Wednesday, April 23, 2014

Tips Menulis Puisi

Aku pernah menulis Tips Menulis Cerpen pada tahun 2008 untuk para penulis pemula di Unila. Aku ramu tulisan ini dari berbagai sumber yang aku temukan di internet. Cara yang paling mudah, sederhana dan tidak usah dulu melihat teori-teori ndakik-ndakik tentang sastra. Tentu saja jika sudah beberapa kali mencoba menulis, orang harus meningkatkan kapasitas dengan teori-teori itu. Tapi biarlah saja itu nanti, jika hasrat menulis sudah kuat membara pasti otomatis orang juga tak lagi puas dan mulai melihat, menggali, membandingkan dan sebagainya.

Nah, kali ini aku ingin menulis dikit tentang menulis puisi untuk para pemula. Kali ini aku buat awalnya khusus untuk anakku Albert (SMP kelas 1) yang lagi ketularan ibunya menulis puisi. Dia sudah menulis satu puisi lengkap beberapa waktu lalu tentang cintanya pada Indonesia, lalu dia sedang berpikir untuk menulis puisi tentang keindahan air terjun karena tugas guru bahasa Indonesianya.

"Tidak boleh ditulis di rumah, ibu. Puisi ini harus dibuat di sekolah."

"Okey, ibu akan beri pelajaran privat jadi nanti bisa lebih mudah saat di sekolah. Gratis untuk Mas Albert."

Dia cengir-cengir saja, lalu mendekat serius di dekatku. Aku sudah pegang laptop, jadi kubuka program word.

"Ini kalau untuk orang lain mahal lho. Jadi serius. Albert mau menulis puisi tentang apa?"

"Air terjun. Itu, yang pernah kita datangi di Gunung Betung itu."

"Sip. Yuk kumpulin kata-kata apa saja yang ada kaitannya dengan air terjun. Apa saja kata itu."

Maka kata-kata pun berhamburan. Air, mengalir, batu, rumput... Aku menuliskannya di laptop sambil sesekali bertanya untuk membuat kata lebih spesifik : Ya, batu, kalau kecil? Kerikil. Lebih kecil? Pasir. Mengalir, memercik, beriak, dst. Seluruh kata-itu aku ketik dengan huruf yang bisa terbaca jelas dengan kolom-kolom. Tentang benda-benda mati, hidup, warna, suasana, dan sebagainya.

Lalu aku bertanya kepadanya,"Mau menulis puisi tentang apanya air terjun? Keindahannya? Kekuatannya? Kesedihannya? Atau sesuatu yang lain di luar air terjun yang seperti air terjun?"

Hehehe... dia mikir lamaaa sekali. Hingga akhirnya dia memilih yang paling mudah,"Keindahan air terjun."

"Okey, tulislah, Bert. Buat beberapa kalimat dulu." Dia pun memulainya. Aku membantu dengan bertanya, terus bertanya. Misal,"Di sini sudah ditulis indah, di situ indah lagi, lalu di situ indah lagi. Apa kata yang sama artinya dengan indah?"

"Bagus. Cantik. Menawan. Mempesona."

"Nah, kata-kata yang indah bisa diganti dengan kata-kata itu."

Demikian juga kata-kata lain aku pertanyakan. Juga keberadaan kata-kata sambung, kata tak perlu.

"Apakah memang harus memakai yang? Jika dihapus apakah artinya berubah? Jika tak berubah hapus saja."

Lalu aku mengajaknya melihat kumpulan kalimat-kalimat itu. "Yang ini tentang tanaman, yang itu tentang pelangi. Apakah baik kalau dipisah ke bait yang berbeda?"

Nah, kini dia punya bayangan tentang puisi itu. Ketika kehabisan ide, dia lihat lagi daftar kata yang sudah disusun. "Ah, ada kata sore, kemah, anggang-anggang. Aku mau pakai juga."

"Iya, dan jangan lupa ada suatu pesan. Mas Albert mau berpesan apa pada pembaca? Mengunjungi air terjun itu? Atau Mas Albert mau datang lagi ke sana? Atau ajakan untuk merawat? Memelihara keindahan? Menjaga kebersihannya? Masukin di bagian terakhir itu kalau belum ada di bagian atas."

"Ya. Aku ingin keindahan air terjun tidak hilang."

"Sip. Lalu judulnya. Kau mau pilih apa? Air terjun begitu saja? Baiklah. Tapi baik juga kalau memang mau menonjolkan Lampung kau tulis lanjutannya, air terjun mana yang kau maksud itu."

"Air terjun Gunung Betung. Aku pakai judul ini saja."

"Sip. Kau baca ulang-ulang. Kalau masih ada yang mau diubah, ubah saja. Di sini ada kata indah, lalu di baris ini berakhiran kata lembah. Enak kan dibacanya? Coba lihat di atas itu, siapa tahu ada akhiran yang bisa disamakan lagi. Tak harus sama seperti pantun, tapi kalau dibaca enak, puisi akan semakin indah."

Okey. Dia akan belajar merapikannya nanti. Untuk anak SMP kelas 7 atau kelas 1 seperti Albert, cara membuat puisi seperti ini cukup. Sudah cukup. Dia akan mengembangkannya nanti setelah dia banyak membaca puisi. Dan Albert sudah bertanya-tanya terus tak sabar menunggu buku puisiku yang akan terbit. Aku yakin dia akan belajar untuk hal-hal yang disukainya ini.

No comments:

Post a Comment