Buku fotokopian. |
Jejak Langkah Pram sudah kubaca lebih dari tiga kali. Dan setiap kali aku menemukan hal yang baru bagi hatiku. Kali ini aku lebih mengerti bagaimana organisasi dan media massa menjadi alat kuat bagi cita-cita kemerdekaan. Dan itulah yang diusahakan oleh Minke setelah perjalanan hidupnya dari romantis menjadi politis sesuai pengaruh yang dialaminya. Bersama Annelies, Mei dan juga Gadis Jepara, dokter tua Jawa, Ter Haar, mama, dll.
"Berorganisasi, sahabat, berserikat, banyak orang, puluhan, ratusan, malah puluhan ribu, menjadi satu raksasa gaib, dengan kekuatan lebih besar dan lebih banyak daripada jumlah semua anggota di dalamnya." Itu jawaban Mei, gadis Tiongkok, yang kecerdasannya dalam tubuh singkek sipit pucat kurus pun membangkitkan birahi Minke.
Dan virus tidak mengenal bangsa. Lawannya adalah siapa saja yang tidak menguntungkan. Minke mau menggulatinya dengan sadar. Tombak-tombak dilemparkannya. Kadang membanting balik tubuhnya, hingga rancah luka terkorban.
Kedekatannya dengan pendidikan Eropa memberinya cara pikir dan keberanian yang tidak biasa. Dalam masa penjajahan, orang semacam ini selamanya tanggung. Bukan Belanda, bukan Jawa. Dicurigai Belanda, juga tidak diterima Jawa.
Aku belum menyelesaikan putaran kali ini hingga lebaran sudah usai. 464 halaman, dengan tinta fotokopian yang nyaris kabur, konsentrasi yang penuh, membuat mata mudah capek saat membacanya. Tapi aku yakin sekali ini pun aku mendapat lebih banyak lagi dari Pram. Bahan yang membuatku menjadi semakin manusia. Amalnya masih berjalan walau dia sudah istirahat damai. Taqabbalallahu minna wa minkum! Selamat mereguk tuntas anugerah fitri.
No comments:
Post a Comment