Pagi tadi aku bangun dengan perasaan yang masih rumpang, menyiapkan sarapan sambil terus melantunkan doa-doa. Sebuah pikiran tiba-tiba menyengatku, yang kemudian menjadi obrolan dengan mas Hen saat sarapan. Agak susah memulai obrolan tadi, juga agak susah untuk menuliskan di sini, tapi aku pengin menulis ini supaya aku menjadi lebih berhati-hati dan aku tak mau lupa dengan pikiran ini karena mungkin saja suatu ketika pikiran ini bisa lebih berkembang dan berguna bagi diriku.
Aku mengawali obrolan dengan mas Hen seperti ini: "Hmmm, aku berpikiran tentang mengapa seseorang tiba-tiba bisa berada di bawah, mengeluarkan uang begitu banyak secara mendadak, plus korban tubuh, pikiran, waktu, perasaan dan lain-lain. Aku sedari subuh berpikir mungkin itulah cara kita mengembalikan hak-hak orang lain yang mungkin kita rampas secara sengaja atau tidak sengaja." Mas Hen bengong sebentar. Seperti biasa kalau aku menjelaskan sesuatu tanganku ikut berseliweran. "Misal kayak kita dulu kehilangan duit puluhan juta karena usaha bakso gagal total. Mungkin saja memang itu sebenarnya hak orang lain yang telah kita ambil. Dan untuk... hmmm katakanlah memurnikan diri kita maka hak itu harus kita kembalikan dengan cara begitu."
"Jadi inget bacaan soal hak. Berikan kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar, dan berikan pada Allah yang menjadi hak Allah." Ih, kalem banget mas Hen nanggapi.
"Iya, hak kaisar atau hak negara mudah banget ngitungnya. Ada pajak yang jelas kita bayar, juga tarikan ini itu. Lha kalau hak Allah? Itu di Matius 25 tentang penghakiman terakhir. Berat itu. Piye jal?"
"Nah ya itu."
Dalam bacaan tentang penghakiman terakhir itu dikatakan Sang Raja datang menjadi orang-orang lapar, tak punya baju, sakit, terasing, tahanan dan sebagainya. Memberikan makan, pakaian, lawatan pada orang-orang macam mereka itulah pemberian kita pada Sang Raja. Kalau tidak kita lakukan, Sang Raja tidak akan mengenal kita karena memang itulah hak yang harus diambilNya.
Nah, masalahnya kadang kita secara sengaja atau tidak sengaja merampas hak orang-orang seperti itu dengan tindakan kita, perkataan kita atau kelalaian kita. Misal kita merampas hak orang miskin mendapatkan beasiswa karena kita bisa memiliki aksesnya dan merekayasa segala caranya. Kita merampas hak orang lain menikmati udara bersish karena kita merokok di sebelahnya. Kita merampas hak orang untuk mendapatkan keuntungan karena kita terus menerus mengembangkan usaha kita sehingga tak ada celah orang lain untuk terlibat di situ. Kita mengambil hak orang lain untuk makan karena kita lalai berbagi. Dan seterusnya dan seterusnya.
Iyaaa, ada banyak alasan untuk menyangkal hal itu karena memang kita sudah melakukan segala upaya kita sendiri dan memang hak kitalah untuk mendapatkan kemajuan-kemajuan dalam segala bidang. Namun, apa yang biasa kita sebut sebagai ujian, atau cobaan dan sebagainya itu kan memang terjadi juga dalam hidup kita. Dan saat hal itu terjadi, sepertinya kita habis bis bis sehabis habisnya.
Aku sih sementara akan menggunakan pikiran ini untuk lebih hati-hati dengan demikian :
1. Aku akan ikut memudahkan orang lain, setiap orang, untuk memudahkan mereka mendapatkan hak mereka.
2. Aku tidak akan dengan sengaja merampas/mengambil hak orang lain sehingga suatu ketika jangan ditagihkan padaku.
3. Sebisa mungkin juga tindakan yang tidak sengaja harus dikurangi, dihilangkan. Ini kan soal latihan meningkatkan kesadaran diri toh. Benar-benar sadar saat melakukan segala sesuatu sehingga tak ada yang tak sengaja.
4. Sebisa mungkin aku mesti mengembalikan hak orang lain sebelum ditagih. Mungkin malah sebelum disadari oleh siapapun.
5. Pokoke kudu terus berbagi dan iklas menerima 'ujian/cobaan' sebagai salah satu cara mengembalikan hak orang lain.
No comments:
Post a Comment