari Pak Sam dan Bu Titik. Sekarang tinggal di Hajimena, Natar, Lampung Selatan, bersama suaminya Piet Hendro Wartoyo dan dua anak laki-lakinya, Albert Ardyatma dan Bernard Sandyatma.
PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA

Sekolah tingkat dasar dilaluinya di SD Grogol 3 Kediri, lanjut di SMP Don Bosco Kediri dan kemudian SMA Augustinus Kediri. Yuli merupakan alumni Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, pernah menjadi wartawan di Malang Post (1998 - 2000) dan pimred di Majalah Nuntius (2005 - 2014).  Selain itu juga pernah bekerja untuk Vincentian Center Ingonesia (VCI) sebagai koordinator perburuhan (1998 - 2000).
 
BUKU-BUKU

Mulai suka buku sejak masih kecil karena bapak dan ibunya guru, selalu menyediakan bacaan di rumah secara sengaja atau tidak sengaja. Buku-buku seperti Lima Sekawan, Tono Tini, dan bahkan novel-novel panjang sudah dibacanya dari kecil. Mulai suka menulis ketika bisa menulis. Tulisan pertamanya yang dikirim ke media adalah geguritan (puisi bahasa Jawa) yang pendek yang dimuat di Majalah Panyebar Semangat saat dia kelas dua SMP. Bu Purnami, guru bahasa Indoensianya saat itu menjadi pelecut semangatnya setelah bapak ibunya.

Seiring waktu, tulisannya tersebar di berbagai media seperti : Buletin Terlibat, Buletin Lembur, Majalah Hidup, Ucanews, Majalah Nuntius, Femina, koran Malang Post, Lampung Post, Fajar Sumatera, Teras Lampung, Suara Karya, Sinar Harapan, Jurnal Perburuhan, Bulettin ACPP Hongkong, Majalah Mantra, Buletin Insan, beberapa media online, blog pribadi dan sebagainya. 

Menjadi editor dan penyusun buku : Eritis Mihi Testes (Tanjungkarang, 2002), Suster-suster Klaris Kapusines Sekincau (Tanjungkarang, 2003), Samudera Peziarahan (Tanjungkarang, 2010), Goro-goro, Kucing Gering Bagong Leong (Tanjungkarang, 2013), Antologi Puisi Hujan Kampoeng Jerami (Sumenep, 2014), Antologi Puisi Titik Temu Komunitas Kampoeng Jerami (Sumenep, 2014) yang ditulis oleh Acep Zamzam Noor dkk., Kumpulan Puisi dan Cerpen Akar Rumput (Sumenep 2016), Gurindam Jiwa dalam 29 Pasal (Batam, 2017), 25 tahun Mekar Sai Menyongsong Era Emas (Lampung, 2017), Membangun Budaya Hidup Damai (Jakarta, 2018), antologi Pandemi Pasti Berlalu (Lampung, 2021), antologi puisi Lampung Selatan Segala Musim (Lampung, 2021), antologi puisi Sampai Ambang Batas (Yogyakarta 2022) dan sebagainya.

Setelah geguritan yang muncul di Panyebar Semangat pada tahun 1987-an, puisi-puisi dia tulis sebagai kesenangan. Puisi-puisi selain tersebar di beberapa media juga masuk dalam buku : Turonggo Yakso, Memperjuangkan sebuah Eksistensi (Trenggalek, 2014), Gemuruh Ingatan 8 Tahun Lumpur Lapindo (Sidoarjo, 2014), Hujan Kampoeng Jerami (Sumenep, 2014) Antologi Puisi Titik Temu (Sumenep, 2014) dan Negeri Para Penyair: Antologi Puisi Mutakhir Lampung (Dewan Kesenian Lampung, 2018). Buku puisi tunggal berjudul Pembatas Buku, diterbitkan oleh Indepth Publishing pada Mei 2014. Buku puisi kedua Sampai Aku Lupa, diterbitkan oleh Komunitas Kampoeng Jerami Sumenep pada Agustus 2017.

Cerpen-cerpen selain tersebar di berbagai media juga masuk dalam buku : Antologi Cerpen ‘Kawin Massal’ (Dewan Kesenian Lampung, 2011), Antologi Puisi dan Cerpen Sastrawan Lampung ‘Hilang Silsilah’ (Dewan Kesenian Lampung, 2013), dan Negeri yang Terapung : Antologi Cerpen Mutakhir Lampung (Dewan Kesenian Lampung, 2018). Buku kumpulan cerpen tunggal berkolaborasi dengan pelukis Dana E. Rahmat berjudul Daun-daun Hitam, diterbitkan oleh Indepth Publishing dan Caritas Tanjungkarang pada pertengahan 2014, berisi 12 cerpen dengan mengusung tema-tema sosial dan kebhinekaan. Kumpulan cerpen yang lain adalah Salah Satu Cabang Cemara (Komunitas Kampoeng Jerami, 2016).

Buku cerita rakyat berjudul Sultan Domas Pemimpin yang Sakti dan Baik hati diterbitkan oleh Kantor Bahasa Propinsi Lampung bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017 dan diedarkan ke sekolah dan komunitas-komunitas. Disadur dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Agatha Nila Sukma, termaktub dalam buku Folktales From Lampung diterbitkan oleh Pustaka Media Guru.
 
KEGIATAN DAN PEKERJAAN

        Sekarang ini bekerja untuk Keuskupan Tanjungkarang sebagai Ketua Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan Tanjungkarang (meliputi: Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan, anti human trafficking, pelayanan ke Lapas di Lampung, ekopastoral dan gender) (sejak tahun 2000 - sekarang). 
Tahun 2011 - 2018 menjadi salah satu badan pengurus Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau (KKPPMP) KWI, menjadi salah satu pembina Jaringan Perempuan Padmarini Lampung (2015 - ...), pembina untuk Forum Komunikasi Serikat Pekerja Lampung (FKSPL). Sejak tahun 2017 sampai saat ini menjadi pengurus Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) KWI.
Pernah menjadi koordinator Devisi Diklat Forum PUSPA Provinsi Lampung (2018-2019), dan menjadi Wakil Ketua II Forum Puspa Provinsi Lampung (2019 - 2021), saat ini menjadi Ketua Forum Komunikasi (Forkom) Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PUSPA) Provinsi Lampung (2021 - ...). 
Di KSP Kopdit Mekar Sai Lampung pernah menjadi anggota dewan pengawas Kopdit Mekar Sai (2019 - 2022). Saat ini menjadi Ketua Pengawas KSP Kopdit Mekar Sai (2022 - ...)
Juga menjadi sekretaris Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung (DKL) 2020 - ... dan aktif sebagai pengajar/fasilitator/narasumber/moderator dalam berbagai pelatihan menulis atau kegiatan bertema sosial. 
 
PERJALANAN
Beberapa negara yang pernah dikunjunginya adalah Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, Taiwan, Filipina, Srilanka, Italia, Vatican, Swiss dan Jerman. Masih bercita-cita mengunjungi negara-negara Fasifik, hmmm... pulau-pulau kecil di sekitar Timur situ.
 (Revisi Juli 2022)

Bertahan dengan Kewajiban-kewajiban

Setelah lunch di halaman Colloseum, Italy, April 2017.
Saat aku masih mahasiswa, aku pernah ikut ORAD atau olah raga arus deras beberapa kali, di Sungai Brantas yang melintasi Malang. Ini agak nekad mengingat aku ndak bisa berenang. Suatu waktu malah hampir celaka (eh sudah celaka) saat perahu karet yang kupakai berpasangan dengan seseorang (aku lupa namanya anggota Impala Brawijaya) menabrak batu, terjungkal dan aku tenggelam tertimpa perahu. Untung mereka menyelamatkanku walau aku tak bisa menyelamatkan bibirku. Bibir pecah, darah menyembur, hmmm... aku ngeri kalau mengingatnya. Terlebih spontan yang kuingat setelah terluka adalah janjiku ke ibu untuk pulang Kediri dan berdandan cantik sebagai penerima tamu dalam acara reunian sekolah ibu. Duh.

Dari pengalaman itu aku mengambil beberapa pembelajaran yang kemudian kupakai untuk hidup. Yaitu bahwa hidup itu adalah aliran. Aku mengikuti arus sungai. Kadang dangkal, kadang dalam, kadang berkelok dan sebagainya. Saat air tenang, aku harus menggunakan dayungku sekuat tenaga terlebih di daerah kedung yang dalam. Kalau tidak, aku akan santai saja diam di tempat berputar-putar, ndak maju-maju. Sebaliknya ketika menemui air yang deras dengan riak yang besar, aku tidak mungkin mungkin mendayung. Dayung kupakai untuk menjaga keseimbangan. Menghindari batu-batu. Kadang air begitu curamnya untuk dilalui, bahkan menjadi air terjun. Itulah saatnya aku minggir sebentar, naik memanggul perahu, berjalan hingga rintangan terlampaui lalu kembali ke air melanjutkan perjalanan.

Semacam itulah hidup. Kadang terasa tak punya daya menghadapinya. Seperti naik pesawat yang hanya bergantung pada nasib. Kalau memang pesawat jatuh, ya sudah. Benang halus nyawa kita akan terputus dan selesai. Isinya hanya pasrah. Tak lagi mampu berkehendak. Jika hal ini terjadi, apa yang akan aku lakukan? Aku bertahan dengan tetap melakukan kewajiban-kewajiban. Sebagai manusia hakiki dengan berbagai peran yang memang menuntut kewajiban-kewajiban. Menjalankan keseharian sebagai ibu, istri, karyawan, penulis, penganut agama, anak, anggota masyarakat, dan sebagainya. Mantra pun dirapal : Aku tak akan menyerah.

Puisi Sabtu 3 : TUKANG KEBUN KECIL karya Yessy Sinubulan

TUKANG KEBUN KECIL

                                                                                                      :untuk kekasih kebunku


1
Di rimbunan rumput, Tukang Kebun Kecil berbaring. Matanya menatap langit. Tempat Tuhan duduk mengawasi malaikat belajar menari bersama Bibi Angin. Kabar yang sampai di bumi, Tuhan akan berulang tahun. Langit akan berpesta. 
Tukang Kebun Kecil membiarkan Ibu Tanah mengelus punggungnya.
Sesekali Tukang Kebun Kecil tertawa melihat malaikat menari dengan susah payah. Seringkali mereka terjatuh, bangun lagi, terjatuh, bangun lagi. Bibi Angin kadang-kadang sangat galak. Beberapa malaikat menangis hingga turun hujan deras. Sehari semalam. 
Tukang Kebun Kecil tetap berbaring. Sesekali ia melambai, berusaha menghibur malaikat. Tapi toh, lambaiannya lebih sering berhenti di pucuk pinus. Tak sampai ke langit. Ke rumah Tuhan. 
Malaikat masih menangis. Tukang Kebun Kecil tak bergerak. Air merembes masuk lewat celah bibirnya. Bersama hujan hanyut beberapa bayi malaikat. Masuk ke tenggorokannya dan mulai bertumbuh seiring degup jantungnya. Perlahan ia menguat seperti pohon, lembut seperti cacing, keras kepala seperti batu dan rapuh seperti ranting kering. 

2
Tukang Kebun Kecil tenggelam di antara ribuan tanaman yang tumbuh tinggi dan lengan kuat menguasai langit.
Tukang Kebun Kecil ikut terbangun ketika Bapak Matahari mencium ubun-ubun bunga. Segera ia mengambil topi jerami, baju berkantong banyak tempat menyimpan sekop kecil, dan setoples cacing. 
Satu tanaman ia hadiahi seekor cacing pendoa.  Cacing itu suka menyanyikan kidung sepanjang hari, sepanjang malam.
Siang hari, kalau Bibi Angin sedang beristirahat, nafas lembutnya sering membuat Tukang Kebun Kecil yang kelelahan tertidur. Dalam mimpinya ia berharap bisa member makan semua orang dari kebun kecilnya. Dari sepotong singkong. Beberapa lembar daun selada yang tak habis dimakan ulat. Setandan pisang. Juga pepaya yang separuhnya sudah dimakan kalong. 
Ia bermimpi semua orang tidur dengan perut kenyang. Namun terkadang ia lupa kalau ia hanya Tukang Kebun Kecil. Baju kebunnya masih kebesaran. Kakinya masih belajar berdiri. Telapak tangannya terlalu mungil. Bahkan hanya untuk menampung remahan pesta ulang tahun Tuhan.
Sore hari kalau si cantik Senja datang menyinari kebun, Tukang Kebun Kecil baru sadar kalau kebunnya dipagari orang dewasa. Mereka tak akan membiarkannya pergi. Mereka juga tak akan percaya cerita tentang malaikat yang belajar menari bersama Bibi Angin. Kabar kalau Tuhan akan merayakan ulang tahun pun tak sampai ke telinga mereka. Sayang sekali. 

---------------


Yessy Sinubulan adalah penulis dan pendongeng, tinggal di Bandung. Bermimpi menyembuhkan semua anak-anak di dunia lewat cerita. Buku dongeng terbarunya adalah Seri Petualangan Pula dan Pili bekerjasama dengan Departemen Ilmu Gizi Universitas Indonesia.
Pernah menjadi juara pertama lomba cerpen mini Dewan Kesenian Lampung. Karyanya tersebar di beberapa media dan juga buku.

Friday, November 24, 2017

Jaringan Perempuan Padmarini : Perempuan-perempuan yang Indah dan Tajam

Kalau pernah mengikuti blogku ini secara rutin, pasti sudah sedikit tahu tentang Jaringan Perempuan Padmarini (JPP). Ini adalah perkumpulan terbatas dari beberapa orang perempuan yang... ehem... indah dan tajam. Hehehe... Mengapa begitu? Itu bisa dilihat dari arti kata yang membentuknya. Padma bisa diartikan sebagai bunga, atau spesifik bunga teratai. Bisa juga diartikan sebagai pusat energi atau intelektualitas yang tinggi, Rini bisa berarti tajam, kecil dan ulet, juga bisa diartikan sebagai perempuan. Karena itulah sering dipakai sebagai nama perempuan.

Ketika dua kata itu digabungkan, yang muncul di dalamnya adalah dua unsur itu, indah dan tajam. Dalam hal fisik, juga hati dan pemikiran. Nah, sementara begitulah mengartikan nama ini. Minimal dari versiku. Maka dalam suatu kegiatan, Padmarini pernah membuat motto : Indah Mengubah, Tajam Membedah.

Memang itulah yang ingin dituju oleh Padmarini seperti yang muncul dalam visinya : Visi JPP adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang berkeadilan, antar generasi maupun unsur-unsur alam. Maka dua hal yang menjadi fokus gerakan adalah gender dan lingkungan hidup.

Bagaimana visi itu diraih selangkah demi selangkah? Padmarini membuat kegiatan-kegiatan dengan cara yang 'indah', damai tanpa kekerasan dan memakai 'ketajaman' pikir dan hati untuk membedah masalah-masalah sosial khususnya yang terkait dengan gender dan lingkungan hidup.

Jangan bayangkan ini organisasi yang kaku resmi dalam sehari-harinya. Indah dan tajam itulah yang memberi warna. Nanti aku akan mengenalkan satu per satu personnya, tapi sekarang yang harus disebut adalah ketuanya : Rinda Gusvita. Perempuan muda, dosen, penulis, bloger, hobi makan, hmmm... baperan orangnya. Hihihi. Yang lain-lain ada aktifis LSM, seniman, penulis, jurnalis, dan sebagainya.

Aku dong juga menjadi bagian JPP. Tapi karena aku disebut tua (huh) oleh mereka-mereka itu maka aku berada di situ sebagai pembina saja. (Padahal di mana coba letak tuaku selain angka di KTP memang menunjuk tahun sekian-sekian yang lebih awal dari mereka semua? Huh.)

Nah, ini macam tulisan awal saja sebelum nanti-nanti aku menulis kegiatan-kegiatan JPP seperti diskusi, sosialisasi gender dan peduli lingkungan, riset, nonton bareng, makan bareng (heheh) dan sebagainya. Jika ingin tahu lebih lanjut tentang JPP silakan tanya di kolom komentar postingan ini. Memang tidak akan langsung masuk karena pasti melalui moderator dulu, tapi jangan kuatir. Pasti nanti akan dibaca, dipublish dan dikomentari balik.

BIC_L : Komunitas Bikers Lampung Anti Narkoba

"Jangan anggap kami ini sama dengan genk motor yang ugal-ugalan dan bikin rusuh. Kami ini cinta damai dan menyatukan impian-impian lewat kebersamaan komunitas motor," Demikian dikatakan Albert dalam obrolan sore, 23 Nopember 2017. 

Hmmm, okey. Jadi apa nama komunitas kalian? "Namanya BIC_L. Singkatan dari Bikers Community Lampung. Sekarang yang menjadi ketua adalah Theofanus Martino. Kalau mau menghubungi kami ini salah satu nomornya CP 0895704884579." Jelas Albert.

Dikatakan lebih lanjut kalau anggota BIC_L sekarang ini yang aktif kurang lebih 8 orang. Mereka berkumpul dengan menjunjung tinggi solidaritas antar anggota, niatnya mencari teman, saling sharing antara sesama bikers, menyatukan hobi dalam bidang otomotif dan touring.

"Syarat masuk tidak ada tapi ada aturan, misal tidak boleh memakai narkoba. Kami anti narkoba. Lalu harus mau menerapkan safety dalam berkendara seperti menggunakan helm, sepatu, dan sebagainya. Motor yang digunakan juga wajib dilengkapi dengan spion, dan perlengkapan yang menunjang safety." Tandas Albert.

Sebagai salah satu anggota, Albert menikmati kegiatan-kegiatan komunitas ini seperti secara rutin kopdar seminggu sekali yang diisi dengan sharing, mendatangi dan didatangi komuntas lain. Di bagian akhir dari kopdar biasanya rolling, berkeliling, di jalanan seputaran Bandarlampung.

Selain itu ada kegiatan-kegiatan tidak rutin seperti bakti sosial mengunjungi panti asuhan, sahur on road dengan mengumpulkan uang dan bahan makanan untuk dibagikan ke orang-orang yang membutuhkan saat sahur, dan sebagainya. Juga sesekali mereka mengadakan touring ke berbagai daerah di Lampung maupun luar Lampung. 

Albert mengatakan banyak hal yang menarik yang bisa didapat bersama BIC_L seperti bisa saling berbagi pendapat, mendapat cerita dari orang yang berpengalaman, dan belajar tentang berbagai macam hal. "Kita dapat menolong orang yang membutuhkan, juga sebaliknya kita akan ditolong kala membutuhkan. Lewat kelompok ini saya bisa bertemu banyak teman. Dengan kebersamaan bisa mengajak untuk mengadakan kegiatan bersama."

Menurutnya, pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kelompok adalah jika ada perdebatan, lalu tidak ada yang mau mengalah sehingga memecah pertemanan.

Dengan sungguh-sungguh Albert melontarkan harapannya supaya masyarakat jangan nganggap bikers seperti dia dan teman-temannya itu sama dengan genk motor. "Genk motor mungkin ugal ugalan dan bikin rusuh atau onar. Kalau komunitas ini malah menyatukan berbagai komunitas." 

Cita cita bersama di masa mendatang, BIC_L ingin mengadakan anniversary dengan kegiatan yang besar, mungkin saat 5 tahun. Pada Februari 2018, komunitas ini akan masuk dalam 3 tahun. Impian terbesar sekarang ini bagi Albert adalah touring ke seluruh kota di Indonesia untuk menikmati keindahan alam dan masyarakat Indonesia.

Okey deh, Bert. Semangat ya. Biarlah BIC_L menjadi sarana untuk belajar menjadi manusia yang sungguh-sungguh manusia, dan anti narkoba.