Tempe kedelai |
Mereka harusnya dipandu oleh raja dan para pamong praja menjaga supaya tempe selalu ada dalam menu mereka sehari-hari. Tapi saking remehnya urusan tempe ini, ketersediaan tempe sering kali tidak masuk hitungan dibanding urusan-urusan besar lainnya. Ya, tentu saja mereka juga makan makanan yang lain. Tapi tempe bukan suatu pilihan. Tempe adalah keharusan dan kewajiban tiap orang bagi tubuh mereka sendiri.
Ada juga beberapa orang, yang sudah mendapatkan penetralan terhadap tempe karena suatu usaha, mereka tidak lagi tergantung pada tempe. Tapi ini jumlah yang sangat kecil. Dan proses penetralan ini membutuhkan biaya yang sangat mahal, konon hingga di atas 1 milyar kepeng. Siapa rakyat jelata yang mampu mencari kepeng sebanyak itu? Dan kebanyakan negeri ini dihuni rakyat jelata dengan penghasilan hanya 8 - 10 kepeng saja seharinya. Cukup untuk membeli tempe seharga 1 kepeng dan tentu saja beras, gas, dll kebutuhan sehari-hari. Jangan kata soal menabung. Itu sangat sulit dilakukan.
Bertahun-tahun mereka hidup dengan tempe sebagai penopang hidup. Syahdan, suatu waktu tiba-tiba tempe menjadi barang langka. Kalau pun ada sudah menjadi rebutan. Satu hari saja, dan orang-orang pun menjadi kalap. Ya bayangkan, sehari tidak makan tempe penyakit putusnya hubungan otak itu langsung bereaksi. Hampir seluruh rakyat mengidap itu. Kalau ada yang masih punya tempe, mereka menyimpannya diam-diam.
Raja dan seluruh pamong praja pun panik. Mereka menemukan ternyata, mereka tidak punya stok kedelai lagi di lumbung-lumbungnya.
"Kenapa sampai kedelai tidak ada?" Murka sang raja.
"Harga kedelai dari luar sangat mahal," jawab pamong urusan ekonomi. "Saya usulkan bea masuk kedelai dihapuskan."
Hal itu pun disetujui. Dan setiap orang boleh membeli kedelai di luar negara itu tanpa biaya untuk negara.
"Apakah kita tidak punya kedelai sendiri?" Tanya sang raja lagi.
"Ada. Tapi panen masih 7 minggu lagi, raja." Angguk pamong urusan petani. "Dan hanya ada beberapa petak yang tersisa. Kita harus usaha lebih untuk para petani kedelai. Mungkin subsidi untuk mereka?"
Murka sang raja masih belum berhenti. Dan bergantian pamong-pamong yang lain mengusulkan ini itu. Mereka lupa bahwa mereka pun belum makan tempe hari itu, sehingga penyakit putusnya hubungan otak itu pun merasuk mereka. Mereka kan belum melakukan vaksinasi penetralan terhadap tempe. Omongan semakin tidak jelas. Tangisan rakyat di berbagai pelosok karena tidak tahan terhadap penyakit itu pun semakin mengharu biru. Mereka mengais kedelai dari pelosok-pelosok. Namun sebagian besar dari mereka sudah terjangkit parah penyakit putusnya hubungan otak, tak terkendali. Negara tempe seolah dihuni oleh para zombie yang butuh tempe sekarang ini juga! Saling bunuh hanya untuk tempe. Tidak ingat anak istri ibu bapak lagi... Karena tempe.
...
"Hoi, bangun, sudah siang!"
Ups, teriakan suamiku membuat aku terloncat dari tempat tidur.
"Ya ampun. Aku mimpi buruk. Itu bukan Indonesia kan?"
"Apaan sih?"
"Aku mimpi negara tempe tanpa kedelai. Mengerikan."
"Hussy. Sudah cuci muka sana. Dan cepat goreng tempe untuk sarapan."
Sebelum ke kamar mandi aku sempatkan melongok kulkas. Di sana ada seiris tempe yang cukup untuk sarapan. Syukurlah masih ada tempe. Tapi aku harus diingatkan untuk mampir pasar nanti siang pulang kerja, untuk membeli tempe.
No comments:
Post a Comment