Wednesday, January 30, 2013

Lapar

Lagi pula itu memang rumah tua. Beberapa kusen jendela dan pintunya berbunyi,"Bong, bong, bong,..." jika kita mengetukkan siku jari di bagian-bagian tertentu. Menandakan bahwa kayu-kayu yang tampak mengkilat karena lapisan cat dan pernis itu sudah berongga. Tanda lain adalah pada tumpukan kotoran nener di beberapa sudut persis di bawah-bawah kayu.
Benar apa katamu, bahwa tidak berarti rumah itu harus dijual dengan murah. Seorang ahli Feng Shui mengatakan rumah dengan angin-angin besar di bagian timur dengan pintu saling silang dan dapur sebagai bagian terbesar dari masing-masing ruangan yang ada di dalam rumah mempunyai keberuntungan yang tinggi untuk menarik dan mempertahankan rejeki.
Bagiku, teori itu sama sekali menggelikan. Kalau memang demikian tentu aku sudah menjadi kaya raya karena sejak aku belum lahir, rohku sudah menempati rumah ini, karena ibuku sudah menempati rumah ini, juga nenekku, buyutku, dan para leluhurnya, karena aku belum pernah tinggal di manapun kecuali di rumah ini. Banyak benda di rumah ini menandakan bahwa penghuninya pernah kaya. Namun kaya dan pernah kaya tentu saja hal yang berbeda.
Aku sendiri tidak pernah kaya. Terbukti aku tadi menangis di hadapanmu hanya karena aku lapar. Aku telah merendahkan diri dengan ratapanku seperti pengemis. Rasa lapar yang menghimpit perutku dari semalam butuh suaranya. Dengarkah bunyi perutku yang tertahan oleh kembung? Terciumkan bau kentutku yang sering tak tertahan karena tekanan angin di lambungku sudah pada batasnya? Aku tidak bisa lagi konsentrasi pada tangis maupun perkataanku karena rasa lapar ini sudah menekan dadaku.
Dan aku ikut tertawa ketika kamu menertawakan ratapanku. Aku tergiring percaya padamu. Jika aku memang sedang lapar, tentu aku tidak akan tertawa. Begitu kan? Jadi aku tidak lapar. Buktinya aku tertawa. Ya, dan keyakinan itu yang kemudian memporakporandakan seluruh rencanaku selama ini. Kini aku ada di luar rumah tua, yang beberapa detik lalu menjadi rumahku dan sekarang bukan lagi rumahku karena aku sudah menukarnya dengan 100 piring nasi yang sudah berkurang 1 piring karena sudah kumakan tandas baru saja.
Ah, sudahlah. Ini hanya rumah tua. 99 piring yang tersisa akan menemani perjalanan ke rumah berikutnya tempat rohku bisa diistirahatkan. Kamu tidak harus menyesali katidakbisaanmu mengunjungiku sementara waktu. Dan kamu tidak harus mengikutiku karena aku tidak tahu kapan rumah rencanaku siap untuk kaukunjungi.

(Usai percakapan dengan Vikjen baru lalu. Jika aku terisak, dengarkah kau bunyi raungan yang harusnya terdengar karena ketiadaan harapan?)

Tuesday, January 29, 2013

Pembatas Buku


Uskup Myriel menjamuku di atas kandang sapi
tempat tidur musim dingin.
"Aku tidak tahu kamu akan datang."
Menutup malu tangannya berulang menyapu meja kayu,
lalu meletakkan roti gandum
dan segelas susu.
"Makanlah."
Hampir pasti aku mendengar keruyuk perutnya
di sela lenguh sapi,
tapi dia menatapku menyilakan.
Setiap gerak mulut aku mengunyah,
sepotong emosi terlumat.
Ludah yang bercampur glukosa tergelontor ke kerongkongan
menarik seluruh sesak ke arah penafasan,
terbuang melalui hidung.
Aliran susu gurih membujukku terpejam.
"Berbaringlah. Pagi ini aku punya beberapa janji. Setelah kau cukup istirahat,
kita akan berbincang. Tidurlah."
Uskup Myriel bangkit, membawa loyang dan gelas kosong,
melangkah, menutup pintu pelahan.
Aku sendiri di kamarnya yang hangat.


(Pembatas yang aku taruh pagi ini di halaman 32 Novel Les Miserables)

Monday, January 28, 2013

Novel Jane Austen : Pride and Prejudice

Judul Buku : Pride and Prejudice
Penulis : Jane Austin
Halaman : 588
Penerbit : Qanita
Cetakan IV : Juni 2011


Ketika memulai membaca buku ini, spontan aku ingat bahwa aku pernah membacanya, meski lupa kapan dimana pinjam siapa. Dan aku sudah langsung bisa tahu jalan cerita dan akhirnya seperti apa. Yeach, masalahnya aku membaca buku ini bukan soal untuk tahu ceritanya. Tapi untuk melihat apa yang membuat Jane dan Pride and Prejudice-nya ini bisa ngetop mulai dari jamannya, tahun 1800an dan bahkan diakui sebagai buku populer classic hingga kini.
Baiklah, jadi aku bertekun dan membutuhkan waktu sekitar 3 hari untuk menuntaskannya. Kisah yang biasa saja, seperti banyak yang terjadi pada tahun saat ditulis. Bagaimana kehidupan masyarakat Eropa dalam kelas-kelas sosial. Urusan penting seorang ibu untuk mendapat menantu yang dapat meningkatkan status sosial. Urusan warisan, pesta dansa, trik dan intrik kejam namun sopan dan lain-lain. Alurnya yang panjang bisa membuat bosan, dan lagi kalau dipikir-pikir, ceritanya daatttaaaarrrrr...sesuai kesantunan masa itu.
Yang membuat salut, Jane mampu menampilkan sosok Elizabeth Bennet, anak kedua dari 5 bersaudari, dengan sedikit perbedaan sikap. Periang, pemberani, dan tidak seperti biasanya gadis masa itu. Mungkin sikap yang ditampilkan dalam Elizabeth ini mewakili pandangan Jane. Dan itulah yang membuat Jane terasa jenius tidak biasa.
Jane menaruh 'obsesi' pada Elizabeth dengan segala karakter gadis yang nyleneh di jamannya. Berani mengungkapkan pendapat, mau jalan kaki sekian jauh untuk menjangkau kakaknya yang sakit, berani menolak lamaran seorang yang bisa menjadi sandaran aman warisan keluarga, dan sebagainya. Dan Jane memberikan yang terbaik pada akhir hidup Elizabeth kesayangannya itu. Dipertemukan dengan Darcy lewat pengenalan karakter terburuk dan terbaik, dalam emosi ketertarikan yang romantis, dan dari sana mengalir jaminan kehidupan secara sosial, materi dan cinta. Hufft, Jane terlalu menganakemaskan sosok ini.
Pasti proses penulisan Jane ini butuh energi yang luar biasa besar. Mulai ditulis 1796 dan berakhir dengan penerbitan pada 1813 adalah waktu yang sangat-sangat panjang. Dan perjuangan itu mencatatkan nama Jane sebagai seorang perempuan novelis yang terkenal dan mengilhami banyak penulis / pengkarya lain berdasar apa yang sudah dikisahkannya itu.
Jane Austen lahir 16 Desember 1775 dan meninggal 18 Juli 1817. Dia adalah novelis Inggris dengan gaya realisme. Berasal dari keluga bangsawan yang mendukung perkembangannya sebagai penulis profesional. Novelnya yang pernah terbit adalah Sense and Sensibility, Pride and Prejudice, Mansfield Park dan Emma. Ia menulis dua novel lainnya yang diterbitkan setelah kematiannya, yaitu Northanger Abbey dan Persuasion. Novel yang belum selesai ditulis saat kematiannya adalah Sanditon. 

Friday, January 25, 2013

Teluk Kiluan

Salah satu sudut Kiluan yang membuat jatuh hati.
Nama Teluk Kiluan sudah sangat menggelitik dari beberapa tahun lalu. Namun kesempatan untuk datang ke sana baru kesampaian sekarang. Ini pun berkat seorang katalisator dari jauh barat sana, Bernadetta Tarigan, yang berkunjung ke Lampung selama 3 hari kemarin. Dan aku masih menyimpan sisa beberapa lembar dollar dan ringgit di dompet sehingga ah... aman... Hehehe.
Secara umum sudah ngerti lokasi dan cara ke sana. Nah tinggal rencana praktisnya saja. Kontak Pak David (085357395993) untuk sewa mobil plus sopir untuk 2 hari (per hari Rp. 400.000,- plus sopir, belum termasuk bensin), lalu kontak Pak Solihin (081369997831) sewa ketinting (jukung/sampan) untuk lihat lumba-lumba pada Kamis, 24 Januari 2013 dan untuk sewa cottage yang dua kamar untuk Rabu malam. (Rp. 250.000,- / ketinting untuk 3 orang, sedang cottage bisa pilih ada harga Rp. 350.000,- - Rp. 650.000,-). Setelah dua bapak ini ok, sudah, tinggal menunggu hari H.
Gapura selamat datang.
Teluk Kiluan berada sekitar 90-an km dari rumah kami di Hajimena, tapi mesti ditempuh sekitar 3 jam karena sebagian kecil jalan rusak, pakai parah. Lebih baik memang memilih mobil yang tinggi jenis off road, tapi kalau tidak ada pun jenis mobil keluarga bisa masuk. Meski cukup lama, tidak perlu cemas. Jalan Hajimena - Tanjungkarang - Teluk Betung - Hanura - Padangcermin - Bawang - Teluk Kiluan menawarkan pemandangan yang super duper indah. Perpaduan hijau, ladang, sawah, gunung, perkampungan, pantai, laut, dan jalan yang bervariari antara standar hingga jelek. Hehehe... Maka kalau capek duduk di mobil, ayo turunlah, ambil doping dengan nongkrong beli duren (kalau pas musim), foto dengan beragam setting, atau sekedar duduk pura-pura galau sambil melihat pemandangan alam dan manusia. Asli, indah.
Nah, mendekati Teluk Kiluan (Kabupaten Tanggamus) kita akan melihat gapura selamat datang dan karena sudah janji dengan Pak Solihin, si bapak sudah mengirim anaknya untuk menjemput supaya tidak kesasar. Dengan cara itulah kami dapat sampai di cottage yang sudah dipesan. Cukup besar, bentuk rumah panggung kayu dengan atap daun kelapa, 2 kamar dan 1 kamar mandi. Cukup sederhana, tapi menghadap ke laut! Ini kemewahan bagi hidup keseharian yang jauh dari pantai.
Sore itu tidak ada agenda apa-apa selain mencicip pasir dan ombak. Makan malam bisa pesan ke anaknya Pak Solihin yang kebetulan sudah memasak untuk Muludan. Seporsi terserah mau ambil berapa banyak langsung dari dapurnya seharga Rp. 17.500,- Juga bisa pesan teh atau kopi atau mi instan. Pak Solihin memberi pelayanan ramah menyenangkan,"Jika butuh sesuatu, ibu datang saja." Demikian dikatakan di depan rumahnya, sekitar 50-an m dari cottage.
Rumahnya persis di pinggir pantai, dan menjadi tempat nongkrong yang lumayan enak karena menyediakan beberapa bangku di dekat dermaga. Selain itu, dekat jendela kamarnya itulah yang ada sinyal telepon. Di tempat lain kagak ada, juga di cottage atau sekitar pantai. Listrik juga masih benda langka. Lampu akan menyala menjelang malam dan mati saat pagi dari sumber genset.
Ketinting di tengah laut, minus lumba-lumba.
Janji pun dibuat untuk pagi harinya. 05.30 rencananya sudah mulai melaut tapi mundur beberapa menit. 2 ketinting membawa kami berenam plus pengemudi ketinting di ujung-ujung belakang perahu kecil pipih yang bisa membelah ombak tinggi itu. Ini yang paling mengasyikkan. 3 jam berkeliling samudera dengan ombak-ombak yang seperti hmmm, kadang-kadang mengerikan juga tapi aku lebih memilih untuk asyik menikmati. Sayang, entah mengapa bahkan sudah berputar-putar lebih dari 3 jam, tidak juga mau muncul para dolphin itu. Hanya melihat burung-burung di kejauhan. (Harga sewa ketinting dikurangi 50 ribu karena kekecewaan tidak ketemu lumba-lumba) Tapi bagiku sendiri hal itu tidak terlalu mengecewakan. Kiluan menawarkan pemandangan yang asyik indah. Di atas maupun di bawah air. Nadet dan Albert sempat beberapa menit menceburkan diri ke airnya yang jernih.
Soal lumba-lumba, nantilah suatu saat pasti ke sana lagi. Ini tempat yang bisa beberapa kali dikunjungi. Aku yakin para dolphin itu punya alasan alami mengapa tidak muncul di permukaan dekat perahu-perahu kami. Tapi mereka pasti masih aman hidup di Teluk Kiluan dengan perhatian dari banyak orang terhadap teluk indah ini. Ohya, di sekitar teluk juga ada teluk-teluk lain dan pulau-pulau yang disinggahi. Jadi masih banyak alasan untuk datang di sini di luar ketemu lumba-lumba.
(Foto-foto lain menyusul.)

Saturday, January 19, 2013

Bubur Ayam

Menu makan komplet. Sedap, mantap untuk Sabtu sibuk ini.
Salah satu makanan yang aku suka adalah bubur ayam. Di saat-saat tertentu sedang tidak berselera makan, aku akan melirik menu satu ini. Mungkin karena teksturnya yang lembut sehingga saat menyantapnya tidak perlu usaha khusus. Disendok, masukkan mulut, mereka akan tergelincir begitu saja masuk perut. Hehehe...
Biasanya aku akan minta tanpa kacang kedelei goreng yang biasanya ditaburkan karena ini akan memaksa gigi mengunyah ekstra. Juga menolak diberi telur rebus karena akan merusak rasa gurih buburnya. Yang lain-lain tidak apa-apa disertakan. Selain bubur nasi, ada taburan bawang goreng, suwir ayam, irisan cakwe, daun bawan dan selederi plus sambel. Foto di atas adalah gambar bubur ayam sebelah kolam renang stadion Pahoman, Bandarlampung. Lokasi paling dekat dengan kantor. Harganya Rp. 8.000 per porsi. Rasa bisa direkomendasikan. Sempurna untuk kesempatan lapar pagi atau siang hari. Si bapak penjualnya biasanya nongkrong di deretan pinggir jalan samping kolam renang bersama pejual lontong sayur, dan batagor mulai dari pagi hingga siang. Pas.
Aku belum pernah membuat bubur ayam tapi gambarannya seperti ini cara mengolahnya. Masak beras, daun salam, sedikit garam dan air secukupnya, sambil terus diaduk hingga matang dan mengental. Apinya jangan terlalu besar biar gak gosong dan matanyanya pun bisa merata. Rebus daging ayam bersama air, bumbu halus (Bawang merah, Bawang putih, kunyit, ketumbar, kemiri, merica, pala, gula pasir, Garam dan kecap) hingga matang. Angkat daging ayamnya dan saring air kaldunya. Goreng daging ayam hingga kecokelatan, tiriskan dan setelah dingin suwir-suwir dagingnya. Lengkapi taburannya. Kerupuk goreng, bawang goreng, cakwe diiris, daun selederi dan bawang diiris, dan kalau suka kacang kedelei goreng, ati ampela goreng dan telur rebus. Untuk sambel buat sambel rebus saja. Cabai rawit direbus lalu diuleg dengan sedikit garam, kalau sudah halus diberi sedikit kuah saat panas-panas.
Nah, udah deh. Jika semua sudah siap tinggal sajikan. Sendok bubur nasi ke mangkok, beri kuahnya lalu taburi dengan semua bahan tabur. Beri tambah kecap manis dan sambal, lalu sertakan kerupuknya. Hmmm, mantap. Mungkin aku akan memasaknya suatu ketika nanti. Tidak dalam waktu dekat. Den Hendro dan anak-anak tidak terlalu suka makan bubur ayam, jadi males membuatnya hanya untuk diri sendiri. Karena yang makan hanya aku ya lebih baik ke sebelah kolam renang pahoman dan ...nyam nyam nyam... sedap....


(Ini tulisan iseng di sela-sela mengejar deadline Nuntius. Terlalu banyak ingin menggoda diri demi menghindar dari tugas ini. Huftt... Semangat, Yuli!)

Thursday, January 17, 2013

Energi Positif

Salah satu dari penyebab kemerosotan energi adalah kekuatiran. Kuatir saja sudah menjadi sugesti negatif, apalagi kekuatiran yang berlebihan. Ini terjadi misalnya ketika aku menyetir motor. Kekuatiran melihat lalu lintas membuat bayangan-bayangan menakutkan bermunculan, dan yang ada kemudian keraguan. Rentetan selanjutnya, peristiwa negatif pun lebih mungkin terjadi.
Pilihannya adalah mengolah kekuatiran menjadi 'pertimbangan' dan 'berjaga-jaga'. Dengan begitu resiko sudah tertangkap dalam visi namun serta merta menyediakan amunisi dan penjaga untuk menangkalnya. Dengan demikian mantra yang terucap adalah mantra-mantra positif dan rentetan selanjutnya, peristiwa positif pun lebih mungkin terjadi.

Tuesday, January 15, 2013

In the time of the butterflies

Judul buku : In the Time of the Butterflies
Penulis Julia Alvarez, 1994
Alih bahasa : Istiani Prajoko
Editor : Anton Kurnia dan Dian Pranasari
Penerbit : Serambi Ilmu Semesta
Cetakan I : Oktober 2012
Isi : 576 halaman
ISBN: 978-979-024-389-7

Bersamaan dengan kontak tak henti dengan Yoris (STN), yang berjalan kaki bersama para petani Jambi ke Jakarta (long march 1000 km), aku mendapat bacaan yang luar biasa berdasar rekomendasi salah seorang sahabat hatiku. Novel dari kisah nyata yang terjadi di Republik Dominika karya Julia Alvarez, In the Time of of Butterflies.
Buku ini aku selesaikan persis ketika 65 petani Jambi plus Mesuji (yang ikut di hari ke sekian), akan masuk kota Bandarlampung. Dan aku masih belum bisa lepas juga dari para kupu-kupu itu setelah para petani itu aku lepas dari Wisma Albertus tadi pagi, saat mereka akan melanjutkan jalan ke arah Bakauheni dan menyeberang.Mungkin tak akan lepas juga dari buku ini seumur hidupku walau buku ini sudah aku berikan ke orang lain.
Novel ini diangkat dari kisah 4 saudari Mirabal. Yaitu Patria, Dede, Minerva dan Maria Teresa. (Butterflies adalah nama samaran mereka bersaudara dalam gerakan.) Keempatnya dengan cara yang paling perempuan telah menjadi pejuang-pejuang bagi berakhirnya Republik Dominika dari penguasa yang diktator dan tiran pada suatu masa. Bahwa mungkin kesemrawutan negeri itu masih berlanjut setelah sang diktaktor itu tumbang tidak dikisahkan lebih lanjut.
Rafael Trujillo, itulah presiden diktaktor yang dimaksud. Dia ingin menjadi Tuhan bagi seluruh negeri. Foto dirinya disandingkan dengan Sang Gembala Baik. Seluruh kata-katanya akan menjadi nyata, termasuk jika dia menganggap seorang gadis sangat cantik dan cocok untuk jadi istri mudanya, atau jika dia menganggap seseorang patut dimusnahkan.
Dari empat saudari Mirabal, Dede menjadi yang tertinggal untuk menceritakan kisah mereka setelah tiga kupu-kupu yang lain menjadi korban 'kecelakaan lalu lintas' masuk jurang. Seluruh bukti dan sakti mengarah pada keterlibatan Trujillo yang ingin menghilangkan para pengganggunya. Kematian para Mirabal ini pun memberi andil besar bagi jatuhnya sang diktator.
Julia Alvarez menggambarkan kehidupan para perempuan ini dalam penuturan berbagai teknik berbagai sudut pandang, sehingga dari jenis tulisannya saja aku mampu menangkap karakter setiap orang yang ingin dikisahkan. Patria, yang lembut membalut hidupnya dalam kegiatan yang sangat kristiani. Dede, satu-satunya yang tertinggal, adalah perempuan yang sensitif tidak suka pertikaian. Minerva yang cantik dan berani adalah yang pertama-tama melihat bagaimana seharusnya negeri itu diubah setelah mengetahui kisah-kisah mengerikan dibalik keagungan Trujilo. Dan Maria Teresa, si bungsu yang lembut namun mengagumi mengikuti Minerva. (Minerva dan Maria Teresa pernah dipenjara karena perjuangan ini, dan mereka berdua menghadapi dengan cara yang berbeda.)
Julia Alvarez menulis tentang kisah yang melegenda di Republik Dominika ini dengan cara yang paling manusiawi yang bisa dilakukan. Lengkap dengan romantisme dan dinamikanya. Kupu-kupu Mirabal ini terbang begitu saja kian kemari lewat kisahnya. Pun dengan kerapuhannya. Hari kematian mereka, usai mengunjungi suami-suami mereka di penjara, yaitu pada 25 Nopember 1960. Mereka plus sopir yang mengantar dianiaya lalu dimasukkan ke dalam mobil sebelum dijatuhkan ke jurang. Hari itu telah ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.

Monday, January 14, 2013

Menggandakan Roti

Malam ini akhirnya tahu bagaimana cara kerja Yesus bisa menggandakan roti untuk 5000 orang laki-laki belum termasuk anak-anak seperti dalam cerita di Perjanjian Baru, Injil para umat Kristiani. Waktu itu Yesus tidak mengabaikan orang-orang yang sudah berjalan dan berkerumun di dekatNya. Bisa jadi mereka mempunyai banyak motif, bisa jadi Dia hanya dimanfaatkan oleh mereka, tapi Yesus berkata pada para muridNya,"Kamu harus memberi mereka makan."
Gedubrak!! Memberi makan 5000 orang lebih. Dari mana? Untung ada anak kecil rela memberikan 5 roti dan 2 ikan bekalnya untuk dibawa pada Yesus. Dan mereka semua pun dapat makan hingga kenyang bahkan ada sisa 12 bakul dapat dikumpulkan.
Di jaman ini hal itu bisa terjadi dengan cara sangat sederhana. Ada segerombol orang yang berjalan, dari Jambi ke Jakarta. Tak tahu banyak motif masing-masing orang. Bisa jadi berbeda-beda sehingga puluhan orang itu berjalan bersama jalan kaki. Bisa jadi ada tujuan bersama yang sedang diperjuangkan. Bisa jadi...entahlah. Dan Sang Ilahi berkata,"Kamu harus memberi mereka makan."
Gedubrak!!! Dari mana makanan untuk 65 orang 3 kali sehari selama mereka ada di Bandarlampung yang bisa jadi lebih dari 1 hari? Yang dipunyai hanya 20 ribu pulsa tersimpan di HP butut. Dan itu yang bisa dibawa untuk digandakan. Lalu begitu saja, ketika pulsa itu direlakan, makanan siap dikirim untuk mereka malam ini. Untuk besok pagi pun sudah disiapkan juga. Besok siang, besok malam, besok lusanya lagi... Dan mereka semua dapat makan dan akan makan. Mereka tak akan kelaparan selama berada di Bandarlampung. Aku harus yakin seperti itu. Hanya, memang harus ada yang menjadi anak kecil yang merelakan bekalnya yang sedikit, dengan tanpa curiga, menyerahkan padaNya. Selebihnya biar yang Punya Kuasa yang melakukan mukjijatNya.

(Malam 23.58 memupuk iman, tak bisa terpejam, dalam doa, untuk para petani Jambi yang sedang menandai long march mereka di stasi Islamic Centre.)

Thursday, January 10, 2013

Makan Bersama

Meja besar sudah dibentang
segala sajian siap disantap
dengan piring-piring porselin
sendok garpu perak
dan berdenting minuman memanggil

"Andai Lampung adalah cangkir,
kita inilah butiran gula, kopi, susu atau krem
juga air panas yang dituang di dalamnya.
Makan bersama ini seperti saat mengaduk
seluruh isi cangkir.
Dengan begitu rasanya akan enak.
Ada endapannya, biar saja tidak diminum.
Dan jangan diaduk lagi
karena akan membuat keruh
dan tidak enak di tenggorokan."

Meja besar sudah disiapkan.
Selamat makan.
Selamat menikmati.

(Wisma Albertus, 9 Januari 2013,
Ngobrol dan makan bareng lintas agama dari berbagai kalangan.
Digagas oleh H. Bahrudin, ketua dan Roy, Pr., sekretaris.)

Wednesday, January 09, 2013

Akhir tahun 6 : Ke luar negeri harus berduit tebal? Tidak!

Jalan kaki dan transportasi publik, wajib.
(Kisah sebelumnya.)

Banyak orang yang heran melihat kami bisa berempat pergi ke KL dan Hatyai. Luar negeri. Pasti butuh duit banyak. Memang Yuli sekeluarga punya duit? Jika sebelum ini aku pernah mampir Malaysia dua kali atau ke Thailand atau Taiwan atau Kamboja tanpa uang sedikitpun, setiap orang percaya. Toh ada yang mau ngganti seluruh ongkosku. Tapi sekeluarga? Ke luar negeri? Uang pribadi?
Hehehe, aku ketawa setiap ada komentar orang tentang hal ini. Nah ya kami memang tidak punya uang lebih. Bahkan aku guyonan sama Den Hendro soal ini setiap ngiler lihat durian yang sedang mulai musim di Lampung. "Ke KL bisa, beli duren kagak bisa." Ledek Den Hendro. Aku bilang,"Justru karena ke KL itulah sekarang kita tidak bisa beli duren. Kagak apa-apa." Hehehe... Dampaknya luar biasa kok perjalanan ini bagi kami, terlebih pada relasi kami berdua dan atau berempat. (Dan lagi, jelas jadi ketagihan buat rencana lagi negara lain. Yuk, mulai nabung.)
Makan nasi bungkus, di KLIA sekalipun.
Tapi bahwa perjalanan ke KL dan Hatyai butuh uang, jelas butuh. Ini sudah kujelaskan beberapa kali dalam persiapan liburan di blog ini. Rajin browsing dan nyicil. Tak perlu kuulang. Namun sebenarnya berapa sih yang dikeluarkan untuk 4 orang selama 9 hari itu seluruh totalnya?
Sekitar 8 juta rupiah, atau Rp. 2 juta per kepala! (Ini budget yang hampir sama kalau kami pulang kampung ke Jawa Timur.) Gak percaya? Mesti percaya dunk. Kan ini sudah kami lakukan. Hitung saja secara kasar. Tiket pesawat per kepala Jakarta - KL PP Rp. 760.000,- (Tiket Lion dan Tiger promo tanpa bagasi). Pesawat Lampung - Jakarta Rp. 300.000,- Airport tax Lampung Rp. 15.000,- Airport tax internasional Jakarta Rp. 150.000,- Makan di KL (di luar warung Mbak Tarti yang gratis) 3 X Rp. 25.000,- = Rp. 75.000,- Transport lokal KL (train dan bis rapid, tanpa taksi) Rp. 50.000,-an. Bis antar negara KL - Hatyai PP : 90 RM (Rp. 285.000,-) Hotel 2 malam di Hatyai (per orang) jatuhnya : Rp. 110.000,- Transport lokal Hatyai : Rp. 100.000,- Makan pagi (7 Eleven), siang (nasi pulut), malam (nasi briyani) selama 2 hari kira-kira : Rp. 75.000,-, plus camilan-camilan. (Thailand harga lebih murah. Asli.) Nah, total semuanya Rp. 1.920.000,- Yang belum dihitung naik bis ngeteng dari Bandara Sukarno Hatta ke Lampung, sekitar Rp. 100.000,- dan jajanan selama perjalanan.
Pesan tiket promo tanpa bagasi, murah.
Nah, 2 juta rupiah saja sudah sampai di dua negara selama 9 hari (23 Desember pagi berangkat, sampai di Lampung 1 Januari sore). Oleh-oleh tidak wajib. Yang kami lakukan kemarin oleh-oleh (gantungan kunci, kaos dan sovenir) dibeli dari hasil kotak keinginan yang kami tabung masing-masing selama tahun 2012. Sedang passport ya sudah diurus duluan jauh-jauh hari, tidak masuk dalam hitungan. Dan tentu saja keluarga Mbak Tarti dan Mbak Unyek yang bisa ditumpangi selama di KL dan Selangor termasuk yang membuat irit. Tapi andai mengurangi hari, aku kira bisa dapat penginapan murah di seputaran KL atau Selangor tanpa menambah dana.
Berbagi beban, tetap gembira.
Nah, jadi masih ragu menjajal sesuatu yang kelihatannya mustahil? Kami tidak. Tahun lalu mimpi itu bisa jadi nyata. Bahkan cop passport sudah bertambah 8. Jadi kenapa tidak jika sekarang kami ingin menancapkan mimpi keliling dunia? Atau, kenapa juga dengan mimpi-mimpi lain? Yuk, kita merancang perjalanan berikutnya. Indonesia, luar Indonesia, mana saja. Pointnya seperti di foto-foto ini : Satu, yang utama adalah jalan kaki dan alat transportasi publik. Dua, tidak malu makan nasi bungkus, bahkan di bandara internasional pun. Ketiga, pesan tiket promo tanpa bagasi (ini juga untuk menahan diri tidak bawa barang bawaan yang banyak n gak perlu.) Dan keempat, berbagi beban. Semua bawa backpack, dan selalu bawa doping alami : tertawa. Yakinlah, teman. Perjalanan ini bukan untuk cinta diri, tapi untuk cinta semesta. Mari cecap kesempatan kehidupan. (Selesai)

Tuesday, January 08, 2013

Akhir tahun 5 : Makan, Tidur dan Pantai

 (Kisah sebelumnya.)

Apa yang paling enak dalam hidup ini? Makan, tidur dan pantai. Hehehe... Itu yang berusaha aku cicip dalam perjalanan manapun terlebih perjalanan 9 hari liburan akhir tahun 2012 ini bersama para tersayang. Tidak seoptimal yang biasanya karena diserang batuk, dan bokek. Tapi tetap saja ketiganya bisa didapat.
Cari sarapan di pinggir jalan, dekat hotel. 25 bath/porsi nasi.
Soal makan, tidak banyak yang berbeda di KL maupun Hatyai. Rempah-rempah Asia sangatlah kaya sehingga cita rasa makanan begitu kental harum dan lezat dengan paduan aneka. Masakan Melayu sangat mirip dengan Indonesia. Dan sejujurnya, justru yang lebih banyak bisa disantap waktu di KL malah makanan Indonesia karena bisa diraup gratis dari warung Mbak Tarti. Warung ini memang spesial. Berada di tengah para tenaga kerja dari Indonesia khususnya Jawa dan Sumatera. Ramai dari pagi sampai malam. Sepertinya tidak besar tapi, beberapa orang yang bekerja di warung ini tak pernah usai bergerak.  Meracik, memasak, menyajikan. Aku tak bisa mengikuti ritmenya, jadi cuma bagian mencicip-cicip doang. Hehehe... (Moga aku sempat menulis khusus tentang warung ini dan segala kisahnya. Nanti.)
Set meal from north India di Amutha Restoran.
Atau pilihan makanan lain adalah masakan India yang full kari gurih. Sekali dicicip di restoran India, rasanya cukup masuk di selera. Roti cane dan beberapa kuah kental cukup mengenyangkan dan eksotis. Apalagi ada beberapa jenis yang spicy dengan beberapa sayuran di dalamnya.
Kerang bakar di Remis Beach.
Thailand agak menyusahkan bagi orang muslim karena banyak makanan dari pork. Kalau mau cari yang halal mesti hati-hati. Kalau sedikit mau repot, cari kedai muslim ada beberapa di sekitaran Hatyai. Model-model masakan China sangat lazim. Tapi yang menarik justru nasi briyani. Pagi-pagi terakhir sebelum balik KL, kami cari sarapan di 7 Eleven seperti sebelumnya. Roti, susu dan rice burger yang dihangatkan dulu di mikrowave. (7 Eleven menjadi salah satu tempat beli serba ada untuk para backpacker. Mereka menyediakan air panas dan dingin secara gratis, sehingga kalau perlu nyeduh mi atau minuman tinggal minta saja. Dan lagi mereka menyediakan mikrowave untuk makanan-makanan beku yang mereka jual). Tambahan nasi bungkus pinggir jalan plus beberapa jajanan menarik untuk dicoba. Ditambah kelongkong (kelengkeng) untuk buahnya. Nah, ya Thailand adalah surga buah. Mudah sekali menemukan buah-buah tropis di sini dalam bentuk segar maupun olahan.
Remis Beach
Soal tidur, untungnya kami empat anak beranak gak pernah rewel soal ini. Di bis, di hotel, di kursi, pun jadilah. Biasa tidur di tenda, jadi nyaman saja mau tidur di manapun. Hehehe... Namun perjalanan balik ke KL dari Hatyai tidak bisa dilewatkan dengan tidur. Sayang. Waktu berangkat kan kami sudah tidur pulas karena malam hari. Nah, kali ini perjalanan siang hari adalah kesempatan untuk melihat pemandangan. Jalan yang halus sebenarnya sedikit membosankan. Pemandangan pun terlalu rapi. Hehehe. (Sangat beda dengan kesemrawutan dan kerusakan di jalan-jalan Indonesia.) Namun di beberapa tempat setelah masuk Malaysia kami dapat melihat hijau perbukitan yang indah walau diterpa hujan. Asyik juga.
Nah, terakhir di pantai. Di Thailand ketemu Samila Beach dengan Putri Duyungnya, di Malaysia salah satu pantai yang bisa didatangi adalah Remis Beach di Klang, Selangor. Tempatnya sih tidak lebih bagus dari Papuma (Jember) atau Mutun (Lampung) atau Kukup (Jateng) atau Balekambang (Malang) atau Teluk Ambon atau Anyer atau lainnya di Indonesia tapi cukup menyenangkan nongkrong di situ beberapa saat sambil menikmati kerang bakar dengan bumbu pedas. Ini menjadi bagian dari liburan yang tidak bisa dilewatkan. Letaknya di bagian barat Kualalumpur. Waktu kami datang, pantai sedang surut. Bukannya pasir putih saja yang menghampar tapi lumpur-lumpur putih. Jadi rasanya tidak terlalu menyenangkan untuk masuk ke air. Bahkan membuka sepatu pun malas. (Bersambung)

Monday, January 07, 2013

Akhir tahun 4 : Hatyai - Songkhla

 (Kisah sebelumnya.)

Peta Thailand.
Ada teman yang tanya Hatyai itu di mana sih? Aku bisa menjelaskan bahwa Hatyai ada di bagian selatan Thailand. Ini aku pasang petanya supaya paham sedikit. Hatyai ini kota kecil yang jarang dituju turis jika mereka berangkat dari Bangkok. Kalah pop dengan Phuket, Pattaya dsb. Tapi jika berangkatnya dari Malaysia, Penang atau Kuala Lumpur, Hatyai adalah persinggahan yang lazim. Ketika kemarin kami pergi ke sana kami melewati Bukit Kayu Hitam untuk imigrasi Malaysia lalu melintas ke Sadao untuk imigrasi Thailand. Dari sana jalan sekitar 1 jam sudah sampai di pusat Hatyai.
Salah satu bagian Municipal Park.
Nah, di hari kedua di kota ini, kami menyewa 1 mobil untuk keliling Hatyai dan Songkhla, yang tidak terlalu jauh dari Hatyai. Sopirnya si Hasan datang terlambat 30 menit dari janji mulanya jam 08.30. Wajahnya tak bersalah bertahan ramah tak tahu kalau kami semua sudah protes karena terlambatnya. Dia bisa sedikit bahasa Melayu dan sedikit English. Selebihnya bahasa Thai yang gak mudeng, ngomong opo to.
Tujuan pertama adalah Municipal Park. Ini kompleks yang luas yang memakan waktu saat mengelilinginya. Menjadi tempat sembahyang orang Budha (dan Hindu?) dan menyediakan fasilitas peribadatan untuk mereka macam bunga, dupa, burung-burung dsb. Di tempat ini bisa dilihat juga Four Face Budha dan naik cable car untuk menjangkau lokasi lain dari park. Si Hasan berusaha menjelaskan tempat-tempat ini tapi ya itu tadi, ra mudheng.
Kedua, Hasan mengarahkan kami ke Ice Dome Hatyai. Albert dan Bernard yang bersuka ria. Bagiku sih biasa saja. Suhu di bawah 0 derajat apa gak menyiksa diri, apalagi hari itu aku dengan enaknya pakai rok. Ya semriwing beku lah.
Berikutnya adalah makan siang di sebuah restoran. (Lupa, apa ya namanya.) Cukup luas dengan tempat oleh-oleh makanan khas mereka macam manisan, kacang-kacangan, keripik-keripik buah dll. Makanannya cukup enak karena kami kelaparan. Ikan goreng, nasi goreng, ayam tepung dan lalapan.
Kedinginan.
Aku dan Den Hendro benar-benar gak punya ide tentang tempat-tempat yang akan dikunjungi, maka Hasan jadi raja semena-mena. Dia menganggap wisatawan khususnya dari Indonesia itu punya duit banyak-banyak yang sedang dihambur-hamburkan untuk rekreasi. Huh. Berikutnya dia mengajak ke tempat gajah di Chang Puak Camp. Hehehe, spontan mbandingin dengan Way Kambas. Jadi, gak perlulah naik gajah pula di situ. Toh sudah puas di Lampung.
Kami melintas lewat laut untuk menyusuri Songkhla dengan ferry seharga 20 bath per mobil. Sleeping Budha sudah terlewat. Hasan tidak berminat mengajak kami kembali pun sekedar foto. Aku sudah berpikir terus tentang Samila Beach, untuk foto dengan putri duyung. Ketika Hasan mengajak mampir ke Sea World nya Songkhla, aku sudah tidak berminat. Selain mahal juga kan ada di Indonesia macam itu. Di titik ini moodku sudah turun bareng dengan rasa capek dari pagi berjalan.
Di Samila Beach aku puasin lihat laut, foto dan belanja sedikit gantungan kunci. Rupanya harganya agak miring dibanding di Hatyai. Begitu duduk di jok mobil, sudah, pikiranku cuma ingin tidur saja. Apalagi batukku belum reda juga. Gak ada minat untuk mencicip makanan yang aneh, dan tidak ingin jalan lagi. Ini nih yang dampaknya payah jadinya. Yaitu tidak ingat pada : Floating Market! Astaga! Aku baru ingat ini saat sudah menyusup di bawah selimut kamar hotel. Den Hendro nyengir juga. Kok bisanya lupa ke pasar terapung, ini kan yang khas Thailand to. Ampun. Tapi godaan untuk malas lebih kuat, jadi sore itu kami tidur saja di hotel.
Samila Beach, latar putri duyung tembaga.
Malam baru keluar lagi di seputar hotel. Segala ada di jalan-jalan sekitar hotel, dan kami ulang malam terakhir di Hatyai. Makan sate khas Thai, anak-anak milih nasi briyani dan ayam lagi, sedang aku memilih nasi dengan tumisan pork. Hmmm, mampir di semua pedagang yang disukai sekedar tanya atau beli. Albert dan Bernard bisa belanja gantungan kunci dan mainan dengan bath yang aku punya dengan perjanjian diganti di hotel. Tinggal dihitung saja, berapa bath mereka belanja lalu dikalikan Rp. 320, dan mereka berikan lembaran rupiah yang mereka simpan untuk penggantian. Den Hendro dapat kaos Thailand yang kedua, sedang aku puas dengan dua item perhiasan emas Thai yang katanya 70 % kandungannya. Hehehe, iseng-iseng berhadiah. Kalau pulang Indonesia gak punya rupiah lagi bisa kugadai. (Bersambung)

Sunday, January 06, 2013

Akhir tahun 3 : Menikmati Hatyai

(Kisah sebelumnya.)

Perjalanan KL - Hatyai ditempuh sekitar 9 jam. Pagi-pagi, 26 Desember kami sudah sampai di kota kecil yang ramai dengan hiruk pikuk turis ini. Kota ini dekat dengan perbatasan Malaysia, dan biasanya dipakai untuk transit pelancong yang akan lanjut ke Phuket, Pataya atau Bangkok. Agen bis Alisan yang kami gunakan berada di central Hatyai, sangat memudahkan akses ke mana pun. Dan sebenare gak perlu ke mana-mana karena semua sudah ada di situ, mau apa saja bisa tersedia. Tempat nukar uang, pasar, warung, beli sovenir atau jajanan, dan hotel.
Di simpang jalan, sesudah sarapan hari 1 di Hatyai.
Alisan bisa juga dimintai bantuan untuk mendapat voucher hotel. Mereka rekomendasikan Indra Hotel, berjarak 1 blok saja dari Alisan. Hmmm, rekomendasi yang sedikit ngawur. Tuh hotel bikin kami berempat shock saat masuk di lobinya.
Awalnya sih biasa saja. Cukup murah untuk yang mereka bilang big room, untuk 4 orang. Lobinya bagus, tapi terlihat di awal bahwa itu hotel tua. Nah, karena kami minta early check in, gak mau nunggu hingga siang karena pinggang minta segera diluruskan, kejadian luar biasa itulah yang muncul. Pertama, penjaga malam entah bilang apa sambil teriak pada sepasang turis sebelum kami, dan mereka pun keluar hotel dengan ketegangan. Lalu bilang sesuatu ke Den Hendro yang gak mudeng juga, mengabaikan dan melayani orang lain dengan ramah. Nah lo. Kemudian kami berdua maju, sodorkan ulang voucher yang sudah kami dapat dari Alisan, eh, dia jadi lebih ramah, mempersilakan kunci kamar, menambah keterangan dengan bahasa Thai yang kagak ngarti deh.
Indra hotel, lumayan.
Masuk kamar, shock yang kedua terjadi. Ya ampun, ini kamar belum siap. Masih berserakan kotor. Untungnya energiku hanya ingin mandi dan tidur, jadi dengan mengabaikan protes terpendam lain-lain, aku mandi berbaring sebentar, baru berpikir harus bagaimana nih. Jelas kamar harus dibereskan sebelum kami bisa istirahat. Maka usai mandi, aku turun sebentar. Resepsionis, perempuan Thai yang cantik sudah ada di sana, sabar mendengarkan protesku dan berjanji akan mengirim orang untuk membereskan itu.
Mampir nge-net. 15 bath/jam.
Untunglah. Kami tinggalkan kamar untuk mencari sarapan di Kedai Rocky (makanan Muslim Melayu), sempetin mampir ke kedai internet untuk update status dan saat kembali ke hotel, kamar sudah lebih beradap. Bersih, rapi, lengkap dengan fasilitas yang seharusnya macam air minum, sabun, shampo dll. Jadi, siang pertama kami di Hatyai adalah tidur pulas berjam-jam. Hingga sore.
Saat keluar sore, aku dan Den Hendro sepakat untuk kembali ke Alisan untuk mencari semacam tur satu hari untuk besok. Rasanya kami gak punya ide khususnya gak punya energi untuk mikir, tawar-menawar tuk-tuk atau apapun. Alisan punya mitra-mitra sopir yang bisa menyediakan one day tour ke sekitar Hatyai dan Songkla.
Nasi briyani di pojok Kim Yong Market. 30 Bath/porsi + ayam/puyuh.
Usai ada kesepakatan dengan sopir dan janji untuk dijemput di hotel keesokan harinya, kami menjelajah Hatyai sore hingga malam. Kim Yong Market salah satu tempat yang cukup terkenal, lalu seputaran central Hatyai. Semakin malam semakin ramai semakin berisik. Makan nasi briyani di pojok Kim Yong Market sebagai makan malam. Sebelumnya sempat mampir ke apotik untuk cari obat batuk. Tenggorokanku rasanya sangat tersiksa dengan batuk yang tiba-tiba mampir.(Bersambung)

Saturday, January 05, 2013

Akhir tahun 2 : Keliling KL

Segala ada. Yang paling penting : peta gratis bisa didapat.
 (Kisah sebelumnya.)

Bangun pagi saat liburan memang sangat sulit. Tapi kami mesti memaksa diri untuk segera bergegas. Tanggal 24 Desember adalah hari yang cukup cerah, tidak seperti saat kedatangan kami di rumah Mbak Tarti yang diguyur hujan. Makan pagi sangat komplit ambil sendiri dari warung Mbak Tarti. Nasi campur, dan milo hangat. Hmmm, sangat cukup untuk energi hingga siang berkeliling Kuala Lumpur (KL).
Belum banyak tahu tempat mana yang harus dituju, tapi yang sudah dirancang bisa dijalankan. Naik bis rapid KL hingga KL Sentral Station, lalu berjalan arah UTC Building (Puduraya Terminal). Akan melewati Gereja Holy Rosary untuk melihat jadwal misa Natal pada esok harinya. Gereja ini ketemu setelah nyasar 45 derajat sejauh 1 km. Belum-belum sudah gempor.
Mesin tiket.
Setelah numpang ke tandas (toilet) gereja, dan narsis dibantu Dip, satpam gereja, kami jalan kaki ke Puduraya. Rencananya kami mau lihat dan pesan bis ke Hatyai sekaligus hotel yang bisa diinapi selama di sana. Ternyata, perjalanan ke arah ini melewati Central Market dan Pasar Seni (satu kompleks dengan Kasturi Walk juga). Jadi kami nyangkut di sini untuk lihat-lihat sovenir, harga-harga dan makan siang.
Di tempat ini juga ada peta-peta wisata gratis yang bisa didapat di information centre. Peta yang sangat membantu. Dari sana baru jalan ke Puduraya dan jalan di sekitarnya setelah tiket kepegang. Bis Alisan seharga RM 50 / orang KL - Hatyai. Hotel belum dapat tapi sudah lega, setengah pasti bisa melintas ke Thailand.
Menara Petronas.
Sore adalah perjalanan agak gelap karena mendung dan gerimis. Dengan peta, acara kesasar tidak lagi terlalu parah. Maka perjalanan ke Twin Tower Petronas berjalan lancar. Train dan jalan kaki adalah moda perjalanan yang paling asyik, murah meriah. Dan jangan kuatir, pegelnya kan baru terasa nanti saat sampai di rumah. Ndak kehitung deh berapa km jalan kaki naik turun train kami sepanjang hari.
Perjalanan balik ke arah Sungai Way kami lalui dengan LRT dan KTM Komuter. Train yang cepat bersih murah, jelas menyenangkan. Albert dan Bernard excited dapat pengalaman memencet-mencet monitor sentuh untuk mendapat tiket ke satu tujuan. Peta-peta sangat jelas terpampang dengan harga yang jelas, masukkan uang, dan token (koin) pun di dapat. Jika sisa uang, kembaliannya pun akan disertakan.
Token itu dipakai untuk melewati pintu-pintu masuk. Tinggal disentuhkan, dan pintu membuka. Serba teratur dan bersih. Pun cara yang sama kami pakai keesokan harinya.
Hari Natal 25 Desember dibuka dengan memotong kue tart kiriman kerabat lain Den Hendro. Lalu bergegas terburu ke KL Sentral karena misa akan berlangsung pada pukul 09.00. Terlalu mepet, tapi untung malah mendapat tempat di bagian depan. Misa meriah dalam bahasa Inggris. Aku kira ini pengalaman luar biasa bagi Albert dan Bernard.
Mejeng di Batu Cave, di depan restoran India.
Rencananya, usai misa kami tidak balik ke rumah Mbak Tarti, tapi langsung ke Thailand pada malam harinya. Maka sepanjang siang dan sore kami cari satu tempat yang bisa dikunjungi untuk mengisi waktu dan dapatlah : Batu Cave!
Satu tempat ini sudah sangat-sangat cukup untuk menguras energi. Gua yang besar dan tinggi, menjadi tempat para pemeluk Hindu India bersembahyang dengan tangga-tangga menjulang ratusan. Hufft, benar-benar capek. (Anak-anak tidak sabar padaku sudah berlari lebih dahulu sampai atas.) Makan siang pun ala India. Nasi plus kari dengan umbi-umbian dan kacang-kacangan. Tidak ada daging karena rata-rata warung makan yang ada di sekitar Batu Cave adalah untuk vegetarian.
Mojok, diskusi mbaca peta.
Waktu pun habis untuk berpuas-puas motret, dipotret dan narsis. Aku dan Albert juga merasakan dilukis dengan Henna di bagian tangan, macam orang-orang India. Saat kembali ke KL, rasanya memang sudah setengah mati. Tak ada lagi energi walau waktu masih ada sekitar 3 jam untuk berangkat ke Hatyai. Jadinya hanya kami gunakan untuk duduk-duduk di ruang tunggu di UTC Building dan cari makan malam di KFC. Untung tempat ini tidak seperti kebanyakan terminal bis di Indonesia. Begitu nyaman. Ruang tunggu luas dan bersih. Tidak ada pedagang yang mengganggu dan ada loker-loker yang bisa disewa per jam atau per hari jika ingin menitipkan barang untuk jalan-jalan di seputaran terminal. Ada banyak toko berbagai barang yang cukup murah di UTC ini.
Bagian bawah Puduraya, dengan bis yang akan membawa ke Hatyai.
Dan jangan kuatir ketinggalan bis. Penumpang bisa mendapat pemberitahuan keberangkatan bis setiap kali dengan petunjuk pintu-pintu yang jelas sesuai tiket. Jika sudah siap berangkat, kita turun saja ke lantai dasar. Bis-bis sudah menunggu, gak lama terpapar asap, langsung siap berangkat. Dan rasanya jam karetnya tidak terlalu parah walau ada keterlambatan beberapa menit dari jadwal. (Bersambung)

Friday, January 04, 2013

Akhir tahun 1 : Libur Telah Tiba! Hore!

Aku akan membuat catatan ini seringkas dan sedetail mungkin supaya seluruh 9 hari di akhir tahun dari 23 Desember 2012 - 1 Januari 2013 terangkum tak terlupa. Semoga bisa kulakukan dengan lebih cepat dari yang seharusnya karena awal tahun ini banyak cerita menarik yang ingin disusulkan sebagai kisah juga. Jadi, selamat menikmati tulisan bersambung ini di beberapa hari ke depan. Semoga ada rahmat yang bisa didapat juga oleh para pembaca.

Bandara Raden Inten II, Lampung.
Nah, aku mulai pada tanggal 23 Desember 2012. Packing sudah rapi pada malam sebelumnya. Bawaan yang minim pas 3 tas ransel, 3 tas cangklong kecil, tanpa bagasi. Dan daftar rencana dari bulan September sudah membuahkan tiket pesawat PP di tangan. (Rp. 760.000/orang PP Jakarta - Kuala Lumpur dengan Lion dan Tiger. Cukup murah untuk masa liburan.).
Sarapan di Bandara Soetta
Pagi-pagi aku dan Den Hendro sudah sibuk membangunkan seluruh warga rumah yang gak seberapa (hehehe, gak tahan untuk tidak lebay.) Pesawat akan terbang pukul 06.30 dari Bandara Radin Intan II. Maka jam 05.00 musti start dari rumah karena rencananya kami akan menggunakan angkot. Tidak boleh telat. Lion Air dari Lampung paling pagi tidak pernah delay karena pesawat sudah stand by di bandara dari malam. Sedikit panik ketika pagi itu hujan gak berbenti juga. Untung Om Iwan ada di rumah dan tidak ada acara kemana-mana sehingga rela hati diganggu diminta mendadak ngantar ke bandara (Terimakasih, Om).
Di Bandara Soekarno Hatta ada waktu sekitar 3 jam sebelum berangkat dengan Lion ke Kuala Lumpur pukul 11.40. Masih sangat longgar untuk ikut bis shuttle dari terminal 1 B (domestik Sumatera) ke terminal 2 E (internasional). Sarapan di AW dengan santai, dan melewati imigrasi dengan segar.
Menunggu next flight.
Boeing 737 800 ER punya Lion ini agak beda dikit dalam penataan interior dengan yang digunakan Garuda. Lebih sesak, padat dan tanpa media player di tiap seat nya. Ya, ada harga ada rupa. Cukuplah. Cuaca agak kurang baik tidak terlalu masalah dan kami mendarat mulus di Kuala Lumpur International Airport (KLIA) nan megah.
Airport ini menyediakan aerotrain untuk menuju imigrasi dan terminal kedatangan. Tidak ada masalah apapun kecuali perut yang keroncongan minta diisi. Kami turun di lantai bawah terminal dekat dengan terminal bis yang akan kami pakai ke KL Sentral. Beberapa warung bisa dipilih. Nasi goreng, nasi lemak dan teh hangat adalah makanan pertama kami di kota ini.
Mejeng sebelum melewati imigrasi KLIA.
Untuk memudahkan komunikasi dengan para sanak di KL, kami cari kartu Hotlink di bandara ini sebelum naik ke bis.
Dari KL Sentral dengan sedikit limbung karena bingung dan capek, kami memilih naik taksi ke arah Sungai Way, tempat kami menginap. Keluarga Mbak Tarti sudah menunggu-nunggu cemas kedatangan kami. Bukan hanya orang-orangnya, tapi juga porsi-porsi besar nasi lalapan ayam goreng dan kamar tidur yang hangat sudah menanti ketika kami tiba pada jam 19 lebih. Huah, hari pertama di KL, makan banyak dan tidur puas. Besok petualangan siap menanti untuk menjelajah ibu kota Malaysia ini.
Rencananya selama di KL kami akan mengelilingi kota, wajib di twin tower, Central Market dan Petaling Street, tentu sekitar-sekitarnya juga. Cari Gereja untuk merayakan Natal dan juga ke Batu Cave. Lalu melaju ke Thailand bagian selatan yang dekat perbatasan, dan jangan lupa ketika balik lagi ke KL mengunjungi kerabat lain dari Den Hendro. Nah ya, kunjungan pada kerabat adalah cara jitu untuk hemat penginapan dan makan. (Coba cek sini) Hehehe... Ini yang mesti diingat. Kami pergi bukan karena kelebihan uang (Klik sini untuk melihat persiapan liburan kami ini.) Tapi kami berempat, aku, Den Hendro, Albert dan Bernard sepakat untuk menikmati liburan kali ini plus segala dinamikanya. Mari lihat! (Bersambung)

Thursday, January 03, 2013

Happy New Year

Mungkin tidak semuanya happy. Juga tidak semuanya new. Tapi memang yang ditulis sudah harus dibiasakan menjadi 2013. Tahun 2012 tidak akan kembali. Jadi, happy new year! Agak telat sedikit dari yang seharusnya pada tanggal 1 Januari, tapi hari ini pun hari yang baik untuk menyampaikannya. Sekali lagi, selamat tahun baru!
Beberapa hari, tepatnya sejak 20 Desember 2012, ini adalah tulisan pertama dalam blog ini. Ada banyak cerita pada tanggal-tanggal pergantian tahun. Aku akan menekuninya dengan menuliskan satu persatu, setiap hari untuk menuntaskan semua cerita yang bisa dibagikan. Katakanlah tulisan awal tahun ini sebagai pengantar.
Nah, ya, biasanya awal tahun aku juga selalu mengikrarkan sebuah misi sepanjang tahun. Sebagai contoh tahun 2012 lalu aku membuat misi : TULUS. Dalam refleksiku menjelang akhir tahun, aku membuat tulisan panjang yang aku maksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban kerja untuk beberapa pihak terkait. Ada 6 halaman, alias 6 lembar kertas A4, dalam Calibri 11 spasi 1.
Kini aku sadari tulisan refleksi itu aku buat begitu tendensius, emosional, dan soal TULUS, ehmmm... aku kira belum tercapai 40 % nya pun! Aku masih mempunyai banyak motiv. Kotak-kotak batik pekat kental! Tentu saja apa yang sudah tertulis tetap tertulis. Dan tidak akan disesali karena hasil refleksi itu tetaplah sebuah kebenaran, bagian dari kebenaran yang aku punyai.
Now what? Bagaimana aku mesti meneruskan tulus itu sebagai bagian dari misi yang berikutnya? Aku ingin menulis misiku TULUS jilid 2. Tapi biasanya aku tidak menggunakan kata yang berulang. Ini akan membuat seperti hal biasa saja, padahal misiku adalah misi yang luar biasa. Baik juga kalau aku memakai istilah lama : Memurnikan motivasi. Itu saja yang akan aku pakai. Inti dari tulus masih ada di dalamnya, dan aku perlu berupaya menggosok diri lebih keras untuk sampai pada motivasi yang murni.
Jadi teman-teman, bertepuklah untukku. Ingatkan aku pada ikrar ini hingga akhir tahun 2013 nanti. Jangan biarkan aku merasa sendiri di panggung, namun ada semua kalian yang selalu memandangku, ikut berperan bagi seluruh perkembanganku dan siap menyokong jika aku limbung. Ingatkan aku bahwa aku boleh mengambil energi dari kalian, alam dan Sang Pencipta, kapanpun aku mau.