Sudah beberapa minggu ini ndak berani mendekat ke sayuran di depan rumah. Panen terakhir hari Sabtu lalu mendapatkan segenggam bayam untuk sayur bening campur labu siam. Itu pun aku mengambil daun-daun nyaris tanpa memandang. Sengaja ndak pakai kaca mata supaya tidak menangkap penampakan si ulil.
Beberapa daun jelas banget ada penghuninya. Saat aku bersihin daun-daun bayam itu aku pake feeling saja, ndak sungguh-sungguh dilihat. Hehehe... Kalau ndak melihat kan ndak apa-apa. Jadi amannnn....
Daun yang tersisa seharusnya bisa untuk satu atau dua kali masak mi adalah sawi-sawi seperti yang ada di foto. Tapi, sebagian sawi sudah nyaris gundul karena ada pemangsa lain yang lebih cepat. Sebagian aku juga melihat ulet hijau kecil mungil yang lucu itu nangkring di antara daun, dengan rakus mengunyah-mengunyah-mengunyah dan ngeluarin kotoran-kotoran-kotoran yang bulet hijau di sekitar dia tinggal.
Hehehe... aku sudah ndak terlalu parno melihat-lihat mereka asal ndak menyentuh. Tapi sebisa mungkin aku menghindari kemungkinan untuk bertemu dengan mereka. Hohoho... ya jadi, panen terakhir ini untuk mereka saja deh.
Sementara waktu aku belum menyebarkan benih baru. Biasanya aku akan sebarkan di wadah-wadah yang mulai kosong. Dulu saat Denmas Hendro rajin, dia akan menumbuh bawang dan cabe, dicampur air lalu disemprotkan ke daun-daun yang mulai berlubang.
"Biar serangga-serangga berhenti memakannya karena kepedasan." Masa sih? Hihihi. Tapi ya sudahlah, tapk masalah juga ada satu dua di antara daun itu. Asal ndak kelihatan saja. Toh ini juga cara berbagi dengan alam semesta, supaya pada musimnya nanti kupu-kupu masih terlihat. Pokoke bayi-bayi itu jangan muncul terlalu nyata deh. Takut pengsan dengan sukses.
No comments:
Post a Comment