Tuesday, January 20, 2009

Tukang Sayur

Semenjak Pasar Pasirgintung direnovasi, aku sangat jarang ke pasar. Kalau tidak perlu sekali atau lagi stress, aku tidak ke pasar. Dalam tahun ini sama sekali tidak pernah. Ah, ya, memang dulu-dulu juga kalau ke pasar tujuan utamaku bukan belanja. Soalnya, aku tidak pintar menawar. Seringkali kalau aku beli sesuatu di pasar harganya jauh lebih mahal daripada orang lain. Aku sering jadi olok-olokan tetangga gara-gara ini.
"Itu harganya cuma 5000, Tante. Kok gak ditawar sih..."
Perasaan sih aku sudah menawar. Nah, kalau harga suatu barang ditawarkan 20.000, lalu aku menawar 15.000 langsung diberikan, bagiku kan sudah sangat murah. Ternyata, trik kalau belanja di pasar sini ini, tawar harga 30 %nya. Waduh, mana tega. Maka, biasanya aku ke pasar jika ingin melihat-lihat, jalan-jalan, atau keperluan lain yang tidak terlalu penting. Untuk belanja harian lebih baik ke tukang sayur.
Terkait tukang sayur langganan, yang tiap jam 7 pagi berhenti di depan rumah, banyak hal yang unik asyik. Jika datang, orang pasti sudah tahu dari bunyi motornya yang berisik dan teriakannya,"Ibu-ibu, sahur-sahur, eh sayur...!!!"
Para ibu pun menggerombol dan dia akan kegeeran karena dikerubuti para ibu muda yang seksi bahenol berdaster, n sebagian pasti belum mandi. Dia dengan santai menyapa para ibu ini dengan panggilan khas,"Tidak boleh, yang. Dari pasar harganya sudah sebelas, lha kalo aku kasih sepuluh nanti yang di rumah makan apa. Ikan itu aja, sayang, lebih murah." Kebiasaannya memanggil para ibu dengan sebutan,"Sayang." , ini diteruskan juga olehnya walau sudah berapa kali kena masalah karenanya. Khususnya orang-orang baru, masalah dengan tukang sayur ini bisa muncul gara-gara panggilan sapaan ini. Pasalnya banyak suami-suami yang cemburu. Lah...gitu.
Enaknya belanja di tukang sayur ini adalah karena dia murah hati. Kalau ada timun tinggal sebiji ya sudah, dengan iklas diberikan. Beli lombok bisa dapat setumpuk dengannya. Bonus-bonus kecil gitu kan disukai para ibu, walaupun kadang dikibuli juga sama dia karena para ibu kuper gak tahu harga pasar. Enaknya lagi, dia bawa HP standby terus. Jadi kita bisa pesan bahan-bahan tertentu jika ragu-ragu saat tiba di depan rumah sudah habis. Jika mau ada resep khusus pun gak perlu repot. Tinggal SMS saja malam harinya. Dia pasti mau membelikan bahan-bahan yang di luar kebiasaan. Bahkan kalau jumlahnya banyak dia akan secara khusus mengantarnya karena gak muat di gerobaknya.
Pokoknya tiada hari ceria tanpa tukang sayur ini. La wong dia mau saja jadi tempat curhat para ibu. Biasa terjadi saat rame orang belanja, tiba-tiba ada panggilan lewat HPnya. Bermenit-menit dia ngobrol dengan seseorang. Dan mamang, eh, abang, eh, om, atau apa saja namanya (aku tidak tahu namanya. ya ampun. besok aku tanya deh siapa dia punya nama.) ini dengan santai akan meneruskan obrolannya padahal diledeki oleh para ibu sekompleks. "Biasa, fans..." Gitu kalau ditanya siapa.
Ah, perhatiannya bukan sebatas itu. Jika ada satu warga yang sakit, meninggal, dsb., dia pasti menyempatkan untuk menengok pada sore harinya, di luar jam kerja dan tentu saja dengan penampilan rapi jali harum wangi. Jika diledek dia pintar menjawab. "Iya, ini mau syuting, mampir dulu. Denger-denger kena demam berdarah, besok nitip jambu biji nggak?"
Nah, begitulah tukang sayur sabahat para ibu Perumahan Polri ini yang selalu dinanti, tiap pagi. Jika mau pesan belanjaan, kirim email saja ke aku, nanti aku SMS dia. Kalau aku pasang no HPnya di sini, bisa besar kepala dia karena mengira fansnya sudah melebar hingga seluruh dunia. Nah, gitu...

2 comments:

  1. Namanya Suhardiman. Tapi dia lebih suka di panggil Alex. Hehehe...dulunya Lik, Lilik alias Pak Lik. Lalu Liks dan kemudian dia tulis Leks, jadinya Alex. Gitulah sambungannya.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete