Biasanya kupon-kupon untuk seluruh warga tanpa kecuali sudah dibagikan sehari sebelumnya. Tradisi ini sudah berjalan sejak bertahun-tahun yang lalu. Selain untuk warga satu blok, daging-daging korban juga dikirimkan untuk fakir miskin.
Yang berbeda sejak tiga tahun lalu saat perayaan Idul Adha. Dulu sejak Albert masih kecil, setiap hari Idul Adha atau beberapa hari setelahnya pasti mereka ngumpul di rumah bikin sate bebakaran di belakang rumah. Masing-masing membawa segenggam daging dari rumah masing-masing lalu dibumbui dan dibakar beramai-ramai. Biasanya aku akan menyediakan bumbu-bumbu dan nasi dalam jumlah banyak untuk mereka.
Nah, sejak tiga tahun lalu rumahku tidak lagi memakai kulkas untuk penyimpan makanan. Semua yang kami makan adalah masakan segar hari tersebut atau kalau pun sisa hari kemarin pasti karena diperpanjang umurnya dengan dikukus atau rebus atau goreng. Karena itulah aku berusaha masak dalam jumlah yang secukupnya untuk makan sehari.
Efeknya ke sate dari daging segenggam dari masing-masing rumah untuk Albert dan teman-temannya ya di situ itu. Karena tak ada kulkas maka seluruh daging dan yang menyertainya (biasanya juga ada tulang dan jerohan dalam paket daging kurban yang dibagikan) akan langsung aku rebus. Tak peduli nanti mau dimasak apa pokoknya aku rebus saja dulu. Nanti gampang membumbuinya sesuai selera.
Tadi siang pun setelah Bernard menukarkan kupon, langsung kupisahin daging dan tulang dengan jerohannya. Daging dan tulang-tulang aku rebus dalam satu panci, sedang jerohan (untuk tak banyak tadi, hanya sedikit babat dan jantung) aku rebus di panci terpisah. Selembar kulit aku buang karena tak tahu bagaimana mengolahnya.Sudah kucoba mengerok bulu-bulunya tapi tak berhasil. Coba kukupas dengan pisau juga tak berhasil karena pisau yang kupunya tak terlalu tajam.
Inilah berkah konkret Hari Raya Idul Adha, saat makan malam ada tiga jenis masakan yang tersaji : rawon tetelan dengan tulang belulang, soto babat dan jerohan kutambah dengan tulang-tulang tersisa dan terakhir daging yang masih utuh kupotong-potong jadi rendang. Wihhh, mantap to. Bisa pilih mana yang menarik selera. Daging yang dibagikan itu pas dengan porsi yang secukupnya untuk kami sekeluarga. Bukan hanya untuk malam ini, tapi bisa sampai besok aku tak perlu masak lagi. Bahkan kalau ada yang bertamu, aku yakin makanan-makanan ini masih cukup untuk beberapa orang lagi.
Selamat Hari Raya Idul Adha. Kasih yang konkret ini semoga terus hidup di dunia dan dinikmati oleh semua orang. Darah yang tertumpah dari hewan ternak itu tak akan sia-sia.
No comments:
Post a Comment