Sunday, November 19, 2017

Tentang Kematian

Sebenarnya sudah hampir lupa tentang pikiran ini, tapi karena kemarin ada dua berita duka yang hampir bersamaan yaitu Kakek Basri (perumahan Polri) dan Nenek Kantiyem (Sidomulyo), pikiran tentang kematian ini teringat kembali. Ini adalah pikiran yang mulai muncul menjelang kematian Bapak V.J. Suliham. Yach, aku memang dekat dengan bapak mertuaku ini. Beberapa saat malah sangat dekat karena sering berbincang tentang segala hal termasuk kekuatiran, pencerahan dan sebagainya.

Setelah beberapa bulan sakit yang cukup parah, aku tak juga mendapat kesempatan untuk mengunjungi bapak. Kanker pada prostat dan batu ginjal membuat bapak terlihat sangat surut jika mengamati foto-foto yang dikirim Mas Hendro atau saudara-saudari kerabat dekat lewat WA.

Salah satu titik di B 29 Lumajang saat matahari terbit.
Sabtu itu, 11 Nopember 2017, Mas Hendro memberi kabar kalau bapak ngedrop dan harus dibawa ke rumah sakit di Lumajang. Sepanjang malam, aku ingat bapak sesekali sedang tubuh yang sedang sangat capek merasa mengantuk dari sore. Hal yang sama sepertinya juga dirasakan oleh Mas Hendro, Albert dan Bernard. Mereka tidur tidak terlalu larut. Bernard yang biasanya main dengan Afif sudah tidur. Aku menyusul kemudian. Mas Hendro jelas tidur di sebelahku. Dan saat aku bangun sekitar pukul 01.00 aku melihat Albert pules di depan tivi dengan baju lengkap. Biasanya dia kopdar dengan anak-anak motor. Kupikir dia baru pulang dan tidak sempat melepas baju, tapi kemudian dia bilang bahwa dia tidak keluar rumah. Setelah ganti baju, berbaring dan tertidur.

Ninik, adik Mas Hendro yang di Lumajang beberapa kali menelpon. Aku merasa seperti sedang menunggu kelahiran tanpa terlalu jelas bagaimana dan mengapa. Saat pukul 04.00 Ninik menelpon lagi, aku sudah tahu kalau bapak sudah berpulang. Mas Hendro menandaskan kemudian : Bapak sudah tak ada.

Aku terduduk, diam. Sedih, tapi juga lega. Mungkin malah yang dominan adalah perasaan lega. Beberapa tetes air mata mengalir. Aku duduk menempel Mas Hendro yang juga diam. Baru kemudian aku membangunkan Albert dan Bernard sambil berbisik tentang kabar duka itu.

Ini bukan hal yang biasa kurasakan walau aku selalu melihat kematian adalah suatu kewajaran, kepastian. Menyamakan kematian dengan kelahiran rupanya bisa menjadi titik acuan pikiran-pikiran selanjutnya. Bukankah kematian menjadi gerbang untuk masuk ke 'alam lain' dalam penyatuan dengan Yang Ilahi? Bukankah kematian adalah awal bagi kehidupan abadi? 

Misteri yang selamanya jadi misteri.

No comments:

Post a Comment