Di habitat para monyet. |
Memang, beberapa minggu yang lalu anak-anakku sempat heboh berisik saat misa mengatakan melihat monyet, bayangan monyet, dll, sembari celingak-celinguk di jendela. Jadinya mengganggu banget. Dan aku tidak percaya, memaksa mereka duduk anteng sembari memvonis,"Berkhayal kalian itu. Mana ada monyet di gereja." Mereka protes dan ngotot memang melihat monyet. Aku lebih ngotot dan menarik mereka kembali duduk,"Tidak ada monyet dalam gereja!"
Nah kali ini benar-benar syok ketika aku melihat di kaca jendela bayangan monyet, satu, dua, eh tiga, monyet di antara pohon pinus, lalu di atap! Dan bahkan kemudian mereka melongok hingga terlihat bukan hanya bayangan tapi betul-betul monyet. Wah, dikunjungi monyet-monyet yang kasihan sekali, sangat kurus. Mereka mengunyah pucuk-pucuk pinus, jelas kelaparan.
Siangnya aku bertemu beberapa ibu yang minta air di halaman gereja mengatakan memang monyet-monyet itu turun dari bukit di Sidodadi Kedaton itu. Seringkali mereka masuk ke dapur atau rumah mengambil makanan.
Monyet ekor panjang yang cantik. |
Tentu kekeringan melanda bukit itu sehingga tidak ada pasokan makanan di atas. Pohon-pohon tidak menyediakan buah untuk mereka makan. Dan mereka pun turun.
"Tidak boleh ada yang mengganggu mereka. Siapapun yang mengganggu nanti mendapat balasannya, celaka. Jadi biar saja mereka butuh makanan."
Mereka menyebut beberapa contoh. Intinya, pokoknya, warga tidak boleh membunuh monyet-monyet itu dan juga segala binatang yang turun dari bukit itu.
Aku langsung berpikir untuk menebarkan bibit-bibit pohon buah di bukit itu. Mungkin kersen/ceri, mangga, pisang, rambutan dll, sehingga pohon-pohon buah berkembang lagi di atas dan tidak perlu kuatir mendengar resiko yang dihadapi para monyet ini. Menghadapi manusia tentu menyeramkan bagi mereka. Bagaimana melakukannya ya? Siapa yang mereksa bukit itu ya? Siapa yang punya minat tentang hal ini ya?
No comments:
Post a Comment