Tuesday, August 28, 2012

Gunung Betung 1 : Offroad dengan Mio

Rencana naik gunung sudah tertunda sekian lama. Ketika sudah merancang ke Gunung Betung saat libur lebaran pun masih tertunda. Tapi kemudian tibalah hari menjadi nyata, 25 Agustus 2012, cabut berempat disertai Bejo dan partner setianya, Mai. Dua orang lagi akan menyusul malam. Tiga motor pun melaju saat matahari di atas kepala.
Lewat Gedongtataan, belok ke kiri (Ada plang yang menandai arah ke Gunung Betung.), jalanan sekitar 1 km halus beraspal. Jika ingin, di dekat tikungan ini ada posko bagi para pendaki gunung. Silakan saja mampir. Aku lupa kontak personnya, kalau tidak salah namanya Imam. Tapi pas perjalanan kemarin tidak mampir karena kelihatan posko lengang.
Gubuk Mbah Sum, tempat menitipkan motor.
Usai itu, jalanan akan heboh berbatu. Mio-ku mesti meraung terpental-pental dengan jalan menanjak. Bukan kendaraan yang tepat untuk medan ini. Cukup membuat pegal pinggang dan lengan rontok semua. Jalanan berbatu ini akan berakhir di sebuah gubuk dimana kita bisa istirahat sejenak. Di depan gubuk ini ada start bagi pencinta downhill dengan naik sepeda. Ada jalur yang sudah dibuat disela-sela coklat. Aku melihat beberapa rombongan dengan pick up dimuati sepeda untuk kenikmatan ini.
Lalu jalan anjing lah yang akan kita temui. Mio-ku lebih meraung lagi, dengan super hati-hati. Menanjak dan kadang-kadang berpapasan dengan motor para pengais rejeki alam dari atas yang membawa hasil kebun, buah, ranting atau daun. Jalan setapak sampai di rumah Mbah Sum (aku tidak tahu persis namanya, tapi kami memanggilnya begitu). Di sinilah kami akan menitipkan motor sebelum kami jalan kaki ke basecamp.
Ada beberapa lokasi yang bisa dipakai untuk kemah, pertama dekat rumah Mbah Sum ini. Tapi kok ya aneh kalau veteran macam kami ngecamp di situ. Hehehe, maka kami pun pilih di atas. Mbah Sum sama sekali tidak merekomendasikan. Kekuatiran tampak dalam larangannya. Tentu saja. Dia pasti paling tahu dan ingat bahwa beberapa orang sudah jadi korban di atas. Dan dia pasti juga paling repot kalau ada kejadian macam itu lagi.
Maka kami meyakinkan dia bahwa kami, termasuk anak-anak, Albert dan Bernard, cukup paham dengan segala resiko dan akan super hati-hati.
Tanda bahaya, tanda hati-hati.
"Nanti masih ada teman kami yang lain akan menyusul, mbah. Kami akan hati-hati."
Jadilah kami ngecamp di atas. Lokasi ini dekat dengan mata air, dan berada persis di atas air terjun. Tentu kami pilih lokasi paling jauh dari air terjun, tempat beberapa orang pernah jatuh itu. Jadi cukup aman dan nyaman.
Istirahat usai memasang tenda.
Huff, baru ingat terpal-terpal tertinggal di rumah Mbah Sum, membuat Den Hendro dan Albert mesti balik lagi usai membuat tenda. Mungkin butuh 15 menit perjalanan, atau 30 menit pp. Sembari menunggu mereka, Bejo mencari kayu bakar dan yang lainnya...hehehe...tiduran.
Basecamp yang indah. Suara beruk bersahutan dengan burung rangkong. Dan saat malam tiba, berbaring di luar, bulan setengah menari di antara ranting dengan dendang alam... Berapa lamapun aku akan betah di tempat ini. (bersambung)

No comments:

Post a Comment