Sunday, December 10, 2017

Persamaan, eh Perbedaan Trump dengan Pedagang Kebab

Entah sejak kapan anak-anakku suka kebab. Dan kok ya di Bandarlampung penjualnya nih bejibun. Versinya sih tak bisa kubedain, cuma memang harganya macem-macem berdasarkan ukuran juga tambahan-tambahan tertentu. Misalnya mau tambahan keju atau entah apalagi. Harganya sih berkisar 10 ribu sampai 20 ribu, dengan ukuran mini, sedang atau besar.

Nah, ya aku tak mau ngomongin soal kebabnya. Ini secara tiba-tiba inget si penjual kebab yang terakhir aku samperin dua hari lalu saat Albert nitip kebab. Tiba-tiba ingat karena lihat berita-berita tentang Trump terkait Yesusalem. Lha yo apa coba persamaan keduanya? Lebih mudah lihat perbedaannya to? Secara si penjual kebab ini cantik manis imut sedang si Trump jelas-jelas tidak cantik manis imut. Yang satu di Amrik sana sedang yang ini di Indonesia. Yang satu penguasa negeri ndak usah kerja keras mendapatkan apa saja, sedang yang ini harus kerja dari sore sampai kebabnya habis dengan duit yang mungkin tak cukup untuk seluruh hidupnya. Nah itu perbedaannya.

Hihihi... ya. Kalau gitu coba lihat apa persamaannya ya.

Saat aku beli kebab di pinggir jalan kemarin itu, si mbak dengan ramah menerimaku, menanyakan kebab macam apa yang kuinginkan dan berapa jumlahnya? Aku minta kebab ukuran sedang tanpa tambahan apa pun dua buah, lalu duduk manis di jok motor mengamati perempuan muda berjilbab ini melakukan tugasnya.

Jalanan cukup ramai dengan kendaraan bermotor, tapi aku bisa mendengar percakapan penjual kebab dengan teman-temannya (kedai kebab itu berderet dengan kedai ayam goreng dan kedai sosis). Perbincangan yang didominasi oleh penjual kebab itu adalah soal temannya yang muda belia seusianya yang memilih menikah dengan seorang bapak yang jauh lebih tua darinya.

"Temanku itu cantik, muda. Entah bagaimana dia bisa kenal bapak-bapak yang seperti itu. Jelas banget beda umur." Katanya mengawali.

"Tapi katanya si bapak itu baik. Memenuhi kebutuhannya, permintaaanya. Bapak itu kaya raya, sudah punya anak. Anak tertua laki-laki itu saja lebih tua dari dia. Tapi dia mau menikah malah katanya ngurus anak-anaknya juga mau. Sekarang mereka sudah benar-benar menikah, malah dia sudah punya anak sendiri masih kecil. Gila ndak. Karena apa coba? Mungkin cinta. Tapi kalau aku yang melihat ya ini karena uang. Apa lagi," kisahnya berapi-api.

"Aku sudah nyarani dia, ndak usahlah. Kan ada banyak yang seumuran dengan dia, yang lebih baik. Wong si bapak itu kaya juga karena korupsi. Iya sekarang dia sepertinya bahagia, tapi nanti bagaimana nasibnya kalau terjadi apa-apa dengan si laki-laki itu. Belum tentu juga anak-anaknya terima." Lanjutnya. Nah, gitu. Begitu. Aku ndak tahu lagi yang dikisahkannya karena kebab pesananku sudah selesai dia kemas dan aku sodorkan uang 30 ribu sebelum pergi.

Eh, lalu apa persamaan Trump dengan tukang kebab ini? Huhuhu... mereka sama-sama ngomongin yang bukan urusannya semata. Urusan Yesusalem itu urusan penting bagi orang-orang Palestina dan Israel, juga urusan penting bagi orang-orang beragama yang sejarahnya menyangkut kota itu. Jadi kalau Trump sok-sokan menentukan nasibnya yo wis begitu itu jadinya. Kelihatan ngaco. Kayak si penjual kebab itu, mana tahu dia tentang teman cantiknya dan suami tuanya? Lha dia nyaranin ndak usah nikah saja itu kan kemesok. Mana tahu dia ukuran kebahagiaan keduanya. Wislah.

Keduanya sama-sama bisa memicu perang. Bukan hanya dua pihak yang terlibat tapi buanyaakkkk... Lha iyalah. Si gadis dan bapak tua kan sama-sama punya keluarga besar. Kalau mereka bertikai ya mungkin saja. Tapi kalau ditambah dengan saran yang tidak mengetahui latar belakang dan tujuan dan hanya berdasar asumsi, mereka akan habis semua dunk. Dan tentang Yerusalem, ini kan banyak negara-negara yang terkait. Di Indonesia saja sudah muncul beberapa kelompok yang ide dan keyakinannya macam-macam tentang kota ini.

Juga, keduanya sama-sama memicu tulisan yang macam begini ini nih. Huh. Masih enakan makan empek-empek daripada kepikiran soal penjual kebab dan Trump. Tapi kalau ndak ditulis, kepalaku tambah nggliyeng. Ditulis kok ya hasilnya kayak gini. Huhuhu...

No comments:

Post a Comment