Satu puisiku dibaca oleh Ahmad Yulden Erwin pada saat Panggung Sastra Lampung, yang berjudul Sudah Terjadi. Sebenarnya aku sudah hampir lupa puisi ini, puisi yang kutulis pada akhir tahun 2017. Jadi aku senang mendengarnya dibaca. Wah. Aku selalu merasakan gelenyar bersemangat kalau mendengar puisiku dibaca oleh orang lain.
SUDAH TERJADI
Yang tak pernah melewati jalan ini tak akan mengerti
sebuah luka berdarah di jari manis tangan kiri
juga selontar keluhan yang tak bisa dihapus
telah direbus oleh waktu menjadi masa lalu.
Bila kini kau melepas kasut dan duduk
di trotoar
mempertimbangkan lagi nawaitu dari selirik lagu
kau terlambat satu babak dari larik memoar
yang telah dipahat dengan teliti pada nisan batu.
mempertimbangkan lagi nawaitu dari selirik lagu
kau terlambat satu babak dari larik memoar
yang telah dipahat dengan teliti pada nisan batu.
Lalu kata tanya menjadi serupa getah
bawang.
Tanpa kau colokkan ke mata seorang gadis
membuat wajahnya mengembang dalam tangis.
Tanpa kau colokkan ke mata seorang gadis
membuat wajahnya mengembang dalam tangis.
Di situlah sebuah ayat terpaksa
dimunculkan
dikulum hingga habis manisnya lalu menggembung
pecah menampar pipi, tanpa sadar jadi tontonan tragis.
dikulum hingga habis manisnya lalu menggembung
pecah menampar pipi, tanpa sadar jadi tontonan tragis.
Okt 2017
Aku beruntung bisa mendengarnya lagi, dan membuatku membaca lagi puisi ini. Aku tak akan menjelaskan apa-apa tentang puisi ini. Tapi aku ingin bertanya padamu. Menurutmu, tentang apakah puisi ini? Hehehe... silakan kirim komentarmu di bagian kolom komentar blog ini. Terimakasih.
No comments:
Post a Comment