Judul yang digunakan cukup panjang: "Kita Mungkin Memang Diciptakan Agar Ada Yang Bisa Merasa Bahagia." Even ini digagas oleh Komunitas Tapis, Kopi, dan Buku, yang berisi beberapa orang perempuan Lampung, yang tinggal di berbagai negara atau kota. Semuanya penyuka puisi, maka event pertama ini pun digelar dengan membaca puisi secara serempak lewat media sosial masing-masing dan dishare pada hari ini mulai pukul 13.00.
Aku membaca puisi Batu, karya Sapardi Djoko Damono. Puisi yang sedang-sedang saja panjangnya, dan kurasa paling bisa kubacakan dalam suasana duka sepeninggal Sapardi. Klik sini untuk melihat bagaimana aku membacanya.
Batu
1
Aku pun akhirnya berubah
menjadi batu. Kau pahatkan,
“Di sini istirah dengan tenteram
sebongkah batu,
yang pernah berlayar ke negeri-
negeri jauh, berlabuh di bandar-
bandar besar, dan dikenal
di delapan penjuru angin;
akhirnya ia pilih
kutukan, ia pilih
ketenteraman itu.
Di sini.”
Tetapi kenapa kaupahat juga
dan tidak kaubiarkan saja
aku sendiri, sepenuhnya?
2
Jangan kaudorong aku
ke atas bukit itu
kalau hanya untuk berguling kembali
ke lembah ini.
Aku tak mau terlibat
dalam helaan nafas, keringat,
harapan, dan sia-siamu.
Jangan kau dorong aku
ke bukit itu; aku tak tahan
digerakkan dari diamku ini.
Aku batu, dikutuk
untuk tenteram.
3
Di lembah ini aku tinggal
menghadap jurang, mencoba menafsirkan
rasa haus yang kekal:
ketenteraman ini,
sekarat ini.
Beberapa penyair yang terlibat adalah:
Iin Mutmainnah, klik sini
Yuli Nugrahani, klik sini
Rosita Sihombing, klik sini
Erika Novalia Sani, klik sini
Rilda Taneko, klik sini
Dina Susamto, klik sini
Mintarsih
Jauza Imani
Apri Medianingsih
Novi Balga
Aidira Garis Mata
dll
No comments:
Post a Comment