Kasus pencabulan anak di bawah umur di tanah air terjadi lagi. Mirisnya, pencabulan dilakukan oleh DA seorang pendamping dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Berdasarkan keterangan Polda Lampung, usia korban 14 tahun dan pencabulan sudah di lakukan lebih dari 20 kali dalam rentang waktu Januari-Juni 2020 dengan menggunakan modus ancaman, bahkan korban juga diperdagangkan secara seksual kepada rekan-rekan DA. Saat ini, korban telah mendapatkan pemulihan trauma dan pendampingan dari P2TP2A dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung.
Kasus ini bermula sejak korban menjalani program pendampingan dari P2TP2A dalam rangka pemulihan baik secara psikis maupun mental. Karena itu sejak akhir tahun 2019, korban harus berkomunikasi secara intens dengan DA. Namun, bukannya mendapatkan perlindungan yang layak, korban malah menjadi pelampiasan nafsu bejat DA dan menjualnya ke rekan DA. Atas kejadian tersebut, ayah korban melaporkan dugaan pemerkosaan yang dialami anaknya itu ke Polda Lampung pada Jumat 03 Juli 2020, tertuang dalam Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTLP/VII/2020/LPG/SPKT. Saat ini pelaku resmi dinyatakan sebagai tersangka dan proses hukum sedang berjalan.
Apa yang telah dilakukan oleh
pelaku telah mengarah pada Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi UU, dengan
ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 81
ayat (3) sampai dengan Pasal 81 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi
Undang-Undang, menyatakan bahwa jika pelaku merupakan aparat yang menangani
perlindungan anak maka ancaman pidananya diperberat 1/3 dari ancaman pidananya
atau maksimal 20 tahun, bahkan sampai dengan dapat dikenai pidana tambahan
berupa pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia, dan pemasangan
alat pendeteksi elektronik.
Sesuai dengan mandat yang diberikan dari pemerintah kepada Forum Komunikasi
Wilayah (Forkomwil) Partisipasi
Masyarakat untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PUSPA) Lampung dengan program unggulan THREE ENDS, yaitu
"Akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan manusia dan
akhiri kesenjangan ekonomi terhadap kaum perempuan”. Menegaskan pentingnya
penanganan masalah ini, maka Forkomwil PUSPA Provinsi Lampung menyampaikan :
1. Perlu adanya kerja bersama semua pihak sebagai upaya pencegahan untuk menangani dan menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak;
2. Kasus kekerasan seksual ini tidak dapat dipisahkan dengan budaya patriarki yang masih ada dan hidup di masyarakat;
3. Mengutuk keras kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di mana pun oleh siapa pun khususnya yang terjadi di Prov. Lampung;
4. Mendesak pengusutan secara tuntas kasus-kasus tersebut dan menghukum pelaku dengan hukuman maksimal berefek jera dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban baik secak fisik, psikis maupun sosial;
5. Mendesak Kementerian PPPA bersama Dinas PPPA Kabupaten/Kota dan Provinsi melakukan evaluasi dan pembenahan menyeluruh terhadap kerja P2TP2A mulai dari perekrutan pengurus/pendamping, kegiatan pendampingan korban, hingga monitoring dan evaluasi periodik;
6. Mendesak Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung melaksanakan mandat Permen PPPA No.1 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, dan menjalankan wewenang untuk menguatkan kelembagaan P2TP2A di wilayah masing-masing.
7. Mengajak seluruh komponen masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pencegahan serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
FORKOMWIL PUSPA PROVINSI LAMPUNG
Bandarlampung, 17 Juli 2020
Dr. Ari Darmastuti, MA
Ketua
No comments:
Post a Comment