Friday, December 02, 2011

Conspiracy (7)

(Kisah sebelumnya. )
"Jadi, apa mau kalian?"
Hening. Mereka memandangku. Heart beringsut mendekat. Namun, Eyes dengan tamengnya menahannya sehingga jaraknya tidak lebih dekat padaku. Brain salah tingkah dengan wajah kekanakan, yang jarang sekali muncul dalam usia dewasaku ini.
Ketika aku berganti memandang mereka satu-persatu, mereka mengerjap-ngerjap, dalam hening.

Princes of Eyes. Badannya ramping indah. Sesekali dia bisa membulat untuk menggoda, namun seringkali dia adalah yang paling tanggap cepat ketika sesuatu terjadi. Dia mudah tertawa, semudah dia menangis. Dia sangat bebas leluasa bergerak kemanapun yang dia inginkan, terlebih jika melihat sesuatu yang indah, yang bening, yang bercahaya. Kemanapun dia pergi, dia membawa kantong-kantong air mata yang dia taburkan kemanapun dia suka. Maka, dimanapun dia berada, tanah-tanahnya akan basah, subur dan indah. Yang paling menyebalkan jika dia sudah merasa capek, hanya merasa, tidak betulan capek. Dia akan mengunci diri di kamarnya. Sekian lama.

Princes of Noses. Dia ini mudah sekali mengikuti Heart. Dia paling dekat dengan Heart. Dia punya tas paling besar di antara seluruh panglimaku. Dia menyimpan segala kenangan lewat radar yang mampu mencium, apapun yang dikatakan oleh Heart. Walau sesekali dia menolak, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tetap menaati Heart. Bahkan jika dia harus membongkar seluruh penyimpanannya hingga berhamburan. Lalu dengan teliti dia simpan lagi rapi, sehingga saat sesuatu muncul lagi, dia akan berjingkat mengenali. Ini bau yang pernah tercium! Itulah dia. Aku sangat terbantu olehnya, namun juga paling sering repot karenanya.

Princes of Mouths. Aku sering mengabaikan panglimaku yang ini. Maka dia paling sering tidak terkendali dari semuanya. Dia bisa mengeluarkan kata-kata paling manis yang tidak terbayangkan oleh siapa saja. Namun dia juga bisa mengeluarkan suara paling mengerikan yang pernah ada. Dia mengenakan mahkota indah yang ranum, yang cukup aku banggakan. Dan dia mempunyai titik-titik rasa yang sangat sensitif di sekitar mahkotanya itu. Aku lihat akhir-akhir ini dia cukup menahan diri, namun itu tidak bisa dilakukannya kalau dia bertemu hanya berdua dengan orang-orang yang sangat disukainya, atau justru yang sangat tidak disukainya. Yang aku suka, dia mampu menampilkan dirinya sesuai citra yang aku inginkan, maka dialah yang paling sering aku utus untuk pergi mewakili istanaku, kemana saja.

Princes of Ears. Dialah yang paling tenang diantara semua. Agak kasihan, akhir-akhir ini dia tidak terlalu sehat. Mungkin sudah semakin usur, sehingga seringkali dia hanya ingin berbaring saja, tidak melakukan apa-apa. Atau mungkin dia sudah semakin malas, karena yang didengarnya ya seperti itu-itu saja. Namun dia akan bangkit semangat kalau ada suara-suara tembang cinta. Cinta pada siapa saja. Dia akan cepat-cepat merangkul Eyes, dan juga Heart, untuk bersama-sama mendengarkan. Kemudian, ketika lagu itu berlalu, dia kembali tidak peduli, mendengarkan namun tidak mendengarkan.

Princes of Skins. Ini yang paling berbahaya dari semuanya. Pasukannya paling banyak dibanding semua. Bahkan berkali lipat. Tidak banyak gerakan yang dilakukannya, namun sekali dia bergerak, seluruh panglima lain akan terpengaruh olehnya. Kadang-kadang aku takut juga pada matanya yang galak dan keras itu. Apalagi jika dia sudah memekarkan seluruh bulu-bulunya. Aku tidak bisa tidak, mengkerut membayangkannya. Namun aku juga menyukainya, karena dari semuanya, hanya dia yang tahan terhadap luka.

Brain. Ah, Brain. Apa yang bisa kukatakan tentang dia. Dialah tumpuanku selama ini. Badannya yang tegap siap merangkulku, memelukku sehingga merasa tenang. Namun, dia ini juga yang paling berani mengacak-acak naluri maupun nuraniku. Membuatku tidak bisa tidur bermalam-malam. Tapi, untunglah ada dia.

Heart. Ah, Heart. Aku hidup karena ada dia. Maka aku paling sering mengundangnya datang untuk berbincang, sambil makan apapun camilan, dan juga menikmati cangkir-cangkir hangat maupun sejuk. Maka dibandingkan yang lain, tubuhnya paling tambun subur. Aku sering memintanya untuk menjauh, namun aku juga yang paling sering melanggarnya, kembali mengundangnya untuk datang, makan bersama, tidur bersama. *
(Bersambung)

No comments:

Post a Comment