KANVI seperti Kampung Bena, kecil di tengah semesta raya. |
Alkisah, aku diajak untuk datang ke suatu acara pada suatu sore di suatu bulan tahun 1995. Aku lupa persisnya siapa yang mengajak. Mungkin Ines atau orang lain, tapi semua yang datang sepertinya sudah aku kenal semuanya entah dekat atau tidak. Bertemu di sebuah ruangan di bangunan berjajar miliknya Komkep Malang. Dalam pertemuan itu Fr. Wawan (dan Ines?) bercerita sebuah pengalaman yang baru saja diperoleh dari pertemuan di Jogja.
Intinya adalah active non violence (ANV). Bertindak aktif tanpa kekerasan. Kami yang hadir tidak lebih dari 7 orang, membuat janji-janji untuk kencan secara periodik. Mau saling sharing, belajar tentang seorang tokoh yang melakukan tindak ANV, merangkainya dalam sabda Tuhan dan mempererat persahabatan. 2 minggu sekali akan bertemu.
Bukan hanya bertemu dengan model itu (dipandu secara bergantian yang sudah disepakati bersama dalam pertemuan), kami juga merencanakan beberapa aksi untuk stop kekerasan, untuk hidup tanpa kekerasan. Bagi stiker, bunga atau seruan-seruan lain merupakan bagian dari aksi bersama.
Lalu tahun 1996, kami membuat sebuah acara di Surabaya. Muncul nama-nama lain yang rupanya turut memberikan warna pada ajakan Fr. Wawan waktu itu. Adi Wardaya, SJ., salah satunya dan orang inilah yang menjadi biang keladi utama. Lalu ya teman-teman lain. Acara itu disebut studi refleksi ANV dipadu dengan latihan teater rakyat. Sangat menarik. Usai acara itu, aku ingat kami memakai KANVI beberapa kali untuk mengumpulkan orang muda. Salah satu yang kuingat diadakan di Sawiran.
Masuk tahun 2000 aku lupa sama sekali pada KANVI selain persahabatan yang tiada henti dengan orang-orangnya. Fr.Wawan yang sudah jadi romo, Ines dan Gatot, Senot, Joko, Vivi, dan beberapa nama lain. Hingga kemudian di tahun 2008 aku bertemu lagi dengan Mbah Adi. Dia mengingatkanku pada ANV, dan tentu saja tentang KANVI. Yang tiada henti adalah tentang api yang harus dikobarkan dalam diri. ANV bukan sekedar wadah atau gerakan atau jaringan, tapi menjadi pilihan sarana untuk sampai pada kesejatian diri. Dalam relasi sosial dan alam, yang harmonis sebagai ciptaan utuh Sang Agung.
Foto yang aku pasang adalah gambar Kampung Bena di Flores sana, yang aku ambil saat aku mengunjunginya tahun 2010. Seperti kampung itulah aku bisa menggambarkan KANVI. Komunitas kecil di tengah semesta raya. Bisakah berkembang? Bisakah bertahan? Secara history pernah aku kunjungi, pernah aku gulati, dan masih menyimpan mimpi untuk mengunjunginya atau menggulatinya lagi.
No comments:
Post a Comment