Saturday, December 16, 2017

Puisi Sabtu 6 : PANTAI CEMARA Karya Meisya Zahida

PANTAI CEMARA

Aku menyebutnya pantai cemara
Sebuah tepian kadang sesak dengan orang
Tapi seringkali ditinggalkan
Banyak perbincangan menjadi sebab 
antara kehadiran dan kepergian

Seperti sirine laut bagi pelayaran
Tak ada rambu-rambu yang menjadi pembatas
Hanya kompas di tangan juga sebuah dayung
Sesekali jangkar menahan keras arus gelombang

"Tak ada percakapan abadi," katamu suatu hari
Dalam lambai cemara yang mencatat riuh hujan
Deru angin, menerbangkan desah daun-daun

Di pantai cemara
Sumbang gemuruh ombak bagai merekam wajahmu
Sepintas diretas musim dan layu ranting-ranting
Tak tersentuh kenangan

Siang belum paham,
liuk cemara yang jatuh di karang.

Catatan, 080516

----------------


Meisya Zahida lahir di Sumenep, Jawa Timur, 29 Desember. Saat ini bekerja di Kantor UPK PNPM Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Baginya, menulis adalah cara paling indah untuk menuangkan isi hati, mengungkapkan perih juga emosi. "Jangan pernah ada kata berhenti, sebab berhenti adalah kekalahan, sebelum kau meraih mimpi." Begitu katanya.
Beberapa karyanya bisa dinikmati dalam beberapa buku, seperti Akar Rumput (Kampoeng Jerami 2016), Get Married (RosieBook 2016), Keteduhan Jiwa (2015), Sajak Embara (Rose Book 2016), Mata Cinta (Rose Book 2016), Akuarium Melankolia (Ruas 2015) dan sebagainya. Bisa disapa di akun Facebook Meisya Zahida atau email meisyazahida414 @gmail com. Saat ini sedang menunggu buku kumpulan puisinya berjudul Jendela Tanpa Kaca, diterbitkan oleh Komunitas Kampoeng Jerami, 2017.

No comments:

Post a Comment