Tuesday, January 30, 2018

Cerpen Yuli Nugrahani : TAI BURUNG DI JIDAT LUYI

Luyi membawa cangkir berisi air kelapa. Ia minum seperempat isinya dan kemudian meletakkan cangkir itu di depan kekasihnya yang cemberut.
"Maaf. Aku mencintaimu bukan untuk kepentinganmu. Terserah kau sakit hati atau marah karena caraku yang tidak tepat menurutmu. Itu urusanmu. Aku mencintaimu karena kepentinganku. Aku akan mati kalau tidak mencintaimu."
Luyi mengambil lagi cangkirnya lalu berbalik, ingin melanjutkan pekerjaannya dengan kelapa-kelapa tua sebagai bahan dodol.
"Ohya. Jangan lupa juga. Aku tak percaya kau mencintaiku demi kepentinganku. Jadi sudahlah, nikmati hidupmu."
Luyi menghabiskan sisa air kelapa dalam perjalanannya ke dapur. Dalam hati dia mengulang-ulang kalimat ini: "Aku akan mati kalau tidak mencintaimu. Aku hidup karena mencintaimu."
Bahkan tai burung merpati yang nyasar di jidatnya pun tak terasa olehnya.

...
Luyi melanjutkan pekerjaannya dengan riang hati. Dia bangga dengan cinta dalam hatinya, dan merasa puas karena sudah mengungkapkan isi hatinya di depan kekasihnya. Diparutnya kelapa-kelapa tua itu dengan semangat. Dia mengikuti setiap tahap pembuatan dodol dengan gembira, sambil membayangkan bungkusan warna-warni yang berisi dodol nanti malam siap dalam nampan-nampan kuningan untuk disajikan besok sore, untuk acara lamaran Usi sepupu jauhnya. Pesanan spesial semacam ini tidak mungkin diabaikan oleh Luyi. Dan seperti janjinya pada Usi, dia akan memberi bonus biji-biji wijen terbaik untuk ditaburkan pada dodol yang dibuat. Dari seluruh tahapan pembuatan dodol yang biasa dialakukan, membungkus dodol dengan kertas krep warna-warni adalah tahap yang paling menyenangkan.
"Warna-warni seperti pelangi. Indah." Itu katanya.
"Warna-warni seperti pelangi itu seperti LGBT." Kata kekasihnya saat itu.
"Dari mana kau simpulkan begitu?" 
"Lihat saja di Google. Kau akan menemukan ikatan dan kedekataan yang erat antara pelangi dan LGBT."
Waktu itu Luyi langsung mengetik kata pelangi di Google search. Hmmm, benar juga apa kata kekasihnya itu. Pada halaman pertama pencarian muncul topik : "Mengapa simbol kaum gay bergambar pelangi?" 
Luyi waktu itu menggumam: Pelangi memang indah.
"Dan LGBT kau sebut sebagai indah?" Bisik kekasihnya di telinga Luyi. Pertanyaan yang tak perlu dijawab. Juga sekarang ini saat Luyi menyiapkan kelapa-kelapa untuk santan kental bagi dodol yang akan dimasaknya, yang terbayang adalah bungkus-bungkus dodol berwarna-warni, seperti pelangi, indah, terserah walau dikaitkan dengan LGBT oleh Google atau juga orang-orang lain. Bayangan pelangi-pelangi itu membuat Luyi bersemangat.
...
Yang tidak disadari Luyi adalah ucapan penuh antusias dan penuh perasaan yang ditujukan untuk kekasihnya tadi pagi itu tidak seremeh yang tampak. Bagi Luyi pernyataan itu jelas sebuah deklarasi terhadap kekasihnya, juga pernyataan cinta yang berkobar-kobar. Tapi bagi kekasihnya, yang ditinggalkan bengong di meja makan, ucapan Luyi adalah siksaan. Dia melihat punggung Luyi yang melangkah pergi dengan cangkir air kelapa dengan galau. Betapa ingin dia menahan Luyi untuk duduk bersamanya di meja makan sambil melanjutkan perbincangan. Mungkin masih tentang cinta atau tak masalah kalau Luyi mau bicara tentang tema yang lain. Baginya, tema apa pun percakapannya dengan Luyi selalu berarti cinta. Pasti dia akan menemukan ujungnya, asal mereka masih bercakap-cakap. Masalahnya, Luyi berbalik badan dengan cepat dan tidak berapa lama sudah tidak tampak lagi badannya. Dia hanya bisa membayangkan Luyi mulai sibuk dengan kelapa-kelapa, memarutnya dan memerasnya menjadi santan kental. Saat jeda bisa dipastikan Luyi akan datang ke mejanya, memberikan tawaran ini-itu yang kadang terasa basa-basi lalu menghilang lagi untuk melanjutnya dodol-dodolnya. Jika malam sudah datang, dia berharap Luyi menemani lebih lama di meja makan. Tapi yang terjadi, Luyi akan membawa sebaskom besar dodol yang siap dibungkus, kertas krep pelangi yang sudah dipotong, dan dia akan duduk di depannya sambil terus bicara, sambil terus bekerja hingga seluruh isi baskom habis berubah menjadi gunungan dodol warna-wani di atas nampan. Seluruh rutinitas itu bisa dipahami, tapi kata-kata Luyi, mampukah diterima sebagai kenyataan relasi mereka?
...
Karena dodol-dodolnya, pada hari itu Luyi lupa pada kekasihnya yang menunggu di meja makan. Dia juga lupa, ah mungkin malah tak pernah tahu kalau ada tai burung di jidatnya, menempel, ikut kemana pun dia pergi. Dan kini saat malam tiba, dia datang ke meja makan dengan dodol matang yang siap dibungkus dan tai burung yang kering di wajahnya. Mengapa meja makan sepi? Kemana kekasihnya? Teriakannya menggema kembali ke telinganya. Sepi. Dia buka HP di sakunya yang dari tadi tak tersentuh. Tak ada pesan apa pun yang tampak di sana karena HP itu tak bisa dinyalakan. Luyi menduga HPnya sudah kehabisan baterai karena dari pagi dia bahkan tidak ingat untuk mencharge HPnya itu. Pintu-pintu masih terbuka : "Di manakah kau?" Luyi melanjutkan pekerjaannya, hingga pelangi tercipta dari dodol-dodol yang dibungkusnya. Saat seluruhnya selesai, Luyi mengusap wajahnya, nyaris mengenai tai burung kering, tapi kesombongan tai itu tetap bertengger di sana meneruskan niat menemani wajah Luyi. "Di manakah kau?" Luyi tertidur di samping pelangi dodol dengan tai burung yang mengering di jidatnya. Mungkin akan terus begitu sampai pagi, saat dia harus menghantar pelangi-pelangi dodol ke rumah sepupunya untuk pesta lamaran.
...
Di rumahnya sendiri, kekasih Luyi mencoba untuk tidur. Begitu pun dia masih berpikir tentang niatnya untuk mengunjungi rumah orang tuanya di negeri asal yang sudah lama ditinggalkannya. Sampai tengah malam, kantuk tak juga menyapanya. Dan pikirannya sudah lama bergulir dari pikiran awal, tidak lagi tentang rumah tua di negeri asalnya, tapi sebuah rumah baru di negeri lain. "Apakah perjalananku ke tempat ini tak ada artinya bagi Luyi?" Kekasih Luyi masih juga termangu, memutar otak untuk mencari cara mencium kening Luyi besok pagi. Mungkin saat Luyi belum bangun. Dan usai itu, dia bisa membantu Luyi mengusung pelangi-pelangi dodol itu ke tempat sepupunya untuk ikut berpesta. Dia ingin meyakini bahwa besok pagi ia akan memulai harinya setelah mencium jidat Luyi, orang yang dicintainya. ***

No comments:

Post a Comment