Saturday, July 11, 2020

Puisi Sabtu 20: PESAN BIJI GAYAM karya Yuli Nugrahani

PESAN BIJI GAYAM

 

Iman menyematkan sebisik pesan pada biji gayam

mengikat takdir perjanjian tak terbantahkan.

Dikirimnya cuaca menyertai persiapan-persiapan

hingga matang bakal buahnya dan tunai calon tunasnya.

Kitab yang sama menyebut juga pengharapan.

 

Tersimpanlah kekayaan itu dalam tubuh

dirapikan oleh kemarau penisik cangkang

dan hujan sang penghibur tak terabaikan:

Kita bisa mengatakan:

                Biji yang hidup, biji yang menghidupkan.

 

Angin mengiringnya menancap tanah sendang

menghela nafas pertama ketika kulitnya retak.

Saat itu, sepasal demi sepasal mulai terurai

geliat keabadian, sendirian sekaligus serentak

menyatu harmoni dalam kalimat semesta.

 

Pada pasal yang kesekian, pesan itu tumbuh mekar

menjalari sepasang kekasih yang sepakat:

Dari fajar hingga petang selalu bersama

menyesap segala cahaya tak peduli nama

tak melihat angka, tak mendengar beda,

tak merasa kurang, tak pongah berlimpah.

 

Tak ada lagi kisah perempuan kesepian

memeram senyum sendirian di bawah bantal.

Tak lagi juga laki-laki menutupi tawa

merana di teras mengibas debu lahan gersang.

 

Iman menyiramkan ingatan pada pangkal tunas gayam

membocorkan cerita masa depan, mendesakkan pesan.

Laki-laki dan perempuan memupuk pengharapan,

berdandan dengan cucuran keringat dan air mata.

 

Ketika ada waktu senggang mereka berdendang.

Melantunkan pangkur sembari meniupi putik gayam

menerjemahkan mantra dari pasal selanjutnya:

Walafiatlah seluruh semesta:

Air, air, air, air, …

          Di Utara, di Selatan, di Timur, di Barat

 

Dalam rangkulan manusia, akar gayam bekerja

menarik air dan memenuhi sendang   

merejang waktu bagi generasi mendatang.

 

Demikianlah para kekasih berlaku

bukan lagi dua, melainkan satu.

Puncak segala adalah cinta  

meledak berdaya sepenuh purnama.

 

Dari sudut itulah gayam mengingat keseluruhan

hingga lunas sampai arah yang paling renta.

Saat mulai terlihat halaman paripurna

dia kibas segala warna pada keturunannya.

Mengamanatkan keringat untuk menyeka bumi

dan ruh penghiburan turun menjadikan suci.

Bahasa lain lebih lugas member perintah:

Segarlah perempuan dan laki-laki oleh airmu

biarkan tawa mekar meredam keluh tergumam.

 

Gayam menjalankan pesan kelahirannya

terus berbisik:

Menjaga air, menjaga bumi, alam.

 

Tanjungkarang, 11 September 2019

Lukisan oleh Seno





Yuli Nugrahani, penulis dari Lampung. Buku-buku fiksi yang ditulisnya antara lain: Kumpulan Puisi Pembatas Buku (Indepth Publishing 2014), Kumpulan Cerpen Daun-daun Hitam (Indepth Publishing 2014),  Kumpulan Cerpen Salah Satu Cabang Cemara (Komunitas Kampoeng Jerami, 2016), Kumpulan Puisi Sampai Aku Lupa (Komunitas Kampoeng Jerami, 2017) dan Cerita Rakyat Lampung Sultan Domas, Pemimpin yang Sakti dan Baik Hati (Kantor Bahasa Provinsi Lampung 2017). Buku antologi bersama yang terakhir dilibati adalah buku 'Negeri Para Penyair: Antologi Puisi Mutakhir Lampung' dan 'Negeri yang Terapung: Antologi Cerpen Mutakhir Lampung yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Lampung 

No comments:

Post a Comment