Sebenarnya pengin menulis sesuatu yang agak berat gitu lho seperti tentang Setnov yang tampaknya sedang sakit berat hingga tunduk membungkuk saat di pengadilan, tentang Sandi yang pakai lip balm karena bibirnya kering, tentang Ustadz Somad yang sedang di Lampung, atau tentang tanah Karanggupito yang bergetar, dan sebagainya. Tapi kok otakku ini ndak nutut yo. Huhuhu, lagi-lagi si vertigo yang dijadikan alasan malas mikir. Tapi yo gimana lagi, ini memang hari-hari harus tidur dan malas lebih banyak. Dokter klinik sudah memvonis begitu. Aku sendiri juga sudah memutuskan untuk tidak memakai alat-alat elektronik ini terlalu lama. Beberapa menit saja untuk mengerjakan sedikit yang perlu dikerjakan.
Sepanjang sore kemarin aku sudah bosan hanya tidur. Pun kalau bergerak di tempat tidur juga ndak bisa dengan terburu-buru atau mendadak. Duduk bengong mencari-cari buku ndak menemukan sama sekali. Buku-buku yang ada di rumah sudah dipack oleh Denmas Hendro dipindah ke rumah kosong di belakang. Yang tersisa hanya beberapa buku yang sudah kubolak-balik dari kemarin.
Untungnya kemudian aku menemukan gulungan benang wol dan stik rajut di atas lemari. Aku ingat mendapatkan benda-benda itu tak sengaja saat mampir di UKMBS Unila beberapa bulan lalu. Pulang dari memberi materi ke anak-anak UKMKat, aku lihat ada Warih, Gebe, Mutia dan beberapa orang di UKMBS. Jadilah mampir minum kopi (mereka selalu menawari kopi atau teh kalau ada yang datang, minimal kalau aku datang selalu mendapat tawaran itu). Nah saat itu Mutia tengah berjibaku dengan gulungan benang sampai jari jemarinya kemana-mana. Langkah pertama belum juga dia selesaikan. Membuat rantai. Huhuhu... Sepanjang aku menunggu hingga menghabiskan kopi, dia sampai berkeringat dipandu oleh senior rajutnya. Lalu dia menyerah :"Kayaknya aku harus ganti benang yang lebih padat."
Aku ambil benang abu-abu itu lalu aku mencobanya. Aku pernah mendapat pelajaran merajut dari nenek dan ibuku, dan sudah laammmaaaa sekali tidak memegangnya lagi. Ternyata aku masih bisa membuat bentuk-bentuk sederhana. Lalu ya gitu dah. Mutia membulatkan tekad untuk membeli benang jenis lain dan dua gulung benang abu-abu itu pindah ke tanganku.
Sampai di rumah hingga kemarin, dua gulung benang itu tak tersentuh, malah terlupakan begitu saja. Tapi karena ingat bu dokter klinik minta aku melakukan juga terapi gerakan-gerakan kepala untuk mengurangi vertigo, kegiatan merajut inilah yang kupilih. Duduk anteng, memegang stik dan benang. Setelah sekian lama aku tanya Albert :"Ibu sudah sejamkah di sini?"
"Belum lah, bu. Baru juga setengah jam palingan."
Kok kayaknya udah lama banget ya. Dan ini kenapa hasilnya baru segini?
"Memangnya untuk apa itu bu?"
"Entah. Bagusnya apa ya? Peci, kerudung, taplak, tas?"
Albert memegang hasil rajutanku dengan heran. Kayaknya dia mengira-ngira benda itu nanti akan berakhir seperti apa. "Yang penting jadi saja deh bu. Jadi the first hasil karya rajut ibu yang benar-benar jadi."
Huhuhuh, kayaknya itu saja deh kuncinya. Karena kuingat-ingat aku memang belum pernah membuat hasil rajutan yang jadi seumur hidupku. Huaaa... jadi ingat gambar-gambar. Nenek tua berkaca mata, duduk di kursi goyang, merajut dikelilingi beberapa gulung benang warna-warni dan seekor kucing di dekat kakinya. Kalau si kucing sedang iseng, gulungan benang akan jadi mainan, dan hasil rajutan si nenek akan terburai. Hehehe...
No comments:
Post a Comment