Thursday, October 31, 2019

Patah Hati Karena Jokowi

Beberapa hari ini aku sungguh patah hati. Parah. Huh. Bayangkanlah kalau dirimu sendiri yang mengalami patah hati. Rasa dada 'keronto-ronto' nelangsa, hingga sesak nafas. Mau nangis malu dengan kemarau yang kerontang ini jadi sebisa mungkin ditahan ditelan sendiri. Sekali gerimis sedikit segera cari kesempatan untuk membaurinya supaya bisa mengeluarkan air mata tanpa malu. Huh.

Tapi yang dominan memang bukannya pengin nangis sih. Patah hati kali ini karena sungguh merasa dikianati, kecewa, marah. Iya, sedih juga tapi tidak cukup untuk membuat ingin nangis. Kecewa dan marah sampai tak tahu mesti ngomong apa. Kukira waktu itu aku akan cepet move on tapi rupanya sampai hari ini rasanya kok masih kecewa bangettt...

Ini curhatku, ok? Setelah ini aku akan berjuang untuk move on sehingga tak ada sakit hati yang tersisa. Selamat berjuang, pak! (Eh, selamat berjuang, Yul!)

1. Prabowo. Kok orang ini yang jadi menteri? Ini bagaimana toh? Apa coba keunggulan dari orang ini? Sebutkan! Aku tak melihat kompetensi apa pun yang bisa dipertimbangkan darinya sebagai menteri pertahanan. Kenapa? Kenapa? Apakah diangkatnya dia sebagai menteri akan memberi andil bagi persatuan kesatuan dan perdamaian negeri ini? Mungkinnn. Tapi bagiku tetep tak masuk akal. Apalagi saat Jokowi memperkenalkannya sebagai bagian dari kabinet, hoiii, kok bahasa presiden kayak gitu tuh piyee toooo.... Huh aku jengkel banget. (Sendakep neng pojokan sik.)

2. Orang-orang yang mampu bekerja keras dalam 5 tahun terakhir malah disingkirkan dari posisi yang bisa memberi pengaruh pada kemajuan Indonesia. Bu Susi.Pak Jonan. Huh. Lha mereka jelas bisa membuat perubahan signifikan lewat kementerian, dan PR untuk kementerian2 itu masih sangat-sangat banyak. Kok distop, diganti orang baru yang entah. Huh. (Ndodok karo nyaprut)

3. Terus, mau apa sekarang? Ya aku sih tetep melanjutkan hidupku dengan pekerjaan ini itu yang seperti biasa-biasanya juga. Tapi, tolong ya, sikap dan pilihan Jokowi ini akan punya konsekwensi di masa depan. Karena alasan pemilihan kabinet baunya sangat politis pasti nanti akibatnya juga muncul secara politis. Dunia pertipuan yang semakin kuat. Pak Jokowi, selesaikan PRmu: korupsi, kerusakan lingkungan, kekerasan. (Kusebut 3 hal ini sebagai yang utama.) Aku kerjakan bagianku sebagai masyarakat warga, kau selesaikan bagianmu sebagai presiden yang sudah terima amanah rakyat. Jangan sebagai kuli partai atau pemain dunian politik pertipuan.(Malangkerik ro mendelik.)

Wisss... gitu curhatku kali ini. Saiki wayahe ngopi. Mumpung ada stop kopi arabika bisa kutambah dikit porsiku. Srutttt.....

Tuesday, October 29, 2019

Lingkar Diskusi Gender KKPPMP Keuskupan Tanjungkarang: Menerima dan Menanggapi Korban Kekerasan

 Diskusi yang berikutnya untuk belajar gender mengambil tema Memberikan Kasih dalam Menerima dan Menanggapi Korban Kekerasan, diselenggarakan di Wisma Albertus Pahoman bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2019. Hadir dalam diskusi ini 30 orang dari berbagai kelompok termasuk para muda dari PMII UIN Raden Intan Lampung.

Pemantik diskusi kali ini adalah Meda Fatmayanti, SH dari Lembaga Advokasi Damar dan Yurni, M.Psi dari RSUD Abdul Muluk. Meda mengingatkan bahwa kekerasan di Lampung masih banyak terjadi di Lampung. Saat ini tercatat Bandarlampung yang angkanya paling tinggi, itu karena akses informasi yang mudah dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain.

"Korban kekerasan yang datang pada kita harus didengarkan, diterima dengan hati yang terbuka. Dan mesti diberi kepercayaan bahwa cerita mereka aman." Ujar Meda.

Yurni mengingatkan ada beberapa prinsip umum yang harus dipegang dalam pelayanan antara lain: responsif gender, non diskriminasi, hubungan yang setara dan menghormati, menjaga privasi dan kerahasiaan, memberi rasa aman dan nyaman, menghargai perbedaan individu, tidak menghakimi, menghormati pilihan dan keputusan korban, peka terhadap latar belakang, kondisi dan bahasa korban, sederhana, dan empati.

Kedua narasumber menekankan perlunya bekerja dalam jejaring supaya bisa membantu korban dengan tepat.

Para peserta yang hadir menanggapi tema ini dengan antusias, ingin mempertajam dan mendetailkan sampai hal-hal yang teknis dan praktis sesuai pengalaman masing-masing.

Pada bagian akhir aku sebagai penanggung jawab KKPPMP Keuskupan Tanjungkarang mengingatkan peserta bahwa kegiatan diskusi sebagai wadah belajar dan jejaring ini akan berlanjut untuk mendalami isu-isu gender. Aku mengajak siapapun untuk terlibat dan memberikan kontribusi sesuai dengan yang dimiliki, entah menjadi tuan rumah, moderator, notulis atau hal-hal lain yang dibutuhkan dalam diskusi.

Aku menggunakan kesempatan di akhir acara ini untuk membagikan buku Daun-daun Hitam. Iyalahhh... buku yang pernah hits ini (huhuhu) harus terus diangkat donggg... kumpulan cerpen yang keren nihhh... (hehehe).

Thursday, October 24, 2019

Perjalanan Belitung Asam Pahit Manis (4): Penerbangan Pulang yang Menjengkelkan

Dari Lampung, aku pergi bertiga dengan Sr. Valent dan Sr. Adel. Perjalanan ini sudah kami siapkan sejak beberapa minggu yang lalu dan memilih jadwal penerbangan yang tepat sesuai dengan jadwal acara kami di Tanjungpandan. Berangkatnya memilih Lion karena memang itulah yang bisa membawa kami dari Lampung ke Tanjungpandan paling pagi, dengan waktu transit di Soetta yang tak terlalu lama. Pulangnya kami memakai NAM siang hari dengan pertimbangan masih bisa mengikuti penutupan pada pagi, 11 Oktober 2019.


Nah, nah, penerbangan berangkatnya sangat okey, tepat waktu, cuaca yang bagus sehingga semua mulus sampai dijemput oleh panitia di Bandara HAS Hanandjoeddin Tanjungpandan. Yang mengecewakan itu saat pulangnya.

Sore hari pertama kami di Tanjungpandan, SMS masuk memberitahukan kalau penerbangan kami ke Lampung tiga kemudian diundur menjadi sore hari pukul 17.40. Hmmm.... okey. Tak terlalu masalah. Berarti masih ada waktu juga setelah penutupan acara untuk jalan-jalan.

Masalah muncul ketika sehari sebelum jadwal itu, Aling Tour yang membantu kami mencoba kontak NAM/Sriwijaya. Mereka mengatakan kalau kami mengikuti penerbangan sore itu dari Tanjungpandan, kami hanya akan sampai Jakarta. Sedangkan ke Lampungnya tak ada penerbangan connectingnya. Lha, lha, terus piye?

"Harus direfund lalu beli tiket baru." Itu penjelasannya.

Lha bagaimana? Kan kami beli tiket itu connect ke Lampung. Pilihannya hanya refund atau ikut penerbangan keesokan harinya. Jadi kami harus nginep di Jakarta. Lhaaaa.... itu ndak mungkin. Tanggal 12 Okt aku sudah ada janji kerja di Lampung. Maka gupeklah kami dibantu Aling.

Tawarannya cuma satu: "Memakai penerbangan pagi. Berangkat dari Hotel jam 06.00. Tidak bisa ikut penutupan acara." Itulah yang kami pilih dengan tidak rela. Tapi ya gimana lagi...

Di hari H kepulangan, sesuatu yang tak menyenangkan terjadi di Bandara. Antrian panjang, yang ternyata karena semua pelayanan maskapai Sriwijaya dan NAM harus dilakukan secara manual. Semua dokumen penerbangan ditulis tangan, dan itu butuh waktu laammmmaaaaa....

Boarding pass. Tulisan tangan di sesobek kertas.

Bukti bagasi. 
Gitu pun untungnya huh sialnya penerbangan masih delay. Bahkan peserta lain yang ikut penutupan yang datang belakangan malah terbang duluan menuju Padang. Kami masih nunggu di situ dengan sabarrrr...

Setiba di Jakarta, urusan manual itu masih berlangsung. Alasan mereka: "Sistem error." Dan itu membuat error semua hal. Boarding pass pun ditulis tangan. Aku sempetin memastikan bagasi kami karena firasatku udah ndak enak soal bagasi ini sejak di Tanjungpandan. Mereka mencoba kontak kru yang urusan bagasi di Soetta, aku menunggu sabar di depan loket cek in. Lamaaaa kemudian mereka bilang tak bisa mengontak kru yang bersangkutan jadi mereka mencatat nomor bagasi kami dan memastikan bagasi kami akan sampai Lampung.

Kekacauan terjadi di dalam pesawat (setelah delay lebih dari 2 jam). Banyak penumpang punya nomor ganda sehingga celetukan2 muncul. "Berdiri juga boleh." atau "Pangkuan aja apa ya." Huuuu... Akhirnya terbang dengan aman.

Di Bandara Branti aku lega ketika ranselku sampai dengan selamat, juga dua dus milik suster dan satu koper lagi. Yang kurang satu koper milik sr. Valent. Sampai semua sepi tuh koper ndak nongol juga. Jadilah kami ke tempat komplain bagasi, yang sudah ribut dengan satu ibu yang kehilangan bagasi juga. Oalahhhh...

Hasil penelusuran mereka, koper tertinggal di Jakarta, sedang bagasi si ibu itu nyasar ke Pangkalpinang. Oalahhhh aseemmm, pahiiitttt.....

Perjalanan Belitung Asam Pahit Manis (3): Destinasi Selain Pantai

Selain pantai, ada beberapa tempat yang sempat kuampiri bersama rombongan. Yang sangat membantu adalah Aling Tour. Merekalah yang antar jemput kami semua dari bandara, hotel hingga seluruh kebutuhan acara dan juga perjalanan bonus ke berbagai tempat di Belitung.

1. Kampung Ahok eh Fifi

Ini adalah rumah kediaman Ahok dan keluarganya suatu masa dulu, lalu dikelola menjadi tujuan wisata. Di depan dan di samping rumah induk ada galery yang menjual macam-macam benda khas Belitung yang bisa untuk oleh-oleh. Ya, bagiku sendiri sih tempat ini biasa saja, tapi banyak juga yang datang ke sana. Rombongan-rombongan seperti diarahkan untuk mengunjunginya. Padahal ya seperti itu, biasa saja.

Di galeri samping rumah aku membeli satu benda bertulis Pulau Lengkuas. "Sebagai tanda bahwa itulah tempat yang belum kukunjungi dalam kesempatan ini. Suatu ketika harus kudatangi lagi." Gitu penjelasanku. Cukup mahal sih benda sekecil itu. Bentuknya pembuka botol dengan gambar dan tulisan Pulau Lengkuas, harganya 40 ribu rupiah. Huhuhu...

Di galeri yang depan, bertulis Kampung Fifi (dulu katanya tulisannya Kampung Ahok) sebenarnya tertarik pada sebuah gelang. "Itu gelang Bu Fifi, tidak dipakai maka dijual di sini." Hmmm, tapi mahal. 200 ribu, jadi aku tak minat untuk membelinya.

2. Lokasi Syuting Laskar Pelangi

Kompleks lokasi syuting Laskar Pelangi, berupa replika sekolah dan mushola. Di sekolah itu kami menyanyikan lagu Laskar Pelangi.
"Mimpi adalah kunci, untuk kita... dst."

Aku sih berasa biasa-biasa saja mengunjungi tempat-tempat itu. Untung saja ada rombongan 4 anak yang sedang bermain di sekitar situ. Aku mendatanginya, yang rupanya diikuti oleh Rm. Pascal yang kemudian memotret kami. Ujungnya sih dia juga minta difotoin. Huhuhu... Akhirnya juga banyak yang ngikuti kami berfoto dengan anak-anak itu. Untungnya lagi di situ ada penjual oleh-oleh dan makanan-makanan. Ada mangga iris yang mengobati segala sakit dan ketidakminatanku pada banyak hal.

3. Rumah Keong

Letaknya di depan tempat syuting Laskar Pelangi. Bangunan dari rotan dekat dermaga berbentuk seperti keong-keong. Ini tempat yang bagus untuk foto-foto. Walau kami datang pas panas tengah hari, malah pas.Cahaya yang tepat bagus untuk foto. Pas. Yang lebih asyik ketika di dermaganya, jadi fotoku banyak yang di situ itu. Tuhhh salah satunya.

4. Tugu Batu Satam

Ini tempatnya di tengah kota.

5.  Tugu Arwana

Tempatnya di Gantung, Belitung Timur.

Tuesday, October 15, 2019

Perjalanan Belitung Asam Manis Pahit (2): Pantai donggg....

Yang menyenangkan, kesempatan ke Belitung ini masih bisa merencanakan pergi ke pantai. Iyalah ya. Belitung itu dikenal memiliki pantai-pantai indah, rugi banget kalau tidak bisa pergi ke pantai. Namun ya tetap menyedihkan karena kesempatan dimana hari bisa pergi ke pantai itu bertepatan dengan hari ritual selamat laut dimana tak boleh ada pelayaran yang melintas air laut. Padahal rencana awal mestinya pergi ke Pulau Lengkuas, tempat wisata rekomended di Belitung.

Nah, udah kecewa tohhh. Ini pahit asemnya perjalanan ini. Udah di Belitung tapi tak mampu pergi ke tempat-tempat paling bagus di sana. Mau ngoceh pun ndak ngefek wong aku juga tak mungkin nambah hari untuk perjalanan ini demi hal-hal indah macam gitu. Jadi ya sudah pasrah, mengais-ngais kesempatan yang ada saja. Toh ada manisnya juga, kami bisa pergi ke Pantai Tanjung Tinggi. Minimalnya tetap bisa meraup keindahan pantai Belitung sangat luar biasa.






Perjalanan ke sana dilakukan pada hari Kamis, 10 Oktober 2019 seusai makan siang. Di tengah jalan sempat hopeless gara-gara mendung pekat yang kemudian menjadi hujan yang lama kelamaan semakin deras. Apa asyiknya jal ke pantai saat hujan gelap gulita begitu? Huuuu....

Asyiknya, begitu sampai pantai, hujan sudah surut, dan pelan-pelan langit terang benderang sehingga bisa foto-fotoan dengan asyik. Dan itulah yang dilakukan kami serombongan selama beberapa saat. Sampai puas. Dengan latar batu, air, langit dan seterusnya. Usai itu, ya harus nyebur dong. Masak sudah sejauh ini tidak nyebur laut.

Itulah yang paling asyik. Langsung lepas sarung dan masuk air. Walau aku ndak bisa berenang, tapi aku selalu suka berada di air laut apalagi di pantai yang begitu indah, bersih, dengan ombak yang begitu tenang dan pasir-pasirnya yang lembut. Aku selalu membandingkan hal-hal indah seperti ini sebagai meditasi.

Caraku menikmati pantai adalah dengan berendam di air, dengan posisi seperti berenang. Tangan harus bisa memegang sesuatu, entah batu atau pasir. Badan mengambang dengan hidung di atas permukaan air. Kalau memakai alat snorkling pasti bisa lebih nikmat karena aku bisa memasukkan kepala ke dalam air. Tapi karena tidak ada kacamata dan alat pernafasan ya posisi seperti itu tapi tetep berusaha hidung di atas permukaan air. Ini posisi yang nikmatttt... banget. Dalam tenang seperti itu aku bisa merasai ombak, udara, panasnya matahari juga suara-suara alam yang bercampur suara manusia sesekali. Dalam seluruh keindahan seperti aku tahan berada di situ sampai berjam-jam.

Tuhannnn, terimakasih.

Monday, October 14, 2019

Perjalanan Belitung Asam Manis Pahit (1): Wisata Kuliner Halal Non Halal

Kesempatan perjalanan kali ini membuatku entahlah mau komentar.  Dari berangkat hari Selasa 8 Oktober 2019 sampai balik Lampung Jumat 11 Oktober 2019, buanyak peristiwa terjadi. Ada yang menyenangkan, mengecewakan, bikin marah, bikin sedih.

Rasanya benar-benar campur aduk ndak keruwan. Hal yang paling penting sudah kuposting sebelum ini, yaitu hasil dari pertemuan KKPPMP Regio Sumatera. Klik sini untuk membacanya. Tentang prosesnya ndak usahlah yaaa... ya seperti pertemuan-pertemuan biasa itu. Satu sesi aku ikut presentasi juga, tapi ya seperti itulah. Hehehe...

Nah, kutulis berikut ini hal-hal yang menjadi tujuan utamaku pergi ke Belitung saja ya. Hihihi, tentu saja ini ngikuti hasratku, yaitu, pantai, makan, tempat wisata Belitung Timur dan ssttt... satu hal lagi .... penerbangan kacau balau saat balik Lampung. Rasa nano-nano itu kutulis secara tidak urut kronologis yak. Kumulai dari yang pertama ini, tentang makanan-makanan yang sempat kunikmati di sana.

1. Makanan Hotel yang Sedap

Hotel Golden Tulip Tanjungpandan, tempat kami menginap sangat siippp soal makanan. Makan pagi beraneka jenis, dan senengnya selalu ada bubur. Itu menu yang paling kusuka untuk sarapan selain buah-buahan segar.

Sebagian yang kufoto, ini nih:
Menu makan siang yang pertama. Aku pilih keringan, mi goreng, kusiram acar, ikan bakar, telur kecap, sambel dan krupuk.
Mak nyusss.

Ini pastel isi sayuran yang gurih sedikit manis.


2. Mi Gantung (baca: Mi Gantong, kayak Belitung yang dibaca Belitong) dengan minum Es Jeruk Hamoi.

Ini menu yang pas di lidah dan halal. Bisa dinikmati siapa saja. Mi Gantung ini mi kuning rebus, disiram kuah kaldu udang yang kental denagn toping udang, irisan tahu, kentang rebus, taoge, bakso ikan dan emping. Rasanya mantap gurih. Suka banget memakannya dengan sambel cabe. Kebetulan sekali yang nraktir makan di sini Ci Aling, si pemilik warungnya sendiri, yaitu warung Mie Gantung Laskar Pelangi, Gantung, Belitung Timur. Hihihi... tak perlu bayar sekali ini. Minuman yang paling cocok es jeruk hamoi, yaitu perasan jeruk kunci ditambah buah hamoi kering, tambah gula dan es. Cuccoookkkk....

Mi Gantung

3. Song sui dengan minum jeruk anget.

Song sui
Ini makanan non halal. Rasanya... hmmm kurang masuk di lidahku. Isinya kuah merah yang disajikan panas dengan isi daging dan jerohan babi, juga ada kulit babi goreng, irisan tahu putih dan sawi. Aku tak bisa nelan, terus terang. Aromanya terlalu amis. Yang bisa membuatku memakannya, aku tambah dengan irisan cabe rawit sehingga pedes panas. Walau hanya bisa kumakan sebagian saja tapi si cabe inilah penolongnya.

Usai itu untuk menyamarkan amisnya, usai makan aku gelontor dengan jeruk anget. Huuuu...Lidah jawaku belum bisa menerima. Aku lihat pengunjung lain kok bisa lahap sekali makannya yaaa.... huuuu...

4. Makanan dari laut

Nah, ini andalan yang harus dikejar kalau pergi ke Belitung. Makanan dari laut seperti rajungan, ikan, udang, cumi dan sebagainya patut dicoba sebagai bagian dari wisata kuliner maupun untuk oleh-oleh. Yang bisa dibawa sebagai oleh-oleh adalah segala jenis krupuk, getas, abon, terasi dan sebagainya yang berbahan dasar ikan atau udang atau cumi.

GEREJA SEBAGAI RUMAH BAGI MEREKA YANG TERASING




Catatan Pertemuan KKPPMP Keuskupan dan JPIC Kongregasi Regio Sumatera
Belitung,11 Oktober 2019

            Keprihatinan dan seruan Paus Fransiskus yang terangkum dalam Buku Arah Pastoral Perdagangan Manusia menjadi inspirasi bagi para penggiat Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan dan Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Kongregasi Regio Sumatera dalam pertemuan di Belitung, 8 – 11 Oktober 2019. Pertemuan ini mencuatkan kesadaran bahwa Gereja harus mengembalikan martabat manusia yang hilang atau rusak akibat perdagangan manusia.
Paus Fransiskus menandaskan bahwa “perdagangan manusia adalah luka yang menganga di tubuh masyarakat masa kini, menjadi bencana bagi tubuh Kristus”. Tokoh orang Samaria dari Lukas 10: 25 – 37 mengingatkan Gereja untuk menghadirkan wajah Kristus pada korban, terlibat bersamaNya menghentikan setiap tahap perdagangan manusia.
Pertemuan KKPPMP Keuskupan dan JPIC Kongregasi se Regio Sumatera berkomitmen bekerja bersama dalam jaringan dengan rekomendasi sebagai berikut :   
1.      Keputusan orang termasuk umat Katolik untuk mencari pekerjaan merupakan motif dominan di balik alasan orang untuk berpindah atau melakukan migrasi. Untuk itu Gereja Katolik perlu memberikan perhatian bagi umat yang rentan terhadap kemungkinan eksploitasi. Pemetaan kelompok rentan harus dan penting dilakukan.
2.      Pendampingan khusus kepada para remaja harus dilakukan sebagai upaya pencegahan melalui kampanye anti perdagangan orang melalui berbagai institusi pendidikan secara berjenjang.
3.      Perhatian khusus perlu diberikan kepada keluarga-keluarga Katolik yang melakukan migrasi ke berbagai daerah di Indonesia maupun luar Indonesia untuk mencegah dampak lanjut terhadap keluarga rentan yang melakukan migrasi. Perhatian yang sama juga harus diperhatikan pada keluarga yang ditinggalkan oleh anggota keluarga yang bermigrasi.
4.      Mengingat sulitnya menangani kasus perdagangan orang di fase hilir, khususnya di daerah tujuan maupun transit, maka upaya untuk pencegahan perlu dilakukan sejak dini di berbagai daerah atau keuskupan asal. Untuk itu peran para pastor paroki sangat diharapkan untuk turut mendidik dan memberikan wawasan kepada umatnya yang rentan.
5.      Pastor paroki juga diharapkan untuk melakukan pendataan umat secara berkala melalui sistem administrasi gereja yang sudah ada, sehingga fenomena migrasi bisa dibaca secara jelas pada level paroki. Dokumen administrasi Gereja merupakan instrument pendukung di peradilan, khususnya untuk melengkapi kelemahan sistem administrasi kependudukan pemerintah.
6.      Fenomena migrasi para pencari kerja yang rentan untuk dieksploitasi membutuhkan kajian-kajian serius. Untuk itu masing-masing keuskupan di Indonesia harus memberikan perhatian terhadap fenomena ini, menyiapkan tenaga pastoral dalam bidang migrasi yang kompeten dan mempelajari kajian migrasi secara serius, agar fenomena ini bisa dibaca dan disosialisasikan dengan baik, sesuai konteks lokal secara utuh dan diantisipasi dampak negatifnya.
7.      Mengingat tingginya angka pencari kerja, dan kebutuhan pasar kerja yang berubah dengan cepat maka Gereja Katolik diharapkan terlibat merevitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) baik yang sudah ada, maupun BLK yang baru akan terbentuk agar sesuai dan mampu menjawab kebutuhan ekonomi mereka. BLK dapat dibentuk di daerah transit maupun di daerah asal.
Hari-hari mendatang dunia akan mengalami kemungkinan resesi global. Krisis di berbagai tempat memicu orang untuk melakukan migrasi karena berbagai sebab. Gereja Katolik perlu mempersiapkan diri untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, dengan tetap membawa kabar gembira bagi mereka yang kehilangan harapan dan tersesat ketika melakukan migrasi. Solidaritas perlu dibangun bersama-sama, dan Gereja  menjadi rumah bagi semua yang terasing.


Belitung, 11 Oktober 2019

RD. Chrisanctus Paschalis Saturnus
Koordinator KKPPMP Regio Sumatera

NB.
Catatan pertemuan ini merupakan hasil dari pertemuan KKPPMP Regio Sumatera yang dihadiri oleh utusan dari keuskupan-keuskupan dan kongregasi yang ada di Sumatera. Kegiatan difasilitatori oleh RD. Chrisanctus Paschalis Saturnus, Koordinator KKPPMP Regio Sumatera dengan narasumber RP. Eka Aldilanta OCarm (Jakarta), Ch. Dwi Yuli Nugrahani (Lampung) dan Dominggus Elcid Li (Kupang).

EKM Sibakjamano: Aku dan Kamu Setara di Mata Allah

Kesempatan yang begini nih selalu menyenangkan hatiku, yaitu bertemu dengan orang muda. Kali ini orang muda Katolik yang berada dalam wilayah Sibakjamano (Sdidomulyo, Bakauheni, Jatibaru, Margoagung dan Sribawono). Mereka berkumpul di Rawa Selapan, Lampung Selatan pada Sabtu - Minggu, 28 - 29 September 2019.

Kehadiranku pertama-tama karena ajakan dari Komisi Kepemudaan, RD. Gregorius Suripto dengan alasan tema yang diangkat dalam kegiatan ini yaitu: Aku dan Kamu Setara di Mata Allah. Ditambah dengan beberapa keterangan dari panitia penyelenggara beberapa minggu sebelumnya, aku pun memastikan hadir dengan mengajak Mas Hen. Tak perlu rayuan, karena dia pasti senang hati untuk ikut pergi.

Hadir sekitar 200an peserta dari berbagai daerah. Dan tentu saja seperti biasa mereka sangatlah beragam, pun dengan kehebohan yang tak bisa distop dari awal hingga akhir.

Dalam sesi aku menyampaian beberapa konsep sadar adil gender yang paling dasar untuk menandaskan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki martabat yang sama sebagai ciptaan Tuhan. Peran-peran pun bisa dijalankan secara adil oleh kedua pihak sebagai mitra sejajar dalam berbagai ranah kehidupan.

Aku dan Mas Hen menyediakan diri untuk sharing dari pengalaman kami berdua membangun komunikasi mulai dari pacaran hingga berada dalam rumah tangga. Beberapa data kutampilkan untuk menguatkan hal itu. Tentu saja dengan memberi catatan penting misalnya tentang kekerasan dalam berpacaran.