Wednesday, November 29, 2017

Naik Bumel atawa Bis Ekonomi : Goyang Yukkk...

Yang paling atas itu tiket bis ekonomi dari Lumajang ke Probolinggo.
Di Lampung, aku jarang sekali naik bis antar kota apalagi bis ekonomi. Nah, dua minggu lalu saat pulang ke Lumajang, pas mau balik ke Lampung lewat Juanda, aku dan Mas Hendro naik bis dari Terminal Wonorejo Lumajang.

"Kita naik bis di pintu keluar saja. Apa pun bisnya kita naik ya. Sampai Probolinggo kita oper bis."

Okey, aku ngikut dah. Diantar oleh Inu sampai dekat pintu keluar, pas banget bis ekonomi (orang-orang biasa menyebut bumel), Madjoe Berlian siap diinjak gasnya oleh sang sopir.

Teriakan kondektur membuat bis bersabar menunggu kami naik dari pintu belakang. Bis dengan kursi 2 - 3 itu sudah hampir penuh. Aku dan mas Hendro terpaksa duduk berseberangan, aku di kiri dan dia di kanan. Bis pun langsung melaju.

Salah satu, eh beberapa yang aku suka dalam perjalanan dengan bumel adalah :

1. Selalu ada tiket yang dicoret dari kota mana ke kota tujuan. Kadang tiketnya lebar atau panjang banget tergantung rute dari bis itu. Yang kali ini juga kertas tiketnya gede, karena bis itu rupanya dari Denpasar menuju Trenggalek. Beberapa bis lain tiketnya bisa sangat rinci lho. Aku ingat dulu aku suka mengoleksi tiket-tiket bis ini. Lalu juga saat di atas bis waktu aku masih kecil, aku akan memegang tiket itu kuat-kuat sambil bergumam sesekali. "Nah, sudah masuk Mrican. Usai ini Maron, lalu Banyakan, Sonorejo. Terus aku turun Gringging. Pasar." Hehehe... Walau rute pendek pun, bumel di Jatim pake karcis macam ini. Di Lampung aku jarang banget dapat tiket bis untuk rute pendek.

2. Selalu ada penjual di perhentian-perhentian tertentu. Saat kemarin itu, aku ketawa saja karena tiba-tiba pangkuanku sudah dijatuhi krupuk tenggiri, kacang goreng, paket pisau, buku Yasin dan sebagainya. Inget dulu jaman masih kecil, mbah putriku suka banget membelikan permen jahe kalau di bis, minumnya susu Ultra, lalu bonus telur asin kalau aku tidak mabuk. Hehehe...

3. Selalu ada pengamen entah beberapa kali. Dari suara yang bagus dengan lagu-lagu banyuwangian, dangdutan atau apa aja deh. Kadang pengamen dengan lantunan doa-doa, atau puisi. Hehehe... meriah sekali.

4. Selalu ada istilah-istilah lucu yang mengingatkanku pada Kyai Faizi, tokoh Sumenep yang juga bismania yang sering menulis tentang kisah-kisah perjalanan dengan bis. Misal kemarin itu karena padat macet gara-gara pelebaran jalan kereta api, eh...perbaikan jalan kereta api, maka kondektur sesekali akan teriak : "Goyang yukkk! Prei..." Sopir pun ambil kanan, masuk lewat jalur kanan menyalip mobil-mobil. Lalu kondektur kembali teriak : "Masuk!" Bersamaan dengan sopir membawa bis kembali ke antrian, eh menyerobot antrian.  Begitupun kalau ada orang berdiri :"Poin." Kayaknya kondektus bisa menandai itu calon penumpang atau bukan.

5. Selalu ada tas plastik yang digantung di atap bis. Hihihi. Sepertinya selalu ada yang mabuk saat naik bumel ya. Dalam perjalanan dari Wonorejo ke Probolinggo, seorang anak kecil di depanku yang duduk kaku dikempit ibunya dengan wajah pucat pasi nyaris masuk ke kantong plastik. Hehehe...

6. Sealu ada asyiknya... Iyalah. Dengan harga 10 ribu per orang dari Wonorejo ke Probolinggo bonus segala macam itu ya asyik banget namanya...

2 comments:

  1. Terima kasih sudah disebut di sini. Insya Allah, tahun depan, Maret 2018, kopdar bismania community (BMC) akan diletakkan di Lampung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap ikut menyambut dengan kopi Lampung. Kabar-kabari ya, Kyai.

      Delete