Tuesday, August 07, 2012

Dibangunkan Kewajiban

Tidur lelap dengan garis-garis mimpi, terjemahanku untuk Starry Night-nya Van Gogh
Tidur itu adalah saat paling enak. Ndak usah mikir, mengendalikan diri, sadar, atau apapun. Pun masih dapat bonus mimpi-mimpi. Maka, untuk bangun tuh pasti rasanya malas sekali. (Dan itu aku banget!) Aku sangat suka bangun siang-siang, santai, ndak perlu buru-buru loncat dari kasur, bisa berguling-guling dulu. Lebih nikmat kalau masih boleh melanjutkan bacaan sebelum tidur yang nyelip di bawah bantal, lalu ada yang nganteri sarapan!
Tapi manusia harus bangun. Ini ndak enaknya. Kalau tidur terus belum bisa disebut manusia. Dan manusia dicipta bukan hanya untuk tidur. Maka pagi-pagi manusia pun bangun oleh kewajibannya masing-masing. Kewajiban menjadi manusia. Dibangunkan oleh kewajiban sholat subuh, misa pagi, atau meditasi. Itu menjadi awal untuk hidup selanjutnya dalam sehari itu.
Aku? Aku pun dibangunkan oleh kewajiban pagiku. Belum sholat subuh, misa pagi atau meditasi. Kewajiban pagiku ada di dapur. Jam 5 atau paling telat 5.30 harus sudah di dapur. Sementara itu yang bisa membangunkan tidur lelapku untuk beberapa masa kemarin hingga kedepan. Minimal aku memasak dalam hening. Itulah ibadatku.
Sehingga aku bisa menikmati lintasan pikiran dan rasa tentang apa saja. Ibu yang sedang di rumah sakit, anak-anak yang semakin remaja, Ahmad Jayani yang lama tak berkabar di Jatiagung sana, kantor yang sedang sangat membosankan, janji untuk pertemuan orang muda nanti sore, mas Hen yang lagi sibuk dengan cangkang sawitnya, buka puasa bersama FKSPL, setumpuk cerpen-cerpen yang sedang kubuat, nasib Buku Goro-goro-nya Rm. Dwijo yang belum ketahuan, kekasih-kekasih gelapku, rencana liburan akhir tahun, keinginan kemping di dekat air terjun Gunung Betung, rindu Yeni, kuatir gak jelas tentang Mbak Lis, bapak, atau bahkan tentang pikiran dan rasa yang lagi kosong, dll. dll. dll. ...
Pikiran dan rasa tumpleg bleg seperti itu mulai membakar bahkan di awal hari. Untungnya masih boleh tidur nanti malam. Maka aku akan menunggu malam. Selalu ada saat aku ndak usah memikirkan semua itu. Tapi juga untungnya masih boleh bangun sehingga aku bisa merubah pikiran dan rasa segala hal itu. Merubahnya bersama pergerakan tubuh jiwaku sepanjang hari.
Susahnya, aku bisa bilang, ada banyak orang yang masih suka tidur lelap saja. Walau kewajiban sudah memanggil membangunkan, tetap tak terusik. Dan lebih susah lagi, aku sering juga kepikiran orang-orang macam itu. Menduga-duga mereka bisa dibangunkan atau tidak. Kedelai sudah langka, kok masih tidur. Harga bahan pangan melangit, kok masih tidur. Kasus polisi berulang, kok masih tidur. Korupsi semakin parah, kok masih tidur. Orang teriak-teriak demonstrasi, kok masih tidur. Hoi!!! Ini bukan lagi pagi, sudah siang, bahkan akan sore. Cepat bangunnn!!!
Satu-satunya keuntungan punya pikiran yang gelisah seperti ini adalah susah tidur! Maka aku punya waktu yang lebih panjang untuk bergerak.

No comments:

Post a Comment