Sunday, January 18, 2009

Sariawan

Bangun pagi (sebetulnya tidak terlalu pagi, sudah jam 7 lewat) karena Bernad menyuruk diantara aku dan bapaknya. Tangannya dingin basah memegang pipi dan tanganku. Pasti dia sudah kena air.
"Dari mana?" Bisikku setengah malas membuka mata.
"Dari pipis. Aku juara satu bangun." Suaranya agak aneh, dengan bibir yang tidak terbuka saat bicara. Albert masih tidur. Hari minggu yang sungguh malas.
"Memang kenapa mulut Enad?" Aku pegang pipinya.
"Nanti belikan obat ya, bu. Sariawan." Oh, pantes. Lalu aku minta dia membuka mulut bau liur belum mandi itu. Ada bintik putih di dekat gusinya. "Sakit."
Aku tidak terlalu kuatir. Obat bagi sariawan adalah 'perut yang enak'. Maka aku meloncat bangun untuk masak nasi, goreng ikan tongkol, bikin sayur asem, sambel terong (ini untuk yang dewasa). Setengah jam kemudian menyuapi Bernard. Nah, dia bisa membuka mulut lebar-lebar. Sepiring penuh habis. Ini beruntungnya punya anak-anak seperti Albert dan Bernard. Walau sakit, selera makan mereka masih ok, sehingga jarang sakit dalam waktu lama. Pokoke masih mau makan, urusan penyakit masih tidak terlalu mengkuatirkan.
Usai minum, mandi, Bernard sudah lari main dengan Roby dan Afif. Dia sudah lupa pada sariawannya... Tapi aku janji abis kerja lembur di hari Minggu ini akan membawakannya 'obat sariawan'. Yang bisa membuat perutnya enak, tentu saja...

1 comment:

  1. Bahagia tentuya sudah berkeluarga, mempunyai anak-anak yang lucu-lucu dan bisa menghibur. Oh senangnya. Kapan aku bisa berkeluarga ya Mbak?

    ReplyDelete