Thursday, December 07, 2017

Kazuo Ishiguro : Never Let Me Go (Jangan Lepaskan Aku)


Penulis : Kazuo Ishiguro (2005)
Alih bahasa Indonesia : Gita Yuliani K.
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan kedua : Nopember 2017
360 hlm

ISBN : 9789792274936

Buku ini kudapatkan di Gramedia beberapa hari yang lalu saat di sela-sela 'capek' karena ini itu yang memang harus dikerjakan. Buku ini terpajang di dekat tangga, jadi langsung tertancap mata. Penulisnya yang membuatku mengambil buku ini bahkan sebelum melihat isi Gramedia Raden Intan secara keseluruhan.

Aku belum selesai membaca seluruh buku walau sudah kubawa ke sana kemari dari hari Sabtu lalu. Ikut ke Way Halim, Jakarta, Telukbetung, ke WC dan seterusnya, baru sampai pada halaman 225. Aku tak sabar saja ingin bercerita tentang buku ini jadi kutulis saja dulu sekilas yang kurasain saat membacanya.

Tentu aku punya ekspektasi tinggi terhadap buku ini karena Kazuo Ishiguro adalah pemenang Nobel Sastra tahun ini. Dia ini penulis dari Inggris kelahiran Nagasaki pada 8 Nopember 1954, berumur 63 tahun saat menerima penghargaan Nobel. Buku ini oleh Kazuo didedikasikan untuk Lorna (pasangannya) dan Naomi (anaknya). Sebelum menerima penghargaan ini dia sudah mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi seperti Memorial Prize, Whitbread Prize, Booker Prize, dan sebagainya.

Aku belum pernah membaca bukunya yang lain selain Never Let Me Go ini. Tulisan di bagian sampul belakang buku tidak memberikan gambaran apa-apa tentang seluruh isi cerita, tapi ada kalimat yang membuatku penasaran untuk menuntaskan buku ini. "Di sanalah manusia dikloning agar bisa menyediakan organ-organ yang dibutuhkan oleh penduduk dunia luar yang sakit."

Sampai seperempat buku, gairahku mulai menghangat menunggu-nunggu seperti apa 'tokoh-tokoh' hasil kloning ini dibayangkan hidup oleh Kazuo. Mereka tiba-tiba ada di Hailsham, menerima pendidikan, kehidupan, pengawasan dan segala hal yang terbaik yang harusnya dimiliki oleh anak-anak. Bedanya mereka tidak tinggal bersama orang tua mereka, ibu dan bapak, tapi bersama dengan para pengawas dan pengasuh, yang memberitahu dan tidak memberitahu tentang kehidupan mereka.

Mereka disiapkan dari awal untuk 'sehat' karena mereka nantinya akan memberikan donasi organ-organ tubuh mereka yang dibutuhkan bagi orang sakit. Mereka tahu itu, tapi mereka juga tidak tahu. Aku beberapa kali merinding saat membaca buku ini. Kazuo menceritakan secara wajar sekali, seperti memang seharusnya seseorang yang tumbuh dari hasil kloning bisa hidup. Juga dinamika mereka terkait dengan relasi, seksual, impian dan sebagainya.

Saat aku menulis blog ini aku baru saja menyelesaikan satu bagian yang menceritakan seorang tokoh dalam buku ini begitu penasaran untuk menemukan 'model' yang membuatnya ada. Orang yang menjadi model klon, yang menyumbangkan sebagian sel tubuhnya hingga kemudian 'lahir' manusia yang lain. Mereka membayangkan model mereka dengan penuh harap : seseorang yang mapan yang bekerja secara baik di sebuah lingkungan kerja yang nyaman, yang mungkin nanti juga jadi gambaran hidup mereka sebagai hasil klon. Namun seringkali mereka juga membayangkan dengan ngeri bahwa model klon mereka diambil dari 'manusia sampah' : Yang asal tidak sakit jiwa.

Hmmm.... ok. Aku akan menyelesaikan dulu buku ini. Nanti aku akan menuliskan lagi bagaimana cerita lanjutannya.

No comments:

Post a Comment