Monday, January 19, 2009

Promosi

Salah satu makanan kesukaan anak-anakku adalah sate ayam. Dan tempat favoritnya adalah sate Madura di dekat Bundaran Raden Intan. Sekali waktu, saya mengajak untuk makan di Way Halim, sate Madura juga, tapi mereka berdua tidak mau makan di situ.
"Kenapa sih Bert, Nard. Rasanya enak di sini. Ibu pernah makan di sini. Lebih enak dibanding yang dekat rumah."
"Nggak, aku maunya di sana saja."
"Aku juga." Yang kecil pun ikutan ngambek.
Okey, balik kucing, akhirnya kembali ke Bundaran. Sebenarnya tempatnya memang lebih dekat dengan rumah, ketimbang yang di Way Halim. Mereka berdua senyum-senyum saja setelah tiba di warung sate. Sambil menunggu sate dibakar, penjualnya ngobrol dengan Mas Hendro, pake bahasa Madura. (Gak aku mengerti sama sekali kecuali : "Tojuk dinak." (Duduk di sini.) Hehehe...) Istri penjualnya lalu menghampiri Albert dan Bernard. Mengulurkan dua tusuk sate. "Ini, dimakan, sambil nunggu." Mereka berdua duduk dan mengucapkan terimakasih lirih dengan manis, dan menikmati dua tusuk mereka. Ooo, ini rupanya.
"Jadi kalian suka disini karena dapat bonus ya?"
"Di tempat lain, kalau nunggu ya nunggu aja. Tidak ada yang ngasih sate. Disini selalu dikasih, ibu."
Aha, cara promosi yang tepat.
"Tapi ibu tidak dapat juga. Padahal ibu yang bayar." Aku pura-pura merengut di depan mereka.
"Ibu kan udah gedhe." Kali ini yang kecil yang menjawab sambil menjilat kecap di bibirnya.
"Apa hubungannya, Nard?" Mereka berdua terlalu asyik dengan dua tusuk sate, tidak mau pikir lebih panjang pertanyaanku. Dan dalam hati aku memuji penjual sate ini. Promosi yang bagus dan konkret mengena.

1 comment:

  1. Saya pikir bukan faktor promosi yang mebuat Albert dan Bernad tidak mau berpindah ke lain hati (penjual sate lain), tapi juga ada semacam ikatan yang disebabkan kedekatan darah antara mereka dengan si penjual sate tersebut. (Kediri dan Madura dalam satu provinsi Jawa Timur)
    Apalagi Mas Hendro bisa bahasa Madura.

    Cocok bukan?

    ReplyDelete