Tuesday, January 13, 2009

Membatu

"Biar untuk orang lain saja senyummu itu."

Aku pura-pura tidak mendengar dan memintanya untuk mengulang. "Iya???"

Namun tidak ada suara apapun. Sedang aku terperangkap pada senyumku sendiri yang sudah mengembang lebar untuknya. Terlalu lebar untuk kutelan kembali, sehingga senyum itu mengambang di udara dengan sayap-sayapnya yang bertahan, mengitari tubuhku yang membatu.
"Benarkah kau tidak akan menerima senyumku?" Aku mempertanyakan ini dan menjadi jengkel sendiri karena biasanya aku tidak pernah perduli akan pergi kemana senyumku dengan kaki-kaki belalangnya. Mau meloncat kemana saja, terbang ke segala arah, ... aku tak pernah tentukan.
Aku berharap dia tidak serius dengan perkataan itu. Lebih lagi aku berharap dia mau bergerak dan mulai mengambil kembali kantongnya. Memunguti senyumku bahkan yang perca, menyimpannya, dan memeliharanya dalam pelukan mimpi-igauan. Minimal untuk sekarang ini, saat musim dan angin masih menjadi sahabat lamunan.

(Tubuhku membatu, menunggu gerak bibir atau tubuhnya. Sebagai isyarat bagiku.)

2 comments:

  1. memang senyummu itu untuk orang lain. teman hanya bisa melihat senyummu lewat orang lain yang menanggapi atau membalas senyummu. kalau teman agak sinting bisa melihat senyummu pada cermin datar...he he he he(bercanda). senyumlah selalu karena itu menyejukan orang yang menikmatinya.

    ReplyDelete
  2. Ooo...gitu. Aku memang terlalu serius dalam hal ini. Jadi sangat sensitif, kelewat peka. Terimakasih.

    ReplyDelete