Aku bukan seorang coffee geek. Bertemu secangkir kopi itu ya biasa saja seperti saat menghadapi benda-benda lain. Kalau ada aku nikmati, kalau tak ada pas sedang pengin ya dicari, kalau tidak ingin ya biasa saja, tak harus ada.
Tapi aku punya kopi favourite coffee jika aku boleh memilih. Dan ini bukan sesuatu yang tetap sepanjang masa. Artinya, bisa berubah kapanpun sesuka hatiku. Dulu aku menganggap kopi hitam terlalu kuat untukku, maka aku lebih suka memilih kopi susu, atau kopi coklat, atau kopi krem, yang manis, yang tidak pahit, dan cukup secangkir kecil saja.
Beberapa tahun terakhir, aku sering eksperimen, sembari nongkrong pura-pura berpikir, merasakan berbagai jenis minuman kopi entah di rumah, warung kopi, kafe, atau manapun. Mulai dari cappuccino yang gurih, espresso yang pahit dengan air perasan jeruk nipis yang segar, latte yang pahit gurih, kopi tubruk yang kental dengan ampas kasar, kopi instan yang ringan di mulut berat di lambung dan sebagainya. Aku juga mencoba banyak merk kopi yang beredar di Indonesia, maupun beberapa merk lain saat berkunjung di negara lain.
Sekarang aku katakan aku bisa menikmati semua jenis minuman kopi yang panas (aku tidak suka jenis es kopi atau kopi dingin). Tapi jika aku ditawari di suatu tempat oleh seseorang yang ingin mengajakku ngobrol, bukan mengajakku ngopi, aku akan memesan minuman kopi tubruk (terserah mau robusta atau arabica) yang ampasnya lembut tak ada yang mengambang di permukaan, dengan komposisi kopi : gula : air = 2 : 1 : 10, diseduh memakai air panas mendidih memakai cangkir porselin dengan cawan warna senada.
Sudah, begitu saja. Tak usah pakai camilan, duduk di manapun. Tak pake kursi atau tikar atau sofa juga tak masalah. Di dalam ruangan atau di pinggir jalan juga okey. Wis. Siap ngobrol tentang apapun hingga kopi tandas. Bahkan berjam-jam setelah kopi habis aku juga masih bisa bertahan ngobrol.
No comments:
Post a Comment