Tuesday, September 11, 2012

Lukisan Tak Pernah Selesai

Lukisan perempuan.
Beberapa waktu lalu ibu di Kediri telepon. Di sela obrolan lain-lain, ibu mengatakan baru saja membereskan beberapa kanvas milikku yang tertimbun di kamarku di rumah Sembak, Grogol, Kediri, Jawa Timur sana. Kanvas-kanvas itu dipenuhi coretan, dan tidak satupun yang bisa dikatakan sudah jadi. Sehingga ibu bingung, kanvas-kanvas itu harusnya diapain. Dipasang di dinding tidak mungkin karena belum selesai, teronggok begitu saja juga merusak pemandangan, dibuang dibakar kok sayang.
Hmmm, itulah kebiasaan burukku. Di kantorku sekarang ini aku pun menyimpan dua kanvas, sekotak cat minyak dan kuas-kuasnya. Gambar pertama sudah kubuat mulai beberapa tahun lalu berupa lukisan seorang perempuan. Aku menorehkan cat sesekali di kanvas itu dalam hitungan jarang, sangat jarang, dan sekejab, hanya beberapa menit setiap kalinya. Kanvas kedua lebih kecil, tapi masih kosong. Bagiku, melukis adalah sarana terapi luar biasa bagi kegalauan atau ketidakkonsentrasian. Mencoret sebentar saja berefek luar biasa. Menjadi lebih tenang, menjadi lebih fokus.
Tidak adilnya, aku tidak memberikan kesudahan bagi lukisan-lukisanku. Aku tidak cukup fair untuk bertahan hingga lukisan itu selesai. Tidak pernah selesai (Aku pernah menjadikan tema ini sebagai bagian dari cerpenku dalam rangka memahaminya. Tapi tidak juga bertobat.). Aku mendapatkan energi dari lukisan-lukisanku, tapi aku tidak memberikan energiku bagi lukisan-lukisan itu. Sekarang belum bisa melakukannya, mungkin nanti, suatu saat nanti, aku akan lakukan. Mungkin.

No comments:

Post a Comment