Sarapan buryam, bubur ayam, adalah pilihan yang tepat kalau lagi ndak berselera makan padahal sadar kalau tubuh harus disuply makanan karena memang sedang capek, ngantuk, dan masih ada kerjaan lain yang harus dikejar.
Nah, ini juga yang menjadi pilihan kemarin 5 Desember 2017. Pagi jam 07.00 tepat aku mendarat di Bandara Raden Inten II Lampung. Penerbangan pagi yang bagus dan segar. Juga pemandangan yang super saat turun dari pesawat. Sayangnya mood tidak mendukung jadi kayak robot berjalan aku masuk ke terminal kedatangan dan nerobos kamar mandi. Mesti cuci muka, berbedak sedikit dan poles-poles sedikit. Aku tak ada waktu untuk mampir rumah, tapi kebayang masih ada waktu cukup untuk makan pagi. Jadi aku kirim pesan ke Mas Hendro.
"Ndak jadi naik taksi. Masih ada waktu. Aku naik bis saja berhenti di sekitar Gramedia lalu cari sarapan di sekitar situ."
"Ok. Kujemput ya."
"Yoi. Antar cari bubur ayam yang enak sebelum ke Swissbell."
Aku tahu mas Hendro ndak suka bubur ayam, tapi dia sudah mbatin rupanya untuk mengantarku ke warung bubur ayam seberang Bank Utomo, di teras warung sate cak Umar, di jalan Raden Intan Bandarlampung. Aku sih belum pernah makan di situ, tapi ketika bubur itu tersaji, hmmm... nikmat. Sayangnya aku lupa memesan supaya tidak mencipratkan kecap di buburku. Jadinya buburnya jadi hitam coklat kayak gitu. Suwiran ayamnya tidak terlalu banyak, juga tidak ada irisan cakwenya. Tapi si penjual menyediakan juga sate ati dan ampela, juga telur asin, kalau mau tambah lauk. Porsinya tak terlalu banyak, seharga 10.000 rupiah, ini sesuai dengan porsi yang tepat untuk sarapan. Cukup. Pas.
Selain bubur ayam, ada juga bubur kacang ijo dan ketan hitam. Jadi kalau ndak suka bubur ayam seperti mas Hendro, dia bisa memilih bubur kacang ijo dan ketan hitam yang ditambah potongan roti tawar.
No comments:
Post a Comment