Judul : Super Sad True Love Story
Penulis : Gary Shteyngart
Penerjemah ke bahasa Indonesia : Dewi Wulansari
Editor : Errena Ike Hendraini
Penerbit : Pustaka Alvabet, Jakarta
Cetakan I : Nopember 2011
Ukuran : 13 X 20 cm
Isi : 520 halaman
ISBN : 978-602-9193-114
Sebelum membaca buku ini, aku menganggap buku-buku klasiklah yang paling cocok dijadikan referensi dalam tema maupun cara penulisan cerita. Aku sulit sekali tersentuh oleh kisah-kisah modern apalagi futuristik. Tapi rupanya aku salah. Gary Shteyngart, - yang mungkin juga mempunyai idola penulis klasik-, mampu menyodorkan cerita yang membuatku bilang : Wow! Dan koprol berkali-kali saat membaca Super Sad True Love Story.
Jangan bayangkan Gary menulis kecengengan atau dengan gaya cengeng. Blas! Dia berkisah tentang satu masa yang 'menyedihkan' dengan sangat lucu, - hanya orang cerdas yang bisa membuat kelucuan model seperti dalam novel ini -, dan "Ada banyak mesiu satir yang dikemas dalam setiap kalimat ..." Demikian dikatakan Time di bagian sampul sebagai apresiasi (promosi?) terhadap buku ini.
Novel ini menceritakan Leonard Abramov, biasa dipanggil Lenny, anak pasangan Rusia yang tinggal di Amerika di masa negeri ini sedang mengalami kehancuran di bawah pengaruh China. Lenny jatuh cinta pada Eunice Park, gadis yang jauh lebih muda darinya, berdarah Korea - Amerika. Dia merasa beruntung dapat hidup dengan gadis tercintanya ini sebelum direbut oleh bosnya di Post-Human Servise di Staatling-Wapachung Corporation, perusahaan yang melayani pelanggan untuk 'hidup abadi".
Lucunya, Gary menulis setting kisah ini secara konsisten dan 'mengerikan' di mana masyarakat dunia hidup hanya dengan 'klik' pada 'aparat', sebuah perangkat yang aku bayangkan sebagai perkembangan HP di masa mendatang, dimana bisa dipakai untuk komunikasi, memindai, mendeteksi, dan berbagai macam fungsi dalam kesehatan, relasi, ekonomi dan sebagainya. Misalnya di halaman 136, perangkat ini bisa untuk mendeteksi data personal seseorang.
"Lenny Abramov kode ZIP 10002, New York, New York. .... Tekanan darah saat ini 120/70. ....Ayah : .... Jumlah kekayaan : ... Kemampuan berbelanja : .... " Bahkan juga profil," ... tidak religius, pilihan seksual, indikator kepercayaan diri..." Dsb. Atau dengan fitur tertentu juga bisa menghitung kehebatan kelaki-lakian, kepribadian, kemapanan, dsb.
Hahaha, aku ngakak habis membayangkan khayalan Gary yang detail semacam itu. Dan uniknya, seluruh novel ini ditulis semodel memoar, dengan banyak sekali kalimat-kalimat panjang yang bertingkat-tingkat. Mereka disusun berdasarkan buku harian Lenny yang disambung dirangkai dengan catatan Eunice di GlobalTeens. Seolah-olah kisah ini kisah nyata yang kemudian dipublikasikan sebagai buku bahkan kemudian diangkat dalam film. "Aku tidak tahu akan ada orang atau kelompok orang yang melanggar privasiku dan privasi Eunice, membajak akun GlobalTeens kami kemudian menyatukan naskah yang sekarang Anda baca pada layar komputer anda." Demikian cuplikan tulisan Lenny dalam diarynya (hal. 502).
Kalau Gary memilih judul Super Sad True Love Story, aku menduga karena dia ingin 'mengejek' generasi masa kini yang 'sungguh sangat menyedihkan' di masa mendatang kalau tidak segera dikoreksi. Soal percintaan yang sangat permisif pada seks, ekonomi yang jadi penguasa negara, dll.
Salah satu kepiluan yang diangkat oleh Gary adalah jaman 'klik' ini tidak memberi ruang bagi penerbitan buku, penulis buku maupun pembaca buku. Menyimpan buku saja sudah dianggap sebagai kuno dan kolot. Orang-orang masa itu digambarkan hanya memindai, bukan membaca. Maka, di halaman 52 ditulis,"Aku perhatikan beberapa penumpang kelas satu menatapku karena membuka sebuah buku,"Pak, bau benda itu seperti kaos kaki basah," ujar seorang muda yang duduk di sebelahku, pejabat senior Kredit ..." Huft...
No comments:
Post a Comment