Thursday, July 09, 2015

41 Tahun yang Belum Cukup

Hari yang istimewa ini seperti biasa. Yang luar biasa adalah aku bertemu rahim perawatku, ibu, pada jam pertama aku membuka mata di hari ini, sama seperti 41 tahun yang lalu. Pada jam yang hampir sama, sekitar pukul 7 pagi. Aku tak memberikan kado apa-apa, hanya pelukan, yang dibalas lebih erat oleh ibu."Terimakasih, ibu. Terimakasih sudah melahirkan dan merawatku." Bisikku dalam peluknya.

Udah. Usai itu hari ini berlangsung biasa seperti biasa aku merayakannya. Mengambil beberapa waktu untuk sendirian. Melihat beberapa tumpukan dokumen lama di lemariku di Kediri membuatku lebih masuk ke dalam kesendirian. Satu map tak sengaja kutemukan. Berisi dokumen-dokumen saat aku ikut pelatihan jurnalistik pertama kali di Jakarta, bersama Ignatius Hariyanto (penulis, editor, juga direktur LSPP beberapa tahun terakhir) dengan pembicara-pembicara dari Kompas, Tempo, Intisari dan sebagainya. Juga tumpukan lain saat aku aktif bersama teman-teman KANVI Malang dan di VCI.

Seperti kejutan membaca kembali dokumen-dokumen itu setelah 20 tahun lewat (kalau tidak salah pelatihan itu kuikuti pada tahun 1994). Pelatihan itu kuikuti jauh sebelum aku menjadi wartawan Malang Pos. Bahkan jauh sebelum aku berpikir menjadi jurnalis. Atau bahkan sebelum terlibat di berbagai lembaga puluhan tahun silam.

Apakah aku seorang jurnalis? Ya, suatu waktu yang cukup lama di Malang Pos dan kemudian di Majalah Nuntius dan beberapa media lain. Apakah aku seorang aktifis? Tidak. Orang-orang menyebutnya begitu untuk meledekku. Juga untuk menyerangku. Aku dengan kegembiraan dan kesedihan hari ini, menyebut diriku sendiri pembohong dengan jutaan topeng dalam rak penyimpanan yang seluruh eksistensinya patut dipertanyakan.

Aku ingin mencatat satu hal untuk mensyukuri hari ini. Aku seorang manusia yang menandai hidupku dengan gerakan kaki, loncatan pikiran dan dinamika perasaan. Hari ini sama dengan hari-hari yang lain, tapi aku ingin mengingatnya suatu ketika nanti sebagai hari yang istimewa, saat merasakan pelukan sang rahim, pada hari dan jam yang sama seperti saat aku pertama kali merasakan udara semesta.

No comments:

Post a Comment