Thursday, December 08, 2011

Conspiracy (9)

 (Kisah sebelumnya)
Aku memandang Heart dan Brain bergantian. Mereka masih bersitegang dengan anggapan bahwa masing-masing paling benar. Aku tidak bisa menentukan mana yang paling benar, karena harusnya keduanya memang benar. Jika salah satu dari mereka aku anggap benar, aku pun tidak bisa menyalahkan yang lain.
"Kalian akan terus bertengkar?"
Aku bertanya lirih.
Jelas suara mereka lebih keras dari suaraku. Tapi mereka kemudian diam. Memandangku.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku seperti sedang mengibaskan rasa sakit.
"Aku akan mengerjakan kembali hal ini dengan rapi, Putri. Dengan syarat..."
Brain, yang berani dan kuat mengeluarkan suara.
"Apa?"
"Heart tidak ikut campur. Dia harus diam, tidak nyinyir bersuara maupun tidak bergerak, sedikitpun."
Heart langsung berang dengan mata melotot.
"Kamu! Lihat, Putri! Dengan enak dia bisa mengatakan hal itu seolah aku tidak punya posisi apa-apa di sini. Seolah dia yang paling penting dan bisa mengatasi ini."
"Terserah pada Putri. Tapi saya tidak bisa bekerja dengan bentuk tak jelas seperti yang dilakukan Heart."
"Kali ini kau meremehkanku? Huh, tidak ingat saat-saat kau sandarkan kepala di dadaku!"
Aku lebih menggelengkan lagi kepalaku. Kupejamkan mata.
"Kalian akan menyiksaku dengan pertengkaran kalian?" *
(Bersambung)

No comments:

Post a Comment